Bapak Presiden Menunggu di Istana | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Sumber: Istimewa

Bapak Presiden Menunggu di Istana

Catatan Redaksi

“Cepat jenderal. Bapak presiden menunggu di istana,”teriak seorang anggota pasukan pengawal presiden, Tjakrabirawa, pada tiap jenderal yang hendak diculiknya. Begitulah yang tergambar secara visual di film G30S/PKI. Dari pandangan mata awam, tentu ini janggal. Maksudnya, apakah benar Bung Karno yang memanggil para jenderal itu? Kalau tidak,apakah bisa dikategorikan, Bung Karno juga difitnah oleh anggota pasukan Tjakrabirawa?

Kenapa?

Zaman itu,teknologi telepon kabel sudah ada. Jika memang penting, tentu ajudan Bung Karno akan menelepon para jenderal. Atau setidaknya, akan mendatangi rumah para jenderal satu persatu,sambil ngopi dan udud, menyampaikan hajat Bung Karno untuk ketemu.Inilah mungkin yang mendasari salah satu jenderal yang sempat menyuruh istrinya menelepon Jenderal Yani. Dia heran.

Kemudian, saat sang istri hendak menelepon, pasukan Tjakrabirawa langsung membetot pesawat telepon. Kabel putus. Sang jenderal pun langsung menyimpulkan,kalau ia telah difitnah. Tapi ada juga jenderal yang langsung ikut,dengan masih memakai piyama, tanpa menaruh rasa curiga. Setidaknya, ia merasa yakin, jika ucapan pasukan Tjakra itu benar, kalau ia memang dipanggil presiden.

Tentu Arifin C Noer, sang sutradara film G30S/PKI, sudah meriset dengan cermat, apa yang dikatakan pasukan Tjakra, saat membawa para jenderal. Apalagi film ini dibuat selama dua tahun. Hanya saja, jika benar Bung Karno jadi alasan para jenderal untuk menghadap, apakah Arifin juga ingin mengatakan kalau Bung Karno tahu penculikan ini bakal terjadi. Ini ditambah ucapan Bung Karno, saat dilapori semua jenderal telah terbunuh, dalam sebuah rapat.

“Wajar dalam sebuah revolusi,”kata Bung Karno,pendek.

Memang, hingga Soeharto jatuh, tidak jelas benar peran Bung Besar dalam peristiwa kelam ini. Soeharto lebih memilih ‘penyelesaian’ secara Jawa, yaitu mikul duwur mendem jero –mengubur semua kesalahan Bung Karno, dan mengangkat tinggi-tinggi jasanya. Meski sampai nafas terakhirnya keluar, Bung Karno menjalani tahanan rumah di Wisma Yaso, tanpa pengobatan memadai penyakitnya dan tidak boleh dijenguk keluarganya. Bung Karno tidak diadili,tapi ‘disika’ lahir batin.

Sebelum peristiwa G30 S/PKI meletus, Bung Karno memang jadi pembela utama DN Aidit dan teman-temannya. Hampir semua parpol yang jadi lawan politik PKI dibubarkan oleh Bung Karno. Bahkan saat DN Aidit tertangkap dan hendak dihadiahi timah panas di pinggir sumur kering, DN Aidit dengan galak minta dipertemukan dengan Bung Karno. Tapi, Kolonel Jasir Hadibroto yang disuruh Jenderal Soeharto untuk “menyelesaikan” Aidit, tidak menggubrisnya.

“Kalau saya pertemukan dengan Bung Karno,dia bisa ngeles. Kalau bebas, bahaya,”kata Jasir.

Sekian puluh tahun peristiwa ini berlalu, sekian versi kebenaran G30S/PKI bermunculan. Para mantan tahanan politik PKI, usai bebas, ngeles sana sini. Bahkan menuduh Soeharto sebagai dalang. Dalam Mahkamah Militer Luar Biasa yang digelar TNI, isu Dewan Jenderal yang dihembuskan para dedengkot PKI, memang tidak memiliki bukti kuat. Hanya desas desus, dan itu pun yang menyebarkan Sjam Kamaruzaman, Kepala Biro Khusus PKI. Bukti rekaman rapat yang konon didengar, ternyata rapat lain. Tidak terkait rencana Dewan Jenderal yang akan kudeta.

Pertanyaan lain,jika Bung Karno katakanlah diduga terlibat, kenapa ia menyuruh menghentikan gerakan, ketika Brigjen Soeparjo melaporkan kelompoknya sudah menculik para jenderal yang dicap Kabir (Kapiltalis Birokrat). Inilah titik tolak hancurnya kekuatan PKI. Soeparjo yang kental dengan pengalaman bertempur langsung lemas. Sekitar 60 anggota Tjakrabirawa yang dipakai Letkol Untung untuk menculik, akhirnya seperti anak ayam kehilangan induk. Berpencaran melarikan diri.

Bung Karno jatuh,diikuti caci masyarakat Indonesia. Petualangan politik para elit ini mengorbankan nyawa rakyat dalam jumlah massif. Prajurit berpangkat rendahan yang terhasut Kolonel Untung, dengan dalih mematuhi perintah komandan,harus berakhir didepan regu tembak. Rakyat miskin anggota Nahdlatul Ulama saling baku hantam dengan rakyat miskin simpatisan PKI. Diduga hampir setengah juta anggota PKI mati konyol (data ini masih simpang siur).

Gugurnya sejumlah jenderal AD dalam waktu semalam memang jadi tamparan menyakitkan Angkatan Darat. Mereka bukan dikirim menghadap bapak presiden,seperti kata pasukan Tjakra, tapi dikirim menghadap Tuhan. Sayang, Arifin tidak membuat scene, bagaimana reaksi Bung Karno katakanlah saat dilapori jika para jenderal itu dibawa dengan alasan menghadap dirinya. Dari sini mungkin bisa sedikit lebih terang sejauh mana Bung Karno mengetahui peristiwa itu, lewat jawaban yang keluar dari mulutnya. Sayang memang…

BACA JUGA: Cek POLITIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini

 

 

 



Berita Terkait