Ceknricek.com -- Setiap penulis, termasuk wartawan terkadang menemukan momen dimana mereka kesulitan untuk menulis akibat "miskin inspirasi" alias writer's block. Meski demikian, istilah writer's block itu tidak ada dalam kamus dua penyair kawakan tanah air, Joko Pinurbo dan Sapardi Djoko Damono.
"Saya sendiri tidak percaya dengan seorang pengarang mengalami kemampatan untuk menulis. Seperti inspirasi adalah hal-hal mistis saja. Saya percaya itu masalah niat, soal malas atau tidak," kata Joko Pinurbo saat ditemui Ceknricek.com di kawasan Matraman, Jakarta, Minggu (26/1).
Penyair yang akrab disapa Jokpin ini mencontohkan proses penulisan bukunya yang terakhir, Perjamuan Khong Guan. Jokpin menganggap penulisan karyanya yang terakhir ini terbilang cepat dan lancar. Dirinya bisa menulis hingga 20 puisi hanya dalam dua bulan untuk bagian dari bukunya itu.
"Memang saya termasuk lancar dalam menulis puisi di serial Khong Guan ini. Sekali saya mulai menulis saya ingat berbagai hal. Saya ingat bapak saya suka menikmati biskuit Khong Guan sambil minum teh, lalu dicelupkan, jadi saya ingat kenangan masa kecil lalu mengalir kemana-mana," ucap Jokpin.
Baca Juga: 'Perjamuan Khong Guan', Sekaleng Puisi Penuh Makna
Buku ini sendiri terdiri dari empat bagian atau yang dinamakan kaleng. Total, terdapat sekitar 80 puisi yang membahas berbagai masalah, mulai masalah identitas bangsa, nasionalisme, toleransi, hubungan dengan orang tua, hingga keagamaan.
"Tugas penyair itu menemukan metafora yang bisa mengakomodasi kegelisahan yang kita rasakan saat ini. Saya menemukan tema itu mengkristal dalam simbol kaleng Khong Guan," ujarnya.
Thomas Rizal/Ceknricek.com
Pernyataan Jokpin terkait writer's block diamini oleh guru besar Sastra Indonesia, Sapardi Djoko Damono. Dirinya sendiri mengaku pernah selama tujuh tahun absen dalam menulis, namun bukan karena mengalami writer's block melainkan karena kesibukannya sebagai akademisi.
"Saya saat itu menjadi dekan dan banyak kerjaan yang membuat saya tidak sempat menulis. Tapi menulis soal kedisiplinan saja, kalau mau menulis ya menulis saja. Tidak ada istilahnya itu writer's block. Kalau sudah niat, mau panjang atau pendek itu tidak soal," ucap Sapardi.
Pujangga kelahiran Surakarta, 20 Maret 1940 itu juga mengatakan bahwa seorang penulis itu tidak boleh dibatasi oleh ketentuan-ketentuan yang justru menghambat kreativitas si penulis. Malahan, menurutnya sastra itu sebaiknya dibebaskan, termasuk penggunaan kalimat yang tidak harus baku dan permainan bunyi serta kata-kata.
"Setiap penulis caranya berbeda-beda. Misalnya Anda wartawan, peristiwanya sama tapi beritanya bisa berbeda-beda. Sastra apalagi, itu terkait caranya menulis. Keajaiban puisi itu multi interpretasi. Tulisan mengajarkan kita kebebasan tafsir," ujar Sapardi.
Thomas Rizal/Ceknricek.com
Beberapa karya Sapardi sendiri telah mengalami prose alih wahana ke seni-seni lainnya. Misalnya puisi Aku Ingin yang dimusikalisasi oleh Ags Arya Dipayana dan Hujan Bulan Juni oleh Umar Muslim. Bahkan Hujan Bulan Juni juga telah diadaptasi menjadi sebuah film di tahun 2017.
Sapardi mengaku tidak mempersoalkan proses alih wahana itu. Malahan, dirinya mengaku hal itu sangat baik untuk para sastrawan agar karya-karya mereka terus dikenang dan dikenal pembaca di generasi berikutnya.
"Saya justru terima kasih dengan yang sudah membuat puisi saya menjadi lagu, itu sangat membantu kita karena seorang sastrawan itu hanya akan dikenang melalui karyanya. Jadi keberhasilan penyair itu bukan soal banyaknya meluncurkan buku, tetapi sebagaimana karyanya terus dikenang," kata Sapardi menjelaskan.
BACA JUGA: Cek BUKU & LITERATUR, Berita Terkini Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini