Oleh Redaksi Ceknricek.com
12/30/2019, 10:29 WIB
Ceknricek.com -- Negara rupanya punya utang kepada Muhammadiyah. Jumlahnya tak tanggung-tanggung, mencapai Rp1,3 triliun. Utang tersebut berupa tanggungan BPJS di seluruh rumah sakit milik Muhammadiyah.
Informasi itu disampaikan Ketua Dewan Pertimbangan MUI Prof Din Syamsuddin ketika memberi ceramah dalam acara Milad ke-61 Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dan Launching Count Down Menuju Muktamar di Solo, di Sport Center UMS Kampus II, Surakarta, Sabtu (28/12).
Meski begitu Din menegaskan, Persyarikatan tidak menagih utang itu dengan menggebu karena Muhammadiyah selalu berusaha memberi yang terbaik.
”Sebagai ketua ranting, saya amati, para pengurus PP (pimpinan pusat) atau Pimpinan Wilayah Muhammadiyah tidak menggebu menagih utang itu. Tapi itulah sifat Muhammadiyah. Selalu memberi dan melayani, tidak meminta-minta apalagi mengemis,” ujarnya.
Din menegaskan, Muhammadiyah memang harus memberikan sumbangsih untuk Indonesia, karena organisasi berlambang matahari ini telah menyepakati negara Pancasila sebagai darul ahdi wa syahadah. Dengan demikian, Muhammadiyah harus berkorban untuk Indonesia. Persyarikatan harus bisa menjadi kekuatan yang bermanfaat bagi negeri ini.
Baca Juga: Din Syamsuddin di New York: Krisis Lingkungan Hidup adalah Krisis Moral
Menurut Din Syamsuddin, Muhammadiyah dan Indonesia bagaikan saudara kembar. Seperti matahari dan bumi yang saling membutuhkan. ”Tidak ada bumi tanpa matahari. Sebaliknya, matahari diciptakan untuk menyinari bumi,” ujar Din seperti dikutip hajinews.
Begitu pula antara Muhammadiyah dan pemerintah harus saling membutuhkan. Muhammadiyah membutuhkan pemerintah untuk melangsungkan dakwah pencerahan.
Ketua Umum PP Muhammadiyah tahun 2005-2015 itu memaparkan, untuk bisa menyinari Indonesia, Muhammadiyah harus menerapkan ajaran wasathiyah Islam. Ajaran ini memiliki tujuh ciri.
Pertama, berlaku adil terhadap diri sendiri, keluarga, dan masyarakat luas.
Kedua, menegakkan keseimbangan. ”Bukan hanya keseimbangan non-fisik dan fisik, atau sosial dan individu saja. Tetapi keseimbangan secara menyeluruh,” terangnya.
Ketiga, toleransi. Manusia itu majemuk. Maka adanya perbedaan tidak bisa dielakkan. Untuk itu dibutuhkan kesediaan saling menerima perbedaan itu.
Keempat, memiliki kecenderungan musyawarah. ”Ulama luar negeri pernah memuji Islam Indonesia karena suka musyawarah. Tidak berpegang teguh dengan pendapat sendiri,” tutur Din.
Kelima, melakukan perbaikan, kemaslahatan atau amal saleh.
Keenam, melakukan kepeloporan. Tidak diam, berhenti, atau bahkan menunggu.
Ciri terakhir, berkewarganegaraan. ”Harus menjadi pemahaman bersama bahwa kewarganegaraan menjadi keperluan dalam negara bangsa. Dalam hal ini, Ibrahim As bisa menjadi contoh. Karena dia bisa menghargai dan menerima negara bangsa,” katanya lagi.
Din berharap, ajaran wasathiyah Islam ini menyatu dalam kepribadian Muhammadiyah. Yakni berdasar Alquran dan Assunnah.
”Mari bertoleransi. Mari gemar bermusyawarah. Seperti yang diajarkan dalam Surat Ali Imran 103. Intinya adalah persaudaraan dan Persatuan. Saya juga berharap agar kita bisa melakukan kepeloporan. Dengan demikian Muhammadiyah akan memajukan Indonesia dan mencerahkan bangsa,” pungkasnya.
BACA JUGA: Cek HEADLINE Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini