Waswas Harga Minyak Mentah Dunia | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Sumber: Finroll.com

Waswas Harga Minyak Mentah Dunia

Ceknricek.com -- Harga minyak global tersulut ke level di atas US$70 per barel dipicu oleh perseteruan terbaru antara Iran dan Amerika Serikat. Iran marah setelah militer AS melancarkan serangan udara di Baghdad, Irak, yang menewaskan Mayor Jenderal Qassem Soleimani, Komandan Pasukan Elite Quds Iran, pada 3 Januari lalu. 

Pasar merespon perseteruan ini dengan naiknya harga minyak mentah dunia. "Harga minyak bisa melambung tinggi, bisa ke level di atas US$100 per barel," kata Head of Research Division PT BNI Sekuritas, Damhuri Nasution, seperti dikutip Bisnis, Senin (6/1). 

Damhuri bisa berkata begitu, soalnya 30% minyak dunia mengalir melalui Selat Hormuz, yang memisahkan Iran dengan Uni Emirat Arab. Serangan AS tersebut berpotensi mengundang Iran menutup Selat Hormuz dan membuat 30% pasokan minyak dunia menjadi terhenti. Bila itu terjadi, "pasti akan memaksa harga minyak dunia melambung tinggi dan bisa berujung pada resesi ekonomi dunia".

Waswas Harga Minyak Mentah Dunia
Caption

Baca Juga: Iran Bertekad Amankan Selat Hormuz

"Pasar minyak selalu mengasumsikan yang terburuk, jadi banyak risiko umum yang telah diperhitungkan,” tutur Jaafar Al Taie, Managing Director Manaar Group di Abu Dhabi. “Harga minyak di level US$70 per barel sudah mengasumsikan skenario terburuk dan kami melihatnya bertahan di titik itu,” lanjutnya. 

Melambungnya harga minyak dunia jelas akan berdampak langsung terhadap harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri. Setidaknya untuk BBM yang tidak bersubsidi. Harga BBM naik berdampak pada kenaikan inflasi. Dampak lainnya yaitu melebarnya defisit neraca dagang. Makna berikutnya itu berarti tekanan kepada nilai tukar rupiah. 

Masih Mengalir

Gambaran kondisi pasca serangan AS itu memang belum sampai seperti itu. Banyak pihak meyakini kenaikan harga minyak hanya sesaat saja. Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak mentah acuan global Brent untuk kontrak Maret 2020 naik 31 sen dan ditutup di level US$68,91 per barel di ICE Futures Europe Exchange, setelah berakhir melonjak 3,55% di posisi 68,60 pada perdagangan Jumat 3 Januari 2020.

Pada hari yang sama, harga minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Februari 2020 berakhir menguat 22 sen di level US$63,27 per barel di New York Mercantile Exchange, setelah ditutup melonjak 3,06 persen di level 63,05. Minyak Brent sempat mencapai level US$70 per barel di London pada Senin (6/1) ketika Departemen Luar Negeri AS memperingatkan "risiko tinggi" serangan rudal di dekat fasilitas energi di Arab Saudi.

Waswas Harga Minyak Mentah Dunia
Jeff Currie, Sumber: Bloomberg

Fakta lainnya, pasca serangan udara AS di Irak pada Jumat (3/1) pasokan minyak masih mengalir dari Teluk Persia. “Pedagang mengendurkan rally (minyak) karena saat ini tetap tersedia barel di pasar,” ujar Rebecca Babin, pedagang ekuitas senior di CIBC Private Wealth Management, seperti dilansir dari Bloomberg.

Goldman Sachs Inc., pada Senin (6/1) juga memproyeksikan, harga minyak Brent yang telah melonjak 6% berisiko condong ke situasi negatif dalam beberapa pekan mendatang, bila tak ada gangguan besar terhadap pasokan minyak global. “Setiap pembalasan oleh Iran (kepada AS) akan menargetkan aset-aset terkait produksi minyak,” kata analis Goldman Jeff Currie seperti dilansir Bloomberg. 

Berbeda

Kondisi harga minyak saat ini memang tidak seperti tahun 2003, saat Perang Teluk II, ketika AS menginvasi Irak untuk menjatuhkan Saddam Husein. Di hari pertama pertempuran, harga minyak mentah di AS melonjak tajam mencapai US$10 per barel.

Harga minyak pada waktu-waktu selanjutnya naik turun bak roller coaster. Bahkan dalam situasi perang itu, dalam beberapa menit harga minyak langsung turun lebih dari US$20 per barel setelah sebelumnya naik tajam.

Hanya saja, kondisi seperti itu tak terjadi pada saat ini. Bahkan ada yang memprediksi, andai pun sampai terjadi perang AS-Iran sekalipun, harga minyak takkan terguncang. Kondisi itu bisa menilik peristiwa serangan drone pada fasilitas minyak milik Arab Saudi pada September lalu. Harga minyak relatif tidak bergerak tajam.

Waswas Harga Minyak Mentah Dunia
Sumber: Detik.com

Menurut Goldman, ini telah menunjukkan bahwa pasar memiliki fleksibilitas pasokan yang signifikan. “Hanya ada kenaikan moderat dari level saat ini, bahkan jika serangan terhadap aset minyak benar-benar terjadi,” kata bank tersebut.

Selepas serangan pada 14 September 2019 itu, harga minyak mencatatkan kenaikan harian hampir 20%. Namun setelah itu harga berangsur-angsur mereda, karena Saudi dengan cepat memulihkan produksinya.

Menurut Michael Widmer, seorang pakar komoditas di Bank of America, salah satu penyebabnya, lantaran AS sudah memiliki cadangan minyak dan gas yang cukup, baik dari ladang minyak sendiri maupun negara lain di luar Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC), sehingga tak lagi terlalu bergantung pada negara-negara Timur Tengah.

Baca Juga: Harga Minyak Anjlok, Investor Pantau Perdagangan Global

Selain itu, OPEC yang dulu jadi pengendali harga minyak, saat ini tak lagi memiliki pengaruh sebesar dulu. Kekurangan pasokan minyak, malah direspon dengan peningkatan produksi minyak negara non-OPEC. 

"Sekarang ketika OPEC memangkas jumlah produksinya, itu malah membuat lebih banyak ruang bernapas bagi negara lain untuk menambah jumlah (minyak) mereka," kata Widmer. Dulu, OPEC memproduksi setengah dari kebutuhan minyak dunia, saat ini produksinya telah merosot tak sampai sepertiganya.

Kepala Riset Marketing Wood Mackenzie, Alan Gelder, merinci dalam Perang Teluk yang dimulai tahun 1990, minyak datang dari dua tempat. Pertama disuplai dari OPEC, kedua minyak yang diproduksi negara di luar OPEC yang produksinya mahal dan berisiko tinggi seperti di Laut Utara.

Waswas Harga Minyak Mentah Dunia
Alan Gelder, Sumber: Woodmac.com

Beberapa dekade lalu, mencari dan mengebor minyak di kedalaman laut memerlukan biaya tinggi. Sekarang teknologi yang semakin berkembang di dunia perminyakan, membuat produksi di kedalaman laut yang sulit sekalipun bisa dilakukan dengan ongkos murah. Ini membuat pemain minyak semakin banyak, yang di sisi lain mengurangi pengaruh OPEC. 

Selain itu, saat ini informasi persediaan minyak juga jauh lebih transparan dibanding puluhan tahun lalu. Harga sangat dipengaruhi oleh sentimen pasar. Ketika fasilitas minyak Arab Saudi diserang September lalu, citra satelit dari kapal yang dengan jelas menunjukkan pelabuhan dan pabrik mulai beroperasi dan kembali mengekspor minyak dengan cepat. Informasi itu juga cepat beredar di kalangan trader. "Bertahun-tahun yang lalu, orang-orang akan dengan panik memanggil satu sama lain, mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi," katanya.

Fluktuasi

Kondisi harga minyak mentah saat ini rasa-rasanya akan seperti tahun lalu. Fluktuasi harga minyak dunia sejak awal 2019 sudah cukup signifikan. Berdasarkan harga minyak dalam OPEC, pada awal 2018, harga minyak mentah mencapai US$52 per barel dan sempat mencapai titik tertinggi pada akhir April, mencapai US$74 per barel.

Ada beberapa peristiwa yang memengaruhi pergerakan harga minyak sepanjang tahun lalu. Pertama, penyerangan tanker minyak perusahaan minyak Aramco milik Arab Saudi. Lalu, penurunan produksi minyak Rusia akibat adanya kontaminasi pipa Druzhba. Ketiga, kebijakan AS memberikan sanksi kepada Iran, dan kekacauan di Venezuela dan Libya. Seperti diketahui, Arab Saudi, Rusia, Iran, Venezuela dan Libya merupakan empat anggota utama OPEC.

Setelah stabil di kisaran angka US$70 per barel hingga akhir Mei 2019, harga minyak bergerak turun dan stabil di sekitar angka US$60-US$65 per barel hingga akhir Oktober. Hingga akhir 2019, harga minyak dunia masih dalam range harga tersebut. Kini harga mendekati US$70 per barel.

Waswas Harga Minyak Mentah Dunia
Sumber: Refinitiv

Baca Juga: Harga Minyak Turun, Setelah Trump Desak OPEC Tingkatkan Produksi

Pada akhir tahun lalu, OPEC memprediksi permintaan minyak di seluruh dunia akan meningkat 1,08 juta barel per hari, lebih rendah 60.000 barel per hari dari perkiraan sebelumnya dan mengindikasikan pasar akan surplus.

Pada tahun ini, permintaan minyak justru diperkirakan cenderung melemah sebagai dampak perang dagang AS-China dan Brexit. Menurut Reuter, OPEC menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun 2020 menjadi 3,1% dari 3,2%.

Sebagai pengingat saja, OPEC, Rusia dan produsen lain sejak 1 Januari tahun lalu telah menerapkan kesepakatan untuk memangkas produksi sebesar 1,2 juta barel per hari. Kelompok yang dikenal sebagai OPEC+ ini pada Juli 2019 baru saja memperbarui pakta sampai Maret 2020.

Permintaan minyak mentah OPEC rata-rata akan sebesar 29,40 juta barel per hari pada tahun 2020, turun 1,2 juta barel per hari dari tahun 2019. 

Mencermati kondisi terkini, kekhawatiran harga minyak mentah bakal melambung tinggi seperti yang terjadi pada 2003 rasa-rasanya agak berlebihan. Boleh jadi ini pula yang diyakini PT Pertamina pada saat ini sehingga BUMN itu berani menurunkan harga sejumlah BBM non-subsidi beberapa waktu lalu.

BACA JUGA: Cek POLITIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini


Editor: Farid R Iskandar


Berita Terkait