Aksi Kamisan ke-600 Bukti Pemerintah Tidak Serius Menangani Kasus HAM? | Cek&Ricek wardah-colorink-your-day
Foto: Tyo/Ceknricek.com

Aksi Kamisan ke-600 Bukti Pemerintah Tidak Serius Menangani Kasus HAM?

Ceknricek.com -- Ratusan orang berkumpul di seberang Istana Negara, Jakarta, Kamis (5/9). Anak-anak muda, laki-laki, perempuan paruh baya, aktivis, mahasiswa hadir dalam balutan pakaian yang didominasi warna hitam. Simbol perkabungan dalam Aksi Kamisan.

Udara cukup panas sore itu. Angin sesekali memainkan rambut keperakan perempuan berkacamata. Maria Catarina Sumarsih, ibunda Bernadius Realino Norma Irawan atau Wawan, salah satu korban tragedi Semanggi I, menyampaikan orasi di tengah kerumumunan masa.

“Hidup korban! Jangan diam! Lawan!," pekikan Maria Sumarsih bersahutan dengan para peserta aksi.

Foto: Ashar/Ceknricek.com

Bagaimana ingatan dibentuk? Adakah ingatan bisa menjadi energi tersendiri untuk melawan kekuasaan?

Waktu terus bergerak, di tengah rutinitas dan kelancungan politik, ingatan mengendap, kadang hilang dan sesekali muncul kembali tanpa disadari, atau terus ada karena dirawat.

Milan Kundera, seorang sastrawan agung dari Ceko pernah berucap dalam bukunya, The Book of Laughter and Forgetting (Kitab Lupa Gelak Tawa), lewat tokoh utamanya, Mirek. “Perjuangan manusia melawan kekuasaaan adalah perjuangan melawan lupa!”.

Foto: Ashar/Ceknricek.com

Perjuangan Maria Sumarsih selama 600 kali Kamisan digelar, setiap pekan, di depan Istana Negara adalah salah satu upaya untuk terus merawat ingatan dan mengingatkan bahwa sesungguhnya kekerasan dan pelanggaran HAM di Indonesia cenderung dilupakan, dan tidak diusut secara tuntas oleh yang berwenang.

Baca Juga: Menkopolhukam Jawab Tuduhan Pelanggaran HAM di Papua

Maria Sumarsih tidak sendirian. Aksi yang sebelumnya sempat terhenti karena tinggal tersisa tiga orang peserta saja, kemudian mendapat respons dari anak-anak muda yang peduli terhadap kasus pelanggaran HAM di Indonesia. Mereka turut berempati, turun ke jalan menggunakan payung dan pakaian serba hitam menyuarakan ketidakadilan.

Praktik Impunitas

Aksi Kamisan digelar pertama kali digelar pada 9 Januari 2007 untuk mengingatkan pemerintah agar segera menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM. Termasuk tragedi Talangsari 1989, Kasus Trisakti, Semanggi I dan II, Pembunuhan Munir, Marsinah, dan yang lainnya.

Foto: Ashar/Ceknricek.com

Aksi yang diinisiasi Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK), Jaringan Relawan Kemanusiaan (JRK), serta Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) itu, saat ini sudah memasuki tahun ke-12. Lalu mengapa dalam waktu yang begitu lama ini kasus tersebut belum dapat juga diselesaikan?

JSKK mengungkapkan, praktik impunitas menjadi penghalang paling utama dalam penuntasan kasus pelanggaran HAM berat. Ketidakmampuan politik (political unwillingness) yang dijewantahkan dengan dipilihnya terduga pelanggar HAM menjabat dalam jabatan publik yang strategis semakin mengukuhkan bahwa pelanggaran HAM tidak pernah diprioritaskan oleh negara untuk diselesaikan.

"Sebagai presiden, semestinya gejolak di Papua ini menjadi tonggak Bapak Presiden Jokowi untuk memperbaiki bangsa ini. Untuk memperbaiki kemanusiaan di Indonesia yang sudah 74 tahun merdeka," ujar Maria Sumarsih di depan Istana Negara, Jakarta.

Foto: Ashar/Ceknricek.com

"Pengalaman Timor Timur lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia mestinya menjadi cermin Jokowi untuk mengambil sikap bahwa kasus pelanggaran HAM berat perlu diselesaikan," lanjut perempuan berusia 52 tahun itu.

Selama 12 tahun, Maria Sumarsih tak pernah berhenti mengingatkan dengan aksi diamnya di depan Istana negara. Ia yang pada sore itu ditemani oleh Suciwati (Istri Alm. Munir), Bvitri Susanti, sejumlah musisi, aktivis, mahasiswa dan anak-anak muda terus menagih janji pemerintah untuk segera menuntaskan kasus HAM.

Foto: Ashar/Ceknricek.com

Dari orang-orang yang masih terus berdiri di depan Istana Negara setiap Kamisan ini, kita sepertinya harus belajar tentang arti keberanian, perjuangan, dan konsistensi dalam merawat ingatan dengan gigih, untuk menghormati kemanusiaan, serta menegaskan sila Pancasila yang ke-2: Kemanusiaan yang adil dan beradab.

BACA JUGA: Cek Berita AKTIVITAS PRESIDEN, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.  



Berita Terkait