Sejarah Hari Ini: Operasi Gagak di Ibu Kota Republik | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: Istimewa

Sejarah Hari Ini: Operasi Gagak di Ibu Kota Republik

Ceknricek.com -- Suasana Yogyakarta masih aman di jelang tahun baru tiga tahun sesudah kemerdekaan. Namun keheningan Kota Gudeg itu tiba-tiba pecah pada pagi 19 Desember 1948, hari ini 71 tahun lalu.

Ibu Kota sementara Republik diserbu tentara Belanda pimpinan Letjen Simon Hendrik Spoor yang melakukan pengerahan satu batalion tentara dari Sumatra dan Jawa dalam Operatie Kraii alias Operasi Gagak.

Bagi Spoor, operasi militer ke Yogyakarta jelas tak bisa ditunda. Sebuah laporan intelijen yang mampir ke mejanya menyebut, Bung Karno dan enam orang menteri Republik Indonesia bersiap melarikan diri ke India.

Dari India, menurut rencana, mereka bakal langsung ke New York dan berbicara di Sidang Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Karena itulah, Spoor ingin secepatnya meringkus mereka sebelum kabur ke luar negeri.

Operasi Gagak. Sumber: Avehistoria.com

Memang, selain untuk mencoba menyingkirkan beberapa petinggi Republik, operasi militer khusus lintas udara yang dilakukan Belanda ini adalah aksi militer untuk kembali bercokol di Indonesia dan menguasai pusat-pusat pemerintahan yang strategis.

Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Puputan Bayu: Pertempuran Mati-matian di Banyuwangi

Padahal di tahun yang sama, Belanda dan Indonesia sudah menandatangani Perjanjian Renville di di atas kapal milik Amerika Serikat di Tanjung Priok, dan mengakui dengan sah kedaulatan Republik meliputi, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Sumatera.

Aksi Polisionil Pendudukan Yogyakarta

Aksi Polisionil Belanda dimulai dengan dilakukannya penyerangan terhadap lapangan terbang Maguwo di Yogyakarta. Para pasukan pertama Belanda berangkat dari landasan udara Andir, Bandung dengan menggunakan pesawat Dakota.

Foto: Istimewa

Hari Minggu pagi, setelah kurang lebih dua jam mengangkasa pesawat berputar-putar di langit Yogyakarta. Berikutnya, sekompi pasukan Baret Merah Belanda mulai melompat dari pesawat dengan dengan terjun payung.

Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Ambarawa Berhasil Direbut dari Sekutu

Mengutip Tirto, Jaap de Moor dalam Westerling's oorlog (1999), pasukan penerjun itu dalam waktu 25 menit berhasil melumpuhkan 150 prajurit TNI (128 di antaranya tewas) yang menjaga lapangan terbang Maguwo. 

Setelah bandara dibersihkan, pesawat-pesawat Dakota pun mendarat. Tak ada korban satu pun dari pasukan penerjun Belanda. Di titik yang sama, pasukan lain, yakni Baret Hijau pimpinan Kolonel van Langen berhasil mendarat setelah terbang dari Kalibanteng, Semarang. 

Foto: Istimewa

Semua personel gabungan yang berjumlah 432 itu kemudian dipimpin oleh Kolonel van Beek. Mereka lalu bergerak menuju pusat kota Yogyakarta pada jelang siang hari serta menangkap pemimpin sipil Republik di Istana Yogyakarta tanpa perlawanan yang cukup berarti dari pasukan yang menjaga mereka.

Belanda berhasil merebut Ibu Kota Yogyakarta dan mengasingkan Sukarno ke Brastagi dan Hatta ke Bukit Menumbing Mentok. Sementara itu, beberapa pemimpin militer Republik seperti Jenderal Soedirman melanjutkan gerilya di hutan-hutan.

Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Pertempuran Puputan Margarana di Bali

Foto: Istimewa

Meski demikian, tiga hari kemudian setelah beberapa kabar lewat radio berulang kali disiarkan Belanda, pada 22 Desember 1948, sejumlah pimpinan di Sumatera Barat lalu mendirikan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) untuk mengabarkan ke dunia Internasional bahwa Indonesia masih ada.

Tokoh-tokoh itu antara lain Syafruddin Prawiranegara, Teuku Mohammad Hasan, Kolonel Hidayat, Lukman Hakim, Indracahya, Mananti Sitompul, Maryono Danubroto, A. Karim, Rusli Rahim, dan Sutan Mohammad Rasjid.

BACA JUGA: Cek BIOGRAFI, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini


Editor: Thomas Rizal


Berita Terkait