Ceknricek.com--Akhirnya dikukuhkan bahwa pada hakikatnya tidak terlalu sulit untuk menghalau pasukan negara adhi-kuasa Amerika Serikat dari bumi asing yang didudukinya. Ketika bala tentara Amerika Serikat terbirit-birit melarikan diri dari Vietnam dalam tahun 1975, ada yang sampai pertengahan Agustus 2021 masih menganggap bahwa itu hanya suatu kebetulan.
Namun ketika pasukan Taliban di Afghanistan dalam hanya 11 hari mampu menguasaai negara itu (dengan jatuhnya ibukota Kabul dan hengkangnya Presiden Ashraf Ghani) maka umumnya umat manusia yakin bahwa memang pada hakikatnya tidaklah terlalu sulit untuk menghalau keberadaan bala tentara Amerika dari sebuah negara lain, asalkan ada kemauan yang kuat dan tekad yang tangguh.
Sebenarnya yang “dihalau” Taliban dari Afghanistan bukan hanya pasukan Amerika Serikat yang sering dicitrakan dalam film-film Hollywood begitu saktinya (Rambo, The Green Beret, American Sniper), melainkan juga pasukan-pasukan sekutu Amerika lainnya, termasuk dari Australia. Sebagaimana diketahui, antara Australia dan Afghanistan sudah sejak lama ada jalinan hubungan yang muhibbah.
Ketika dalam tahun 1860 Australia ingin membuka jalur hubungan dari selatan ke utara dan sebaliknya, melalui gurun berat di Australia Tengah, maka mereka mendatangkan ribuan pawang unta dari Afghanistan yang ternyata memang cekatan, tangguh dan “professional”. Dan setelah merampungkan tugas para pawang tersebut mudik ke negeri asalnya.
Begitu juga kaum yang oleh Australia disebut sebagai “Macassan” dari Sulawei, yang datang ke Australia untuk membeli trepang yang sangat disukai oleh bangsa Tionghoa. Dan kaum Macassan tersebut tidak pernah tertarik untuk menetap di Australia. Kunjungan mereka hanyalah jual-beli murni dengan kaum pribumi Australia, Aborijini.
Menghadapi bala tentara sekutu yang di atas kertas terkesan sangat ampuh, “gerilya” Taliban berpegang teguh pada keyakinan bahwa “Kamu (pasukan Amerika cs) punya alat penunjuk waktu (jam tangan atau jam kantung atau jam dinding), sedangkan kami punya waktu. Kami lahir di sini (Afghanistan) dan kami tidak akan kemana-mana, dan kami akan mati di sini.”
Nampaknya Taliban sangat menyadari dan meyakini bahwa siapa pun anasir asing yang coba-coba masuk dan menguasai Afghanistan, lambat laun akan angkat kaki, bahkan lari malam, menanggung aib luar biasa yang bukan saja akan dikenang anak cucu mereka melainkan juga umat manusia dan sejarah.
Sudah sejak lama Amerika Serikat cs diperingatkan bahwa “waktu berada di pihak Taliban”. Meski Amerika Serikat menghabiskan sekitar 2 triliun dolar di Afghanistan, melampaui dari jumlah yang mereka hibahkan untuk pembangunan kembali Eropah pasca Perang Dunia II (lewat Rencana Marshall), namun segala dana sebesar itu ternyata sia-sia, laksana garam masuk ke laut.
Dan ketika Amerika beserta sekutu-sekutunya memang pada akhirnya akan angkat kaki dari Afghanistan, maka, dan ini barangkali bisa menjadi semacam penghibur hati yang lara bagi Amerika, itu bukanlah untuk pertama kali kekuatan militer asing lainnya juga pernah menanggungkan aib besar seperti itu.
Bukan saja Inggris yang begitu terkenal dengan siasat “gun boat diplomasinya” pernah harus hengkang dari Afghanistan setelah melancarkan peperangan antara tahun 1839 dan 1842, melainkan juga, Uni Sovyet yang pernah merupakan salah satu dari dua adhidaya dunia (Amerika adhidaya lainnya) juga pernah terbirit-birit dari Afghanistan.
Bangsa Afghan memang terdiri atas unsur-unsur petarung. Mungkin karena itu banyak pihak asing yang geram atau sekadar ingin tahu dan membuktikan sendiri apakah manusia Afghan yang suka membangun desa atau rumah mirip benteng – disebut qalat – memang payah dijinakkan. Ini dikarenakan Afghanistan memang sering sekali harus menghadapi serbuan dari luar, pada hal wujud dari wilayahnya begitu keras – gunung-gunung terjal dan berhiaskan karang-karang tajam.
Sejarah meriwayatkan betapa sulitnya menduduki dan memerintah negeri ini. Sejarah menyebutkan bahwa Afghanistan mula dikenal dalam tahun 500 Sebelum Era Kristiani (BCE), sebagai bagian dari Imperium/Kerajaan/Kesultanan Persia (nama yang diberi oleh Yunani yang kini kita kenal sebagai Iran). Ada bagian Afghanistan yang sebelumnya merupakan bagian dari Kerajaan Kuno Gandhara (India), yang kini merupakan bagian dari Pakistan.
Bahasa Pashto berasal dari bahasa Iran Timur kuno. Diriwayatkan bahwa ketika bangsa Arab sedang jaya-jayanya di abad ke-8, mereka pernah mengerahkan 20-ribu laskar untuk menaklukkan Kandahar. Hanya 5.000 yang berhasil kembali ke pangkalan. Diperlukan waktu 200 tahun sebelum bangsa Afghan bersyahadat.
Ketika bangsa Mongol tiba di Afghanistan dalam tahun 1221, mereka dihadang kekuatan setempat dan seorang cucu lelaki Genghis Khan tewas. Saking marahnya pihak Mongol menghabisi hampir semua penduduk asli di Lembah Bamiyan, dan kini sebagian besar suku Hazara yang berdiam di Lembah tersebut adalah keturunan Mongol.
Kaisar Mughal pertama, Zahiruddin Muhammad Babur, sempat menguasai Kabul selama 20 tahun sebelum menaklukkan India. (Dikatakan Mughal juga berarti “mereka” yang dikhitan – Muslim). Baik Inggris, kemudian Rusia, dan kini Amerika, menyadari bahwa meski wilayah Afghanistan dapat ditaklukkan, namun itu hanya untuk sementara. Mereka dapat dikalahkan, namun hampir mustahil dapat ditaklukkan untuk selama-lamanya.
Bangsa Afghanistan tidak punya tempat lain untuk mereka pindah ke sana dan mereka mampu bertarung selagi hayat dikandung badan. Kini mereka menjelma sebagai Taliban – yang arti harfiahnya adalah MURID!. Wallahu a'lam.
Editor: Ariful Hakim