Super-Holding BUMN: Jangan Cuma Wacana | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: Kata Data

Super-Holding BUMN: Jangan Cuma Wacana

Ceknricek.com -- Ide super holding bagi BUMN mulai menggelinding seiring kian optimismenya Joko Widodo memenangkan kompetisi pilpres. Sejumlah analis menganggap sudah saatnya Indonesia menata BUMN dengan benar. Nantinya super holding itu akan menjadi imam bagi seluruh BUMN. Itu juga bermakna kementerian BUMN tak perlu ada lagi. Super holding akan mengemban misi baru sebagai strategic holding dengan mengembalikan fungsi operating kepada anak perusahaan.

Sumber: Tempo

Ekonom yang menganggap positif ide super holding antara lain adalah Sunarsip. Kepala Ekonom The Indonesia Economic Intelligence (IEI) ini berpendapat ide ini sudah diapungkan sejak kementerian BUMN terbentuk, yaitu pada 1999. Pembentukan super holding BUMN telah diwacanakan dalam Master Plan BUMN 1999 era Menteri BUMN Tanri Abeng. Ide tersebut kembali dituangkan oleh Menteri BUMN Sugiharto dan Menteri BUMN Sofjan Djalil di era 2005-2009.

"Namun belum ada satu pun presiden yang memiliki komitmen kuat untuk mewujudkan terbentuknya super holding BUMN," katanya.

Sejauh ini, pembentukan holding BUMN biasanya merujuk pada model super-holding BUMN yang telah dijalankan Temasek Singapura, Khazanah Malaysia, SASAC China dan Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW) Jerman.

Dalam konteks Indonesia, super holding BUMN akan membawahi berbagai sub-holding di antaranya Holding BUMN tambang, perkebunan, perpupukan, perbankan, keuangan, dan lainnya.

Konglomerasi Orde Baru

Joko Tri Haryanto dalam tulisannya berjudul “Super Holding BUMN” di Sindo Weekly menganggap wacana super holding BUMN sejatinya memang bukan hal yang baru. Strategi konglomerasi yang dibentuk Presiden Soeharto di era Orde Baru pada awalnya merupakan terjemahan sederhana dari super holding itu.

Sumber: Sindo

Sayangnya, menurut Joko, ide tersebut sia-sia karena sifat korporasi yang terbentuk cuma sekadar mengejar rente, lebih menjadi “pedagang” daripada “industriawan”, mengutamakan “manajemen lobi” daripada menjadi profesional. Akibatnya, bangunan konglomerasi porak-poranda seiring datangnya badai krisis moneter di akhir runtuhnya rezim Orde Baru.

Di sisi lain, rumusan yang sama justru terimplementasi dengan baik di Jepang. Hal utama yang membedakan, konglomerasi di Negara Sakura didukung oleh ribuan UMKM sebagai mitra bisnis utamanya, sementara konglomerasi Indonesia justru menggurita dari hulu sampai hilir.

Padahal, kemitraan yang adil dan persaingan bisnis secara alami adalah kunci suksesnya konsep holding ini. Fenomena keberhasilan ini kemudian dilabeli Japan Incorporated (Japan Inc). Japan Inc. dilaksanakan melalui praktik Keiretsu yang dimotori The Big Six (Mitsubishi, Mitsui, Dai-chi, Kangyo, Sumitomo, Sanwa, dan Fuyo).

Dalam segala bentuk operasional bisnis, mereka mendasarkan kepada sinergi dengan semua kelompok usaha, mulai dari pengadaan bahan baku hingga pemasaran, distribusi, dan transportasi.

Hubungan kerja sama tersebut akhirnya mampu memberdayakan ribuan perusahaan Jepang di berbagai sektor. Aktivitas Keiretsu dikoordinasikan oleh sogo sosha yang bergerak sebagai trading house. Empat besar sogo sosha, yaitu Mitsubishi, Mitsui, Itochu, dan Sumitomo tumbuh menjadi perusahaan dengan omzet terbesar di dunia.

Belajar dari kesuksesan Japan Inc., pemerintah di awal reformasi sempat secara serius menelisik peluang mendirikan BUMN Incorporated (BUMN Inc.) di Indonesia. Sayangnya, hingga kini, naskah akademik yang disusun masih setia menjadi konsep di atas kertas.

Kultur Birokrasi vs Korporasi

Nah, untuk itu ada beberapa catatan agar ke depan super holding bisa berjalan dengan baik. Pertama, hendaknya BUMN tidak ditempatkan sebagai bagian dari pemerintah (part of government).

Sumber: Suara Merdeka

Selain perbedaan kultur birokrasi versus korporasi, menempatkan BUMN sebagai part of government, mau tidak mau membuka peluang terjadinya politisasi BUMN, menjadikan BUMN hanya sebagai alatnya pemerintah. Padahal, tujuan dibentuknya BUMN adalah sebagai badan usaha yang berorientasi pada keuntungan, sekalipun tidak mengabaikan peran sebagai agen pembangunan.

Kedua, independensi dalam pengelolaan BUMN adalah mutlak. Selama ini, keberadaan BUMN telah diatur secara khusus (lex spesialis) melalui Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN. Namun, sifat kekhususan ini tidak berpengaruh banyak terhadap independensi pengelolaan BUMN.

Dalam banyak kasus, perlakuan terhadap BUMN, khususnya terhadap BUMN berbentuk persero masih seperti layaknya institusi pemerintah. “Pengalaman saya ketika menyaksikan berbagai rapat antara DPR dengan pemerintah maupun dengan BUMN, seringkali anggota DPR terlalu masuk mencampuri urusan kebijakan internal BUMN. Bahkan, dalam beberapa kasus, DPR juga ikut menentukan keputusan internal BUMN," ujar Sunarsip.

Oleh karena itu, jika ingin BUMN berkinerja lebih baik dan mampu menjadi perusahaan kelas global, sudah saatnya dilakukan moratorium atas intervensi politik dengan membatasi masuknya unsur politik di BUMN.

"Kuncinya adalah bila super holding BUMN terbentuk maka super holding BUMN ini harus diberikan mandat sebagai pengelola BUMN yang independen untuk menjalankan roda pengelolaan BUMN secara profesional dan bebas dari intervensi politik," tegasnya.

Berkaca Pada Negara Lain

Selama ini pengelolaan BUMN Indonesia memang berbeda dengan negara lainnya macam Singapura, Malaysia, dan China. 

Di Singapura, pemerintah mendirikan Temasek pada 1974. Temasek adalah perusahaan pengelola investasi yang independen dan profesional yang mengelola aset-asetnya untuk tujuan komersial. Tujuan pendirian Temasek memaksimalkan keuntungan sekaligus menggantikan peran Kementerian Keuangan yang sebelumnya menjadi pengelola aset dan penentu kebijakan investasi BUMN.

Temasek. Sumber: Fintech Singapore

Pembentukan Temasek, merupakan komitmen pemegang saham atas investasi yang telah ditanamkan untuk dikelola secara komersial. Dengan demikian, jadi jelas peran pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan regulasi di pasar. Dengan dibentuknya Temasek maka peran Menteri Keuangan hanya sebagai pemegang saham saja.

Temasek mampu mendongkrak Singapura menjadi salah satu negara terkaya di dunia meski tidak memiliki kekayaan sumber daya alam  secara memadai. Dalam operasionalnya, kedua holding tersebut langsung berada di bawah Perdana Menteri serta di luar ranah birokrasi.

Di Malaysia, pemerintah Malaysia mendirikan Khazanah Nasional pada 1993. Khazanah merupakan investment holding milik pemerintah Malaysia yang diamanahkan untuk mengelola aset-aset komersial milik pemerintah dan melakukan investasi strategis. Selain itu, Khazanah juga berperan membangun industri strategis di Malaysia.

Khazanah Nasional. Sumber: Deal Street Asia

Adapun di China, meski tak mirip dengan Singapura, pemerintah Negeri Tirai Bambu itu membentuk membentuk State-owned Assets Supervision and Administration Commission of the State Council (SASAC) pada Maret 2003.

Pembentukan SASAC bertujuan demi menjamin bahwa reformasi BUMN di Negeri Panda ini akan dipimpin oleh suatu institusi yang diberi wewenang menegakkan hak pemegang saham.

Peran penting SASAC adalah mempercepat transformasi korporatisasi BUMN dan membangun mekanisme check and balance antara pemilik dan manajemen guna menciptakan pengelolaan perusahaan yang lebih efektif.

Saat ini, SASAC membawahi sekitar 102 BUMN, turun dratis dibanding di 2008 yang mencapai 150 BUMN. Penurunan jumlah BUMN ini disebabkan oleh restrukturisasi yang dilakukan SASAC antara lain melalui merger akuisisi. Pada umumnya, dari 102 BUMN tersebut juga merupakan holding company yang membawahi banyak perusahaan.

Salah satu bukti bahwa pemerintah China memberikan independensi yang kuat kepada SASAC adalah pada awal berdirinya, SASAC diberi mandat mengelola portofolio BUMN tanpa terikat harus menyetorkan dana hasil dividen ataupun privatisasi BUMN kepada pemerintah. SASAC diberikan kewenangan untuk menggunakan dana hasil dividen ataupun privatisasi BUMN untuk kepentingan diinvestasikan kembali.

Esensi pembentukan super holding BUMN adalah independensi pengelolaan BUMN. Model pengelolaan BUMN dengan menempatkan institusi pengelola BUMN sebagai bagian pemerintah terbukti kurang efektif mewujudkan independensi pengelolaan BUMN yang profesional.

Menempatkan institusi pengelola BUMN (dalam hal ini kementerian BUMN) menjadi bagian dari pemerintah, secara tidak langsung telah menjadikan BUMN sebagai institusi birokrasi dan pemerintah bukan sebagai institusi bisnis.

Kondisi inilah yang akhirnya membuka peluang bagi siapa saja yang mengaku stakeholders BUMN untuk melakukan intervensi terhadap BUMN. Karenanya, sudah saatnya institusi pengelola BUMN ditata ulang dengan mengacu pada best practices.

Meski demikian, semuanya butuh proses dan pembentukan super holding BUMN ini tampaknya tidak dapat diselesaikan dalam satu atau dua tahun ke depan. Kendati demikian, prosesnya harus dimulai dari sekarang.

Kementerian BUMN pun telah memulai inisiatif ini melalui serangkaian pembentukan beberapa subholding BUMN. Termasuk pula, berbagai perangkat peraturan perundang-undangan yang terkait dengan BUMN juga perlu dilihat kembali.

Sumber: Istimewa

Lebih penting lagi, mengubah BUMN dari ranah birokrasi menjadi korporasi membuat publik dapat ikut mengawasi sekaligus mengedepankan praktik bisnis secara profesional. Pada muaranya, pola independensi ini akan meningkatkan kapasitas BUMN dalam menjalankan tugas pelayanan kepada masyarakat.

Kegagalan konglomerasi di era Orde Baru menjadi pelajaran terpenting penyusunan peta jalan. Disadari sepenuhnya bahwa paradigma bisnis dalam super holding BUMN harus didasarkan kepada etika dan praktik bisnis yang sehat dan kompetitif. Institusi tersebut juga menjadi bentuk “penyatuan seluruh bisnis masyarakat, baik yang bergerak di sektor publik, privat maupun nirlaba” sebagai visi bersama yang akan membawa bangsa dan negara Indonesia menjadi salah satu kekuatan dunia.

Dua alasan yang mendasari argumen pembentukan SH-BUMN. Pertama, terkait dengan tujuan pembentukan Indonesia Incorporated (Indonesia Inc.). Super-Holding BUMN diyakini mampu mengakselerasi percepatan terciptanya Indonesia Inc. Ketika dipadukan dengan milestone pembangunan dalam RPJMN, kekuatan yang dihasilkan diharapkan mampu membawa negara ini mencapai tujuan kesejahteraan masyarakat.



Berita Terkait