Sejarah Hari Ini: Eksekusi Mati dengan Guillotine Terakhir Kali Digunakan di Perancis | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Sumber: Paris Review

Sejarah Hari Ini: Eksekusi Mati dengan Guillotine Terakhir Kali Digunakan di Perancis

Ceknricek.com -- Tepat pada tanggal hari ini, 42 tahun silam, 10 September 1977, alat eksekusi mati pemancungan kepala menggunakan Guillotine terakhir kali digunakan di Perancis. Korban terakhirnya adalah Hamida Djandoubi, imigran asal Tunisia yang menjadi tertuduh pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan, serta kekerasan. Ia dieksekusi di Penjara Baumetes, Marseille.

Hamida Djandoubi. Sumber: Getty Images

Baca Juga: Membaca Sekilas Hidup Karl Marx

Sebelumnya, alat ini kerap digunakan untuk mengeksekusi orang mati selama Revolusi Perancis. Dua korban paling terkenal dari guillotine adalah pasangan Raja dan Ratu Perancis, Louis XVI dan Marie Antoinette.

Sejarah Guillotine

Guillotine meraih puncak ketenaran saat Revolusi Prancis (1789-1799). Alat eksekusi ini dinamai sesuai nama ahli fisika Prancis, Joseph-Ignace Guillotin.

Sumber: twitter

Guillotin sendiri bukan penemunya. Alat pancung ini ditemukan oleh Antoine Louis, seorang dokter bedah kelahiran Metz, Prancis.

Disebutkan dalam biografinya, Guillotin sebenarnya menentang hukuman mati. Namun karena tahu bahwa pendapatnya bertentangan dengan opini publik, ia kemudian menggagas metode hukuman mati dengan cara lain.

Jauh sebelumnya, metode hukuman mati yang kerap digunakan adalah menggunakan kapak hingga pedang untuk memenggal kepala terdakwa, atau ditembak dan digantung. 

Dikutip dari BBC, Guillotin menyodorkan metode tersebut sambil berkata, "Sekarang, dengan mesin saya, saya akan memotong kepala Anda dalam sekejap mata, dan Anda tidak pernah merasakannya”.

Sumber: Wikipedia

Baca Juga: Putri Raja Salman akan Diadili di Prancis

Memang, meskipun terkesan lebih mengerikan, menurutnya metode tersebut lebih manusiawi ketimbang cara-cara eksekusi yang lama karena langsung memenggal kepala dengan cepat dan mengurangi penderitaan terpidana mati.

Setelah ditanggapi serius oleh pihak kerajaan, dibuatlah prototipe hingga percobaan alat tersebut dengan menggunakan mayat-mayat dari rumah sakit di Perancis. 

Alat tersebut resmi digunakan pertama kali pada 25 April 1792 dengan korbannya adalah Nicolas Jacques Pelletier. Seorang petugas jalan raya yang terlibat kasus perampokan, pembunuhan, dan pemerkosaaan.

Dianggap Terlalu Efektif

Ketika kali pertama digunakan untuk mengeksekusi terpidana mati, banyak orang yang menonton eksekusi tersebut kecewa karena alat tersebut tidak memberi tontonan yang "menghibur" sebagaimana metode terdahulunya, seperti digantung, dipenggal atau cara-cara yang lain.

Sumber: telegraph

Para penonton (massa) yang menyaksikan eksekusi menyatakan bahwa metode ini terlalu efektif dan tidak setimpal terhadap kejahatan yang telah dilakukan para terpidana. Mereka pun meluapkan perasaan tersebut dengan berteriak untuk mengembalikan metode lama yang biasa dipakai.

Meskipun demikian, metode pembunuhan ini lambat laun mulai populer, bahkan para algojonya juga sangat dikenal di kalangan masyarakat. Para eksekutor ini juga mulai ikut terkenal dan mendapat kehormatan selama Revolusi Perancis.

Salah satu yang terkenal adalah keluarga Sanson, yang bekerja sebagai eksekutor dari tahun 1792 hingga 1847. Mereka merenggut kepala Kaisar Louis XVI dan Marie Antoinette dan banyak lainnya. Keluarga Deibler juga dipercaya untuk mengekeskusi tahun 1897 hingga 1939. Para eksekutor ini menjadi inspirasi dan idola masyarakat saat itu.

Lain dari itu, karena eksekusi ini juga menjadi tontonan orang-orang dewasa dan anak-anak di kisaran abad 18, replika Guillotin kerap dijadikan mainan oleh mereka untuk membunuh binatang kecil, meskipun akhirnya pemerintah melarangnya karena membahayakan.

Mainan Guillotine. Sumber: Neatorama

Tahun 1939, setelah hampir dua dekade digunakan di Perancis, metode guillotine memicu kekacauan massal dan perilaku histeris yang diperlihatkan oleh publik ketika mengeksekusi Weidmann. Presiden Perancis pun turun tangan dan segera memutuskan bahwa semua eksekusi di masa depan akan dijauhkan dari mata publik.

Pada September 1981, empat tahun berselang setelah eksekusi tertutup yang dilakukan terhadap Hamida Djandoubi, Perancis akhirnya menghapus hukuman mati tersebut. Sejak itu pula fungsi Guillotine berubah menjadi artefak belaka.

BACA JUGA: Cek AKTIVITAS KEPALA DAERAH, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini



Berita Terkait