Sejarah Hari Ini: Berakhirnya KMB, Belanda Akui Kedaulatan RI | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Sumber: Arsip Nasional

Sejarah Hari Ini: Berakhirnya KMB, Belanda Akui Kedaulatan RI

Ceknricek.com -- Tanggal 17 Agustus 1945 dikenal sebagai hari kemerdekaan bangsa Indonesia. Namun, supaya dunia internasional mengakui bahwa Indonesia adalah negara merdeka dari segala bentuk imperialisme, maka perjuangan para pendiri bangsa belum berakhir pada tanggal itu.

Jika Jenderal Soedirman dan kawan-kawan bertempur melalui jalur militer, maka Bung Karno cs berjuang melalui jalur diplomasi. Salah satunya adalah melalui Konferensi Meja Bundar (KMB), yang berakhir tepat pada 2 November 1949, 70 tahun silam.

Konferensi Meja Bundar atau yang dalam bahasa Belanda disebut Nederlands-Indonesische rondetafelconferentie adalah sebuah pertemuan yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda. Dirancang sejak 23 Agustus 1949, pertemuan ini mempertemukan perwakilan Republik Indonesia, Belanda, dan BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg), yang mewakili berbagai negara yang diciptakan Belanda di kepulauan Indonesia.

Jalur diplomasi kembali ditempuh Indonesia setelah sebelumnya diadakan tiga pertemuan tingkat tinggi antara Belanda dan Indonesia, yaitu Perjanjian Linggarjati (1947), Perjanjian Renville (1948), dan Perjanjian Roem-Royen (1949). Dalam KMB, delegasi Republik Indonesia diwakili oleh Mohammad Hatta, tokoh pejuang, negarawan, ekonom sekaligus Wakil Presiden Indonesia Pertama.

Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Konferensi Meja Bundar dan Status Quo Papua Barat

Adapun Ketua KMB sendiri ialah Willem Dress, yang juga merupakan Perdana Menteri Belanda. Sementara Delegasi Belanda ialah Johannes Henricus van Maarseveen, yang merupakan politikus dan advokat asal Belanda. Satu tokoh lainnya ialah perwakilan dari UNCI (United Nations Commisions for Indonesia), Thomas Kingston Critchley.

Peran Bung Hatta

Dalam wawancara antara Rosihan Anwar dan Mohammad Hatta seperti dikisahkan Guru Besar UI, Dr Sri-Edi Swasono dalam Harian Kedaulatan Rakyat, 11 Agustus 2017, KMB ini menjadi satu dari dua peristiwa terpenting dalam hidup Bung Hatta. Pertama tentu adalah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 itu sendiri.

Sumber: Arsip Nasional

KMB diawali di Den Haag, 23 Agustus 1949. Butuh sekitar dua bulan, tepatnya 29 Oktober 1949 hinggga naskah Konstitusi Republik Indonesia Serikat diparaf di Scheveningen. Bung Hatta dan beberapa perwakilan delegasi pulang ke Indonesia 2 November 1949 untuk melaporkan hasil perundingan di KMB.

Sebagai suatu konferensi tingkat tinggi, KMB ini bukanlah perjanjian antara Hatta dan delegasinya dengan Kerajaan Belanda, melainkan perjanjian negara dengan persetujuan Pemerintah dan Parlemen (KNIP), yang merupakan suatu konsensus nasional. Mantan Menlu Hassan Wirajuda menyebut KMB sebagai suatu tactical move, untuk memudahkan memperoleh pengakuan internasional dan keanggotaan di PBB.

Baca Juga: Kisah-kisah Menarik Seputar Bung Hatta

Sekadar informasi, saat itu pemerintah Indonesia, telah diasingkan selama enam bulan dimana ibu kota kembali dipindahkan sementara ke Yogyakarta pada 6 Juli 1949. Sebelum terbang ke Belanda, delegasi Republik dan federal menyamakan persepsi perundingan pada Konferensi Inter-Indonesia 31 Juli-2 Agustus.

Sumber: Arsip Nasional

Pada prinsipnya, para partisipan setuju mengenai prinsip dan kerangka dasar untuk konstitusi Ubdibesua. Hal ini diikuti diskusi pendahuluan yang disponsori oleh Komisi PBB untuk Indonesia di Jakarta, yang menyepakati Konferensi Meja Bundar di Den Haag.

Papua Barat

Dalam perundingan ini, kesepakatan terkait penarikan mundur tentara Belanda dalam waktu sesingkat-singkatnya berhasil dicapai. Begitu pula dengan pengakuan Republik Indonesia Serikat yang memberikan status bangsa paling disukai kepada Belanda.

Belanda juga menjamin tidak akan ada diskriminasi terhadap warga negara dan perusahaan Belanda, serta Republik bersedia mengambil alih kesepakatan dagang yang sebelumnya dirundingkan oleh Hindia Belanda.

Salah satu hal yang menyebabkan buntunya perundingan tersebut ialah status Papua Barat, selain tentunya persoalan utang pemerintah kolonial Belanda. Delegasi Indonesia berpendapat bahwa Indonesia harus meliputi seluruh wilayah Hindia Belanda.

Sementara Belanda mengklaim bahwa Papua Barat tidak memiliki ikatan etnik dengan wilayah Indonesia lainnya. Kabinet Belanda khawatir tidak akan dapat meratifikasi Perjanjian Meja Bundar jika poin ini disepakati, sekalipun opini publik Belanda mendukung penyerahan Papua Barat kepada Indonesia.

Akhirnya, pada awal 1 November 1949 suatu kesepakatan diperoleh, status Papua Barat akan ditentukan melalui perundingan antara Indonesia Serikat dengan Belanda dalam waktu satu tahun setelah penyerahan kedaulatan.

Baca Juga: Mengenang Gaung 64 Tahun Konferensi Asia Afrika

Adapun untuk permasalahan utang, masalah utama yang menyebabkan terjadinya kebuntuan ialah perdebatan terkait apakah Indonesia Serikat mesti menanggung utang yang dibuat oleh Belanda setelah mereka menyerah kepada Jepang pada 1942. Delegasi Indonesia merasa tersinggung karena harus membayar biaya yang menurut mereka digunakan oleh Belanda dalam tindakan militer terhadap Indonesia.

Ternyata UUD, alias Ujung-Ujungnya Duit, kesediaan membayar sebagian utang pemerintah Hindia Belanda (ditaksir sekitar 4,3 miliar gulden) ialah harga yang harus dibayar demi memperoleh kedaulatan. Usai mendapat intervensi anggota AS dalam komisi PBB untuk Indonesia, pihak Indonesia menyepakati hal itu.

Kelak, Indonesia membayar sebanyak kira-kira 4 miliar gulden dalam kurun waktu 1950-1956 namun kemudian memutuskan untuk tidak membayar sisanya.

Serah Terima Kedaulatan

Konferensi Meja Bundar akhirnya ditutup di gedung parlemen Belanda pada 2 November 1949. Perundingan menghasilkan sejumlah dokumen, di antaranya Piagam Kedaulatan, Statuta Persatuan, kesepakatan ekonomi serta kesepakatan terkait urusan sosial dan militer.

Sumber: Arsip Nasional

Dalam Rantjangan Piagam Penjerahan Kedaulatan setidaknya ada tiga poin yang disepakati (masih menggunakan ejaan lama)

1. Keradjaan Nederland menyerahkan kedaulatan atas Indonesia jang sepenuhnja kepada Republik Indonesia Serikat dengan tidak bersjarat lagi dan tidak dapat ditjabut, dan karena itu mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat.

2. Republik Indonesia Serikat menerima kedaulatan itu atas dasar ketentuan-ketentuan pada Konstitusinja; rantjangan konstitusi telah dipermaklumkan kepada Keradjaan Nederland.

3. Kedaulatan akan diserahkan selambat-lambatnja pada tanggal 30 Desember 1949.

Adapun beberapa keterangan tambahannya antara lain:

1. Serah terima kedaulatan atas wilayah Hindia Belanda dari pemerintah kolonial Belanda kepada Republik Indonesia Serikat, kecuali Papua bagian barat. Indonesia ingin agar semua bekas daerah Hindia Belanda menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda ingin menjadikan Papua bagian barat negara terpisah karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa keputusan mengenai hal ini. Karena itu pasal 2 menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan bagian dari serah terima, dan bahwa masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu tahun.

2. Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia, dengan pemimpin Kerajaan Belanda sebagai kepala negara.

3. Pengambilalihan utang Hindia Belanda oleh Republik Indonesia Serikat.

Penyerahan kedaulatan (soevereiniteitsoverdracht) sendiri akhirnya ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam 27 Desember 1949. Tanggal inilah yang diakui Belanda sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia selama hampir 60 tahun kemudia. Baru ketika tanggal 15 Agustus 2005, pemerintah Belanda secara resmi mengakui bahwa kemerdekaan de facto Indonesia bermula pada 17 Agustus 1945.

BACA JUGA: Cek INTERNASIONAL, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.


Editor: Farid R Iskandar


Berita Terkait