Ceknricek.com -- Alkisah, cinta adalah buta.
Ungkapan kuno ini kemudian dihiasi oleh pujangga Inggris berkaliber luar biasa, William Shakespeare dalam karyanya “Saudagar dari Venesia”, dengan tambahan “dan mereka yang asyik ma’syuk (yang sedang bercinta-cintaan) tidak sadar akan kecerobohan-kecerobohan yang mereka lakukan”.
Dan dalam kasus kepala pemerintah daerah Negara Bagian New South Wales (NSW) Australia, Gladys Berejiklian, adalah cinta yang membutakan dirinya hingga kini menghadapi berbagai tantangan yang niscaya akan mencoreti citranya yang selama ini, khusus dalam penanganan pemda NSW terhadap COVID-19, diacungi jempol banyak kalangan.
Gladys jatuh cinta pada lelaki yang “salah”. Lelaki tersebut adalah (kini mantan) anggota DPRD tercela Negara Bagian NSW bernama Daryl Maquire. Gladys memang bukanlah perempuan yang terlalu rupawan, namun Daryl Maguire bukan saja sangat kurang dalam faktor penampilan namun juga sangat cacat dalam sikap jujur.
Tapi itulah, cinta konon adalah buta.
Kedua manusia ini, Gladys dan Daryl, sempat menjadi asyik-ma’syuk, selama lima tahun. Sejak kapan? Wallahu a’lam. Ketika tampil dalam pemeriksaan Komisi Mandiri Anti Korupsi (ICAC) Negara Bagian NSW, Daryl ditanya kapan jalinan asmaranya mulai terajut dengan perempuan yang kemudian menjadi kepala pemda NSW itu.
“Kapan hubungan asmara anda mulai terjalin dengan Gladys?”
“Lupa,” jawab Daryl.
“Sekitar 2013 kah?”
“Ya”.
Daryl Maguire kemudian mengemukakann bahwa mungkin juga 2014 atau 2015.
Ibarat habis manis sepah dibuang. Banyak yang kasihan pada Gladys karena terlibat dalam hubungan intim dengan seseorang yang dianggap begitu cacat akhlaq karena sempat berdaya upaya gigih memanfaatkan kedudukannya
sebagai wakil rakyat untuk memfasilitasi banyak urusan di luar bidang tugasnya, alias memanfaatkan kedudukannya bukan untuk kepentingan rakyat banyak, melainkan demi uncangnya sendiri.
Misalnya, Daryl menghadapi sinyaliran telah berperi laku korup karena berusaha mempengaruhi pegawai negeri terkait demi memajukan kepentingan kliennya. Ia juga dituding ikut berperan dalam mendorong pemberian visa masuk ke Australia untuk orang-orang asing tertentu, dan dalam tahun 2018 ia dipaksa mengundurkan diri sebagai anggota DPRD NSW gara-gara tindakan korup yang
dilakukannya, meski hubungannya dengan kepala pemda NSW Nona Gladys Berejiklian tetap utuh.
Namun demikian, banyak tokoh, seperti Perdana Menteri Australia Scott Morrison dan mantan Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull membela Gladys Berejiklian. Gladys sendiri bersiteguh bahwa “saya selamanya bertindak demi kepentingan terbaik negara bagian ini. Seandainya saya mengetahui ada kesalahan yang dilakukan kapan saja, maka niscaya saya tidak akan segan-segan untuk bertindak, dan saya telah bertindak tegas dan segera apabila diperlukan,
dan saya akan mengakui kekhilafan kalau memang telah tertjadi, namun saya yakin bahwa saya tidak pernah menyimpang dalam pelaksanaan tugas.”
Dan Gladys juga menandaskan tetap menjaga jarak antara tugas resminya sebagai kepala pemerintah negara bagian dan kehidupan pribadinya. Dalam rekaman telefon antara dirinya dan pacarnya waktu itu, Gladys sempat mengatakan “jangan beri tahu saya tentang hal itu," ketika Daryl mengungkapkan bahwa dia sedang berusaha menjalin kerjasama dengan sebuah perusahaan Cina yang dikatakannya akan memperbaiki keadaan keuangannya.
Memang Gladys tidak/belum dituding telah melakukan sesuatu yang salah sebagai kepala pemda NSW, namun ia harus mengakui masih meneruskan jalinan hubungan intim itu meski harus memecat Daryl dalam tahun 2018.
Berulang kali Gladys mengatakan pacarnya itu tidak pernah memperoleh perlakuan istimewa dari dirinya dan bahwa pendekatan Daryl terhadap pejabat-pejabat pemerintah mendapat penolakan.
Pimpinan Oposisi dalam DPRD NSW mengatakan, “Gladys berhak untuk menjalin hubungan, dan ini harus dibela. Namun yang jadi perkara adalah kenyataan bahwa Gladys tidak bertindak (ketika mengetahui pacarnya itu melakukan langkah-langkah yang tidak senonoh)."
Kata mantan Perdana Menteri Malcolm Turnbull, kekhilafan Gladys adalah jatuh cinta pada lelaki yang salah; sementara Perdana Menteri Scott Morrison mengatakan “Kita hanyalah manusia, khusus dalam bidang-bidang hubungan pribadi yang intim.”
Bahkan tokoh-tokoh Partai Buruh Federal yang beroposisi dalam DPR pusat (Gladys adalah tokoh Partai Liberal tingkat Negara Bagian) membela Gladys dengan mengatakan hubungan intim antara Gladys dan Daryl adalah hubungan antara dua orang dewasa yang sama-sama mau (tanpa paksaan), dan bahwa hubungan intim tersebut adalah sesuatu yang “manusiawiah.”
Sungguh, cinta memang buta dan membuat yang bercinta pun jadi buta.
Termasuk kisah cinta atau sekadar hubungan intim antara seorang lelaki – dalam hal ini seseorang yang pernah menjadi Menteri Luar Negeri Australia dan Deputi Partai Buruh parlementer tingkat federal Gareth Evans – dan seorang perempuan yang sempat menjadi pemimpin Partai Demokrat yang kemudian, kata berbagai sumber, loncat ke Partai Buruh, Cheryl Kernot, setelah tertawan
hatinya oleh tokoh Partai Buruh itu.
Partai Demokrat dibentuk oleh seorang politisi Australia yang menjelaskan alasannya mengadakan partai baru di Australia waktu itu adalah demi “memastikan agar para anak haram itu (wakil rakyat) tetap jujur.”
Konon kata yang empunya cerita, motivasi Gareth Evans untuk menjalin hubungan dengan Cheryl Kernot adalah demi membujuknya supaya pindah partai.
Hubungan intim yang dirahasiakan ini berlangsung selama lima tahun.
Itulah cinta atau nafsu atau barangkali naluri politik. Namun kisah cinta paling dahsyat barangkali adalah yang terjalin antara Raja Edward VIII dari
Inggris dengan seorang perempuan Amerika yang sudah dua kali menjanda, Wallis Simpson.
Edward yang dinobatkan awal tahun 1936 tidak sampai setahun kemudian bersedia dan rela melepaskan takhta kerajaan tempatnya bersinggasana demi cintanya pada Wallis Simpson, yang waktu itu sempat didesas-desuskan berselingkuh dengan seorang penjual mobil bekas, meski “resminya” dia adalah pacar Raja Inggris.
Berbagai pihak, termasuk Perdana Menteri Inggris waktu itu dikatakan mencoba membujuk agar Raja Edward VIII jangan menikahi seorang janda, antara lain karena menurut ketentuan Gereja Anglikan, seseorang yang pernah bercerai tidak dapat menikah lagi dengan upacara gerejawi, sementara ketentuan di Inggris mewajibkan pernikahan seorang raja atau ratu haruslah di gereja.
Raja Edward VIII mengatakan ia tidak akan dapat melaksanakan tugasnya sebagai raja tanpa didampingi perempuan yang dicintainya. Demi seorang janda yang dicintainya Raja Edward VIII mengorbankan mahkota kerajaannya. Tidak banyak lelaki yang dapat mengatakan kepada isterinya “Aku melepaskan takhta kerajaan demi engkau!”. Wallahu a’lam.
Mereka akhirnya hidup dalam pengasingan sampai maut, maaf kemangkatan, memisahkan mereka. Itulah cinta yang buta.
Baca juga: William Shakespeare, Man of Drama
Baca juga: Di Australia Ada Pemda Bikin UU OMNIBUS