Ceknricek.com - Sejak September 2018 lalu, pemerintah menerapkan kebijakan pencampuran Bahan Bakar Nabati (BBN) berupa biodiesel sebanyak 20% atau dikenal dengan B20. Pencampuran untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) tersebut berhasil memberikan pengaruh positif dalam hal penghematan devisa negara dari kegiatan impor solar.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Djoko Siswanto menyampaikan sejumlah penghematan didapat dari kebijakan yang baru beberapa bulan diterapkan itu.
"Dalam 4 bulan, kebijakan masif untuk berbagai sektor tersebut mampu menghemat sebesar 937,84 juta dollar AS," ungkap Djoko di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, seperti dikutip keterangan tertulis pada, Selasa (15/1).
Menurutnya, pemerintah memiliki keseriusan untuk menangani masalah ketahanan energi nasional yang menjadi isu serius ke depannya. Penerapan kebijakan B20 adalah salah satu cara mengurangi dominasi penggunaan bahan bakar fosil.
Djoko menyebutkan, pemerintah juga melakukan kebijakan selain B20. Misal untuk diversifikasi energi, konversi BBM ke Liquified Petroleum Gas (LPG).
"Total sebanyak 6,55 juta Metrik Ton (MT) LPG bersubsidi dan 0,99 juta MT LPG Non-Subsidi disalurkan sepanjang tahun 2018 ke 530 SPBE PSO dan 103 SPBE Non-PSO," papar Djoko.
Dalam perhitungannya, kebijakan konversi ini selama setahun dapat menghemat sebesar Rp29,31 triliun (belum diaudit).
Djoko mengungkap laporan kinerja tahun 2018 Kementerian ESDM. Dalam laporan itu, tercatat realisasi penjualan BBM mencapai 67,35 juta KL (kilo liter). Terdiri dari 16,12 juta KL BBM Bersubsidi (Premium, Solar, dan Minyak Tanah) dan 51,23 juta KL BBM Non-Subsidi.
"Penjualan disalurkan ke 6.902 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum atau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan milik Pertamina dan PT AKR Corpindo," lanjutnya.
Terkait angka realisasi BBM Bersubsidi, Djoko mengatakan angka tersebut hampir mendekat total kuota alokasi dalam APBN tahun 2018 yakni sebesar 16,23 juta KL. Hal tersebut merupakan dampak kewajiban bagi badan usaha untuk penyaluran dan pendistribusian Premium di Jawa, Madura dan Bali. Kewajiban tersebut diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2018 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak yang disahkan pada 23 Maret 2018.
Terkait penyesuaian atau penurunan harga BBM Non-Subsidi, Djoko mengatakan pemerintah akan melakukan evaluasi sebulan sekali. Jangka waktu tersebut dinilainya tepat untuk menghindari kebingungan di masyarakat.
"Kami sedang evaluas, Peratmina baru saja (menurunkan) kemarin," pungkas Djoko.
Keunggulan dan Kelemahan B20
Biodiesel B20 merupakan bahan bakar diesel campuran minyak nabati 20% dan minyak bumi (petroleum diesel) 80%. Dikutip dari gridoto, B20 memiliki bilangan setana (Cetane Number) yang lebih ditinggi dibanding petroleum diesel biasa, sehingga membuat pembakaran di mesin lebih sempurna dan efisien.
Biodiesel tidak memiliki kandungan sulfur seperti petroleum diesel. Kandungan tersebut memiliki pengaruh pada tingkat kebersihan emisi gas buang.
Meski demikian, standar kualitas B20 harus juga dijaga. Jika tidak, zat asam yang terkandung pada senyawa nabati dapat berpotensi menyebabkan kerusakan di ruang bakar mesin.
Satu hal yang juga perlu diwaspadai adalah filter bahan bakar di mobil. Di masa awal kendaraan berganti bahan bakar menjadi B20, filter bahan bakar lebih cepat kotor. Hal ini karena B20 memiliki senyawa yang dapat merontokkan kotoran dalam tangki bahan bakar dan saluran bahan bakar. Sisa-sisa sulfur yang mengendap akan terbuang, sehingga filter bahan bakar lebih cepat kotor. Namun, hasilnya adalah tangki dan saluran bahan bakar akan lebih bersih.