Tuan Guru, Sosok Besar Penanda Ingatan Indonesia di Afrika Selatan | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: VOV FM

Tuan Guru, Sosok Besar Penanda Ingatan Indonesia di Afrika Selatan

Ceknricek.com -- "Peluncuran buku ini memiliki arti penting tidak hanya untuk Afrika Selatan, tetapi juga untuk Indonesia. Secara tidak langsung, buku ini adalah manifestasi nyata dari hubungan sejarah yang kuat antara kedua negara. Saya berharap pustaka ini akan semakin memperkaya ingatan publik atas pentingnya hubungan antara Indonesia dan Afrika Selatan."

 Kalimat di atas disampaikan Dubes RI di Pretoria, Salman Al Farisi, saat peluncuran buku “From the Spice Islands to Cape Town: The Life and Times of Tuan Guru,” 17 Maret lalu.

Menurut Dubes Salman, Tuan Guru, sosok yang diabadikan dalam buku tersebut adalah ulama keturunan Indonesia yang mendakwahkan Islam di Afrika Selatan. "Tuan Guru lahir di Tidore pada tahun 1712 dan meninggal di Cape Town pada tahun 1807 dalam usia 95 tahun," ujarnya.

Sumber : Kemlu

Tuan Guru tiba di Cape Town dengan kapal VOC, Zeepard, pada 1780 ketika berusia 68 tahun. Belanda mengirimnya ke Cape Town untuk menghalangi interaksinya dengan Inggris, musuh bebuyutan Belanda pada era kolonialisme.

Dalam pengasingannya, Tuan Guru mendirikan madrasah pertama di Afrika Selatan pada 1793. Tak lama setelah itu ia membangun masjid pertama di Afrika Selatan, “Masjid ul-Awwal ”. Tuan Guru yang seorang Hafiz Quran, menuliskan kembali Al Quran dari hafalannya saat di penjara di Pulau Robben.

Sumber : ciiradio.com

"Ulama besar ini juga menulis karya lain "Ma'rifat wal Iman wal Islam" (Pengetahuan Iman dan Agama) setebal 613 halaman, yang menjadi panduan Muslim di Cape Town untuk belajar Islam," kata Dubes Salman.

Dubes Salman mengatakan, Tuan Guru sangat dihormati sebagai sosok besar di Afrika Selatan. Bersama dia, para pendatang muslim telah menjadi bagian dari perjuangan nasional Afrika Selatan dari belenggu kolonialisme.

"Ada nama-nama terhormat tahanan politik kolonialisme seperti Tuan Guru, Syekh Yusuf, Hadjie Matarim, dan lainnya yang menjadi simbol perjuangan melawan kesewenang-wenangan Belanda dan Inggris," terang Dubes Salman.


Dubes Salman mengapresiasi penulis buku secara artikulatif menyelami kembali hidup dan kontribusi Tuan Guru bagi Afrika Selatan. Ia meyakini bahwa buku ini akan memperkaya pengetahuan kedua bangsa.

Peluncuran buku ini dilakukan Lembaga Waqaf Afrika Selatan, AWQAF SA. Sebagai Lembaga wakaf nasional Afsel yang berupaya untuk memberdayakan umat, penerbitan buku ini adalah bagian dari proyek The Awqaf’s Leaders and Legacies Project yang bertujuan merawat ingatan atas tokoh-tokoh besar pemimpin umat.

Penulis buku Shafiq Morton adalah seorang jurnalis foto, editor, dan presenter radio/TV yang telah memiliki pengalaman puluhan tahun dan memenangkan berbagai penghargaan. Penulis sebelumnya telah meliput berbagai topik seperti kampanye anti-apartheid, pembebasan Nelson Mandela, dan pemilihan umum Afrika Selatan 1994. 

Tahun 2008, Morton memenangkan Penghargaan Vodacom National Award pada kategori media komunitas dan penghargaan regional pada tahun 2010. Karya-karya penulis sebelumnya termasuk Notebooks from Makkah and Madinah (a Saudi Arabian travelogue),Surfing behind the WallMy Palestinian Journey, dan A Mercy to All.



Berita Terkait