Simalakama Rokok, Antara Konsumen dan Produsen | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: Antaranews.com

Simalakama Rokok, Antara Konsumen dan Produsen

Ceknricek.com -- Persoalan tarif cukai rokok bak buah simalaka. Di satu sisi, tarif rokok yang dinaikkan dianggap sebagai salah satu solusi untuk mengurangi peredaran rokok dan menekan konsumsi produk demi kesehatan masyarakat. Di lain sisi, tak bisa dipungkiri rokok juga berkonstribusi bagi perekonomian nasional. Hal ini membuat penetapan tarif cukai rokok harus selalu dilihat dari sisi yang berimbang, yakni konsumen dan produsen.

Dari sisi konsumen, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dengan tegas mendukung kebijakan pemerintah menaikan tarif cukai rokok 23 persen mulai tahun 2020 mendatang. Lembaga ini menyebut kebijakan yang mengerek harga rokok naik hinnga 35 persen ini perlu didukung karena secara tidak langsung akan mengurangi beban ekonomi negara.

YLKI menilai kebijakan ini adalah bentuk komitmen pemerintah mengurangi konsumsi rokok, meskipun belum diikuti oleh upaya meminimalisasi golongan cukai. Upaya ini dipandangnya menunjukkan komitmen pemerintah untuk mengurangi prevalensi perokok di kalangan rentan yakni anak dan keluarga miskin.

Sumber: Beacukai.go.id

"Ini akan mengurangi kesenjangan keuangan yang signifikan antara pendapatan dari cukai rokok dan besaran beban ekonomi yang ditimbulkan dari konsumsi rokok," kata Ketua Yayasan Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi melalui keterangan tertulis, Rabu (9/10).

Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization atau WHO) melaporkan bahwa rokok menyebabkan kematian dini bagi 217.000 konsumen per tahunnya, rokok adalah faktor utama penyakit kronis. Indonesia saat ini menempati posisi teratas di dunia, terkait prevalensi perokok di kalangan pria dewasa. Di mana 2 dari 3 atau 65 persen pria dewasa adalah perokok.

Baca Juga: Ngebul Dengan Cukai Rokok

Saat ini, angka perokok anak di Indonesia masih terus meningkat yakni 7,2 persen pada tahun 2013, menjadi 8,8 persen pada tahun 2016. Riset Kesehatan Dasar yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan di tahun 2018 juga menunjukkan kenaikan prevalensi perokok muda usia 10–18 tahun menjadi 9,1 persen dari sebelumnya 7,2 persen.

"Taktik yang terus digunakan oleh industri rokok termasuk membesar-besarkan dampak kenaikan cukai rokok terhadap lapangan pekerjaan yang menurun sehingga terjadi PHK massal, matinya pertanian tembakau lokal, berkembangnya penjualan rokok ilegal dan penyebaran informasi keliru serta berbagai riset yang sering belum diuji kebenarannya," ungkapnya.

YLKI menilai ada bukti empiris rokok berdampak buruk bagi konsumennya dan rokok murah memicu konsumsi rokok. Pada 2015, Kementerian Kesehatan mencatat kerugian yang disebabkan akibat konsumsi rokok mencapai Rp600 triliun. Ini berarti hampir empat kali lipat dari cukai rokok yang masuk di tahun yang sama. Karenanya, dia menilai kenaikan tarif cukai adalah win-win solution, sambil mencegah berkembangnya perokok di kalangan rentan, negara juga diuntungkan karena pendapatan meningkat.

Foto: Antaranews.com

"Kami mendukung pemerintah untuk menolak tekanan industri dan segera mengesahkan PMK-nya dan ke depan bukan hanya cukai dan harga rokok dinaikkan secara signifikan, tetapi juga mengaktifkan kembali roadmap simplifikasi cukai sehingga hasilnya akan maksimal,” tegas Tulus.

Sementara itu, dari sisi produsen, tak bisa dimungkiri pula bahwa rokok memiliki sumbangsih bagi perekonomian negara dan sebagian orang mengatungkan hidupnya pada industri produk tembakau itu.

Pada 2018, penerimaan CHT sebesar Rp152,9 triliun atau berkontribusi sebesar 95,8% dari total pendapatan cukai yang sebesar Rp159,6 triliun. Angka penerimaan CHT pada 2018 meningkat 3,5% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp147,7 triliun.

Data Kementerian Perindustrian mencatat, total tenaga kerja yang diserap oleh sektor industri rokok sebanyak 5,98  juta  orang, terdiri dari 4,28  juta  adalah  pekerja di sektor  manufaktur dan distribusi, serta sisanya 1,7 juta bekerja di sektor perkebunan.

Pada tahun 2018, nilai ekspor rokok dan cerutu mencapai US$931,6 juta atau meningkat 2,98 persen dibanding 2017 sebesar US$904,7 juta.

BACA JUGA: Cek HUKUM, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.



Berita Terkait