Ceknricek.com -- Jujur saja, sulit rasanya berharap ada penanganan secara adil atas kasus penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan. Sejak 7 Juli lalu, masa kerja Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) sudah berakhir. Dari penjelasan awal anggota tim tentang hasil investigasinya selama enam bulan itu rasa-rasanya tidak ada tanda-tanda bahwa kasus ini akan terungkap secara terang benderang.
Pada Selasa (9/7) lalu, tim sudah menyerahkan laporan hasil investigasi kepada Kapolri selaku pemberi mandat. Setelah itu, pihak TGPF dan Polri mengadakan konferensi pers bersama. Sayangnya, tidak ada sesuatu yang menarik dari penjelasan TGPF dan Polri pada konpres tersebut.

Foto : Kompas
Mereka hanya menjelaskan TGPF sudah memeriksa sejumlah tokoh, lalu sudah berjalan-jalan ke sejumlah daerah dalam rangka investigasi itu. Soal apa hasil investigasi, lalu siapa saja tokoh yang dimaksud, TGPF menjanjikan akan menyampaikan lebih lengkap pada pekan depan. Namun banyak pihak sudah pesimistis atas kerja tim bentukan kepolisian tersebut.
Hendardi bilang ada temuan menarik terkait investigasi kasus Novel Baswedan. Dibilang menarik, menurut Hendardi, karena Kapolri, Jenderal Tito Karnavian, merespon hasil kerja TGPF dengan penyataan, “ada progres yang baik, ada kemajuan, ada temuan-temuan baru”. Sekali lagi, soal seperti apa progres, kemajuan, dan temuan-temuan baru itu, masih perlu menunggu pekan depan.
Harapan agar TGPF mengungkap semua temuannya dengan jujur adalah harapan mereka yang mendamba keadilan bisa tegak di negeri ini. Begitu juga Novel. Bahkan dia juga mengingatkan kembali agar semua serangan kepada orang-orang KPK diungkap. "Ini bukan sekadar mau membalas orang yang berbuat tapi lebih dari itu setidaknya jangan sampai lagi terjadi ke depan. Karena tentunya menyerang begini adalah upaya untuk menggagalkan pemberantasan korupsi," ujarnya.
Permintaan Proteksi
Novel Baswedan disiram dengan air keras sepulang salat subuh di Masjid Al Ikhsan, kawasan Kelapa Gading, Jakarta Timur. Penyerang dua orang dengan mengendarai sepeda motor. Usai menyerang Novel, mereka kabur. Kendati sempat menghindar, cairan air keras tetap mengenai sebagian wajah Novel. Ia sempat dibawa ke rumah sakit Singapura untuk menjalani operasi mata. Namun mata sebelah Novel tak bisa diselamatkan.
Peristiwa itu terjadi pada 11 April 2017, pada saat KPK tengah menangani kasus korupsi KTP-el. Seminggu sebelum peristiwa itu terjadi, Novel sudah meminta proteksi bagi seluruh tim yang menangani penyidikan kasus tersebut kepada jajaran pemimpin KPK. Soalnya dalam dua pekan terakhir, Novel merasa selalu diikuti. Di lingkungan rumahnya, ada orang-orang yang tak dikenal mondar-mandir dan bertanya mengenai kegiatan rutinnya.

Foto : Jawapos
Pengintaian terhadap pria kelahiran Semarang, 22 Juni 1977, ini bukanlah sesuatu yang baru. Namun, pengintaian ini kali dirasakan berbeda. Jika sebelumnya hanya mengikuti dari jarak jauh dan memantau lokasi terakhirnya, akhir-akhir ini Novel dibuntuti mulai dari berangkat dan pulang kerja hingga kegiatannya ke masjid dan pengajian.
Novel sudah berusaha mengelabui berbagai pengintaian terhadap dirinya. Sebut saja contohnya mengubah waktu berangkat dan pulang kerja serta berganti-ganti moda transportasi ketika berangkat ke Kantor KPK. Namun, ia tak bisa mengubah satu kebiasaannya, yakni salat subuh berjamaah. Celah itu yang dimanfaatkan pelaku dan kebetulan Novel berjalan seorang diri. “Dia (pelaku) sudah nungguin dan tidak masuk ke masjid,” terang Direktur Advokasi Lembaga Bantuan Hukum Julius, seperti dikutip SindoWeekly 17 April 2017.

Foto : Suara.com
Julius mengatakan pihaknya sudah memperingatkan kemungkinan ada serangan balik kepada KPK. Penyebabnya adalah penyidikan dan persidangan kasus korupsi KTP-el yang menyebut nama-nama pesohor di negeri ini. Selain Novel, penyidik KPK lain yang kerap menerima teror adalah Afif Julian Miftah. Afif, Novel, dan sembilan penyidik lain merupakan anggota polisi yang memilih mengundurkan diri dari Trunojoyo.
Novel sebenarnya bisa saja dibunuh. Namun, penyuruh atau pelaku memilih hanya mencederai dengan tujuan Novel dijadikan patung peringatan. Sepertinya Novel dibiarkan hidup, tapi dengan kecacatan. Novel merupakan penyidik senior yang memiliki kapasitas manajemen penanganan kasus di atas rata-rata.
Sarapan Pagi
Kasus Novel tidak sendiri. Abraham Samad, mantan Ketua KPK, pernah menyebut teror kepada KPK sudah seperti sarapan pagi. Penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan disebutnya sebagai cara biadab untuk membungkam orang yang ingin memberantas korupsi.
Lebih jauh lagi, penyerangan terhadap Novel juga bukan sekali ini saja. Kisah Novel cukup panjang dan heroik. Sebagai penyidik senior, Novel kerap menangani kasus-kasus kakap, seperti korupsi Simulator SIM di Korlantas Polri dan suap reklamasi Teluk Jakarta.
Nama Novel mulai mencuat kala memimpin penggeledahan di Kantor Korlantas Polri pada akhir Juli 2012. Novel yang saat itu masih polisi aktif berpangkat komisaris polisi (kompol) dengan berani menghadapi upaya intervensi dari perwira seniornya dari Bareskrim Polri.
Foto : Beritasatu
Penggeledahan sempat terhenti sampai akhirnya berjalan kembali setelah Kabareskrim Komjen Sutarman bertemu dengan tiga petinggi KPK, Abraham, Busyro Muqoddas, dan Bambang Widjojanto. KPK sebelumnya telah menetapkan Kakorlantas Irjen Djoko Susilo sebagai tersangka. Djoko kemudian divonis bersalah dengan hukuman penjara selama 18 tahun dengan denda Rp32 miliar. Penyidikan ini sempat memicu ketegangan antara Trunojoyo dan Kuningan. Trunojoyo adalah alamat kantor Mabes Polri, sedangkan Kuningan markas KPK.
Jika kita telisik, serangan balik terhadap Novel dan KPK dimulai pada awal Oktober 2012. Sejumlah penyidik Polri dan Polda Bengkulu mendatangi Kantor KPK untuk menjemput Novel. Polda Bengkulu berdalih telah menetapkan Novel sebagai tersangka. Penyidik menggunakan kasus 2004 ketika Novel menjabat Kasatreskrim Polres Bengkulu. Saat itu, sepupu Anies Baswedan ini dan jajarannya menangkap kelompok pencuri sarang burung walet. Polisi menuduh Novel telah menembak salah seorang tersangka, Mulyadi, hingga meninggal dunia.
Kriminalisasi terhadap Novel ini rehat setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta proses hukum dihentikan karena waktunya tidak tepat. Namun, kasus ini kembali digunakan untuk membungkam Novel pada 2015 saat KPK menetapkan Kalemdikpol yang juga calon Kapolri, Komjen Budi Gunawan, sebagai tersangka. Ini kali, Polri lebih agresif dengan langsung menangkap Novel di rumahnya pada 1 Mei 2015. Beberapa jam kemudian, Novel diterbangkan ke Bengkulu untuk menjalani rekonstruksi. Kriminalisasi terhadap penyidik KPK ini berhenti setelah Kejaksaan Negeri Bengkulu mengeluarkan surat keterangan penghentian penuntutan pada 23 Februari 2016.

Foto : GoRiau
Selama menjadi penyidik KPK, Novel sudah tiga kali mengalami teror yang berupaya mencederai fisiknya. Menurut Julius Ibrani, Direktur Advokasi Lembaga Bantuan Hukum, Novel dua kali ditabrak pada 2012 dan satu kali diserempet mobil pada tahun lalu. “Momentumnya bersamaan dengan penyidikan kasus reklamasi,” ujar Julius suatu ketika.
Agus Rahardjo, Ketua KPK, menyebut bahwa serangan itu salah sasaran jika dikaitkan dengan penanganan perkara tersebut. “Penyidik bekerja atas perintah kami,” ungkapnya. Saut Situmorang, Wakil Ketua KPK, mengatakan ada empat motif penyerangan terhadap Novel, yakni uang, persoalan ideologi, kompromi, dan ego. Namun, Agus dan Saut tidak mau berprasangka buruk pada pihak manapun. “Kami serahkan kepada kepolisian,” ujarnya suatu ketika.
Namun soal dugaan keterlibatan seorang jenderal pernah diungkap Novel dalam sebuah wawancara kepada Time. Novel menduga ada "orang kuat" yang menjadi dalang serangan itu. Bahkan, dia mendapat informasi bahwa seorang jenderal polisi ikut terlibat.
Masih Spekulasi
Anggota TGPF, Hermawan Sulistyo menjelaskan, TGPF memeriksa beberapa perwira berpangkat jenderal bintang tiga dalam investigasinya. Pemeriksaan tersebut didasarkan pada hasil penyelidikan Polda Metro Jaya, Ombudsman, dan Komnas HAM.
Investigasi yang dilakukan TGPF bermodalkan penyelidikan polisi sebelumnya. Setelah itu, mereka melakukan reka ulang Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan mengembangkan para saksi hingga ke Ambon dan Malang.

Foto : Detik
TGPF mendalami motif-motif politik terkait kasus penyerangan terhadap Novel. Hendardi mengatakan, dari hasil investigasi itu ada dugaan bahwa kasus penyerangan Novel Baswedan berlatar belakang politik. Motif tersebut dapat muncul karena posisi Novel sebagai penyidik KPK. Hal itu juga menjadikan kasus tersebut merupakan salah satu kasus yang bergengsi atau high profile dan munculnya tekanan bagi Polri untuk mengungkapnya.
"Kami menyimpulkan dan memberikan rekomendasi-rekomendasi ke Pak Kapolri sebagai pemberi mandat kami. Nanti beliau tentu saja akan mempelajari apa yang kami sampaikan itu dan kemudian pada pekan depan diatur kami akan menyelenggarakan konpers," tutur Hendardi.
Pernyataan Hendardi ini memantik respon Novel Baswedan. Ia memberi kesan tidak puas dengan kerja TGPF. Novel berharap pihak TGPF tidak hanya berspekulasi. Tim ini diharapkan mampu mengungkap siapa pelaku lapangan karena hal tersebut penting untuk diketahui. "Mengungkap kejahatan jalanan begini haruslah dimulai dengan pelaku lapangannya,” ujar Novel. “Bukan spekulasi aktor intelektual pihak mana. Saya kira itu bukan investigasi ya, itu hanya rekaan atau dugaan-dugaan saja dan saya kira itu tidaklah tepat," tambahnya, Rabu (10/7).

Foto : Erabaru
Di sisi lain, Novel berharap kasus penyiraman air keras yang menimpanya tidak diperkeruh dengan spekulasi apapun termasuk politik. Novel berharap TGPF dapat betul-betul melakukan upaya pembuktian secara sungguh-sungguh sesuai dengan aturan yang berlaku. "Karena kalau hanya spekulasi dan pelakunya sekali lagi tidak dapat maka itu sia-sia," jelasnya.