Bayang-bayang Muram Industri Otomotif | Cek&Ricek wardah-colorink-your-day
Sumber: Kompas

Bayang-bayang Muram Industri Otomotif

Ceknricek.com -- Secara global, industri otomotif di bawah bayang-bayang kebangkrutan. Gelombang pemutusan kerja sepihak (PHK) mengancam sektor ini. Penyebabnya banyak. Bisa karena sulitnya perekonomian, penjualan melemah, tergerusnya laba, hingga tren beralih ke mobil listrik. Faktor berkembangnya bisnis digital ride hailing atau ride sharing macam transportasi online turut menjadi pemicu.

Belum lama ini, South China Morning Post melaporkan akan ada 80.000 pekerja di industri otomotif yang terancam kehilangan pekerjaan dalam beberapa tahun ke depan. Sepanjang tahun ini saja, berbagai perusahaan mobil dunia juga telah melakukan pemangkasan jumlah karyawannya. General Motors (GM) merumahkan 14.000 karyawan, Ford Motor (12.000), dan Nissan Motor akan memangkas 12.500 karyawannya hingga 2023.

Sumber: Inilah.com

Alasan mereka mengurangi pekerja adalah untuk melakukan lebih banyak penghematan dalam biaya operasi perusahaan. Industri otomotif telah banyak merugi sepanjang 2019 ini akibat perang dagang yang sudah berlangsung lama antara berbagai negara dunia, terutama AS dengan China.

Perang Dagang

Kondisi global tersebut juga terjadi di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi nasional diprediksi akan berada di bawah target yang ditetapkan dalam APBN 2020 yang sebesar 5,3%. Bank Dunia memperkirakan  pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal merosot ke bawah 5% di tahun  mendatang. Penyebab utamanya adalah ketidakpastian ekonomi global akibat perang dagang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda.

Baca Juga: Otomotif: Giliran Korea yang Ekspansif

Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi China akan semakin melambat pada tahun 2020. Dalam laporan World Economic Outlook, IMF mengatakan ekonomi China bisa tumbuh hanya 5,8% tahun depan. Angka itu lebih rendah dibanding  proyeksi pertumbuhan China di tahun ini yang sebesar 6,1%.  Pada kuartal III kemarin ekonomi China “baru” tumbuh sekitar 6%.

Sumber: Sindo

Penurunan ekonomi China jelas akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional. Bank Dunia menyatakan, penurunan pertumbuhan ekonomi China sebesar 0,1% akan berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,3%. Bank Dunia menyarankan agar pemerintah fokus pada upaya menggenjot penanaman modal asing langsung ketimbang menurunkan defisit transaksi berjalan.

Ketika pertumbuhan ekonomi nasional di tahun 2020 terganggu maka akan memberikan efek domino, salah satunya tingkat daya beli konsumen. Kemampuan daya beli konsumen yang rendah akan membuat masyarakat berpikir dua kali untuk membeli mobil, yang notabene bukan kebutuhan primer.

Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat, penjualan mobil domestik dari Januari hingga Oktober 2019 mencapai 849.609 unit, atau turun 11,75% dibandingkan periode sama tahun lalu yang mencapai 962.834 unit.

Baca Juga: Otomotif: Lesu di Dalam, Gairah ke Luar

Penjualan PT Astra International Tbk. (ASII) yang merupakan pemegang pangsa pasar kendaraan terbesar juga mengalami penurunan (year on year). Sepanjang Januari-Oktober 2019, Astra menjual 447.538 unit, atau turun 7,62% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Dari sisi penjualan secara bulanan, penjualan mobil domestik per Oktober 2019 juga turun 9,47% menjadi 96.030 unit dibandingkan dengan Oktober 2018 yakni 106.079 unit.

Tahun ini, Gaikindo memprediksi penjualan mobil domestik hanya mencapai 1 juta unit. Angka tersebut sudah mengalami perubahan atau revisi dari target sebelumnya sebesar 1,1 juta unit. Guna mencapai target penjualan 1 juta unit, pelaku industri harus mampu menjual 150.391 unit selama sisa tahun ini.

Sumber: Antaranews

Jika penjualan hanya 1 juta unit saja, maka jelas kinerja itu lebih rendah dibanding tahun lalu yang 1.151.413 unit.

Transportasi Publik

Tahun depan, selain pertumbuhan ekonomi yang rendah, ada beberapa faktor lain yang bisa mengganjal pertumbuhan bisnis otomotif. Salah satunya adalah menggeliatnya transportasi publik, terutama di Jakarta. Adanya MRT, LRT, TransJakarta, dan juga Jaklingko membuat masyarakat mulai beralih dari kendaraan pribadi menuju transportasi umum.

Foto: Dok/ceknricek.com

Baca Juga: Chevrolet Pamit, KIA dan Hyundai Bangkit

Ya, pengguna transportasi publik terutama di Jakarta memang meningkat siginifikan. Itu bisa terlihat dari jumlah penumpang TransJakarta yang mencetak rekor baru. Pada pekan lalu TransJakarta mencapai puncaknya dengan 980 ribu penumpang per hari. PT TransJakarta memasang target menjadi 1 juta penumpang per hari tahun depan.

Sumber: Bisnis.com

Membaiknya transportasi publik di Jakarta dan banyaknya aturan yang memberatkan kendaraan pribadi, seperti ganjil-genap, membuat masyarakat kota itu menunda untuk membeli mobil. Padahal, kontribusi penjualan mobil di Jakarta, sebelumnya terbilang besar. Setelah membaiknya transportasi publik, penjualan mobil di Jakarta menjadi turun.

Membaiknya transportasi publik dan maraknya transpotasi ride sharing juga mengubah perilaku para milenial. Saat ini milenial kurang berminat untuk membeli mobil, sebab mereka lebih memilih aplikasi yang menawarkan ride sharing.

Padahal generasi milenial dipercaya akan membawa perubahan dan menjadi kekuatan ekonomi baru di Indonesia maupun dunia. Itu tak lepas dari jumlah generasi milenial yang akan terus bertambah banyak. Tiga tahun lalu, komposisi penduduk usia produktif 15-35 tahun mencapai 40% dari total jumlah penduduk Indonesia. Jumlah itu diperkirakan melonjak 50%-60% hingga tahun 2020 mendatang.

Lebih jauh lagi, gencarnya kampanye mobil listrik oleh pemerintah juga bisa mengganggu penjualan mobil di tahun depan. Kehadiran mobil listrik membuat masyarakat penasaran akan produk-produk yang akan dihadirkan. Akhirnya bisa orang menunda untuk membeli mobil yang sekarang ini.

Sumber: Istimewa

Lalu, apakah mobil listrik bisa mendongkrak penjualan mobil pada tahun depan? Rasa-rasanya belum. Soalnya, mobil listrik ini masih akan dihadapkan oleh banyak kendala. Salah satunya adalah ketersediaan stasiun pengisian listrik. Mobil listrik ini studinya sudah puluhan tahun dilakukan oleh masing-masing pabrikan. Kalau memang studi itu menunjukan bahwa mobil listrik murah dan mudah digunakan, tentu sudah masif jauh-jauh hari.

BACA JUGA: Cek BUKU & LITERATUR, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.



Berita Terkait