Ceknricek.com -- Hari Natal telah berlalu, tepatnya Rabu (25/12) kemarin. Sekali lagi Ceknricek.com mengucapkan Selamat Natal kepada masyarakat yang merayakan. Berhubungan dengan Hari Natal, sebenarnya penetapan tanggal 25 Desember menjadi Hari Natal memiliki sejarahnya tersendiri.
Kata Christmas (Bahasa Inggris) berasal dari Bahasa Latin Cristes maesse atau yang berarti Mass of Christ atau Misa Kristus. Terkadang Christmas disingkat menjadi Xmas, dimana dalam bahasa Yunani, X adalah kata pertama dalam nama Kristus (Christos).
Menurut sejarahnya, tradisi Natal dilakukan oleh Gereja Kristen terdahulu untuk memperingati sukacita kehadiran Yesus Kristus Sang Juru Selamat (Mesias) di dunia. Bagi Umat Kristiani, Hari Raya Natal adalah hari raya umat untuk memperingati hari kelahiran Raja Damai, Yesus Kristus.
Sumber: Wikipedia
Secara perhitungan tahun (tarikh), sebenarnya tidak ada tanggal tepat hari lahir Kristus. Begitu pula dengan catatan-catatan di Alkitab, Injil Santo Lukas dan Santo Matius dalam Perjanjian Baru memang menceritakan peristiwa kelahiran Yesus, namun tidak diceritakan tanggal kejadian.
Jika dilihat dari latar waktu penulisan, maka Yesus lahir di zaman Kaisar Agustus (Lukas 2:1) yang memerintah Romawi pada 27 SM hingga 14 Masehi. Sementara dikisahkan bahwa ketika Yesus lahir, para gembala masih menjaga dombanya di padang rumput. (Lukas 2:8).
Menurut beberapa sejarawan, pada bulan Desember tidak mungkin para gembala masih bisa menjaga domba-dombanya di padang rumput, lantaran pada saat itu sudah musim dingin, sehingga tidak ada rumput yang tumbuh lagi.
Di sisi lain ada pendapat yang menyatakan meski musim dingin, domba-domba tetap tinggal di kandangnya di padang rumput dan tetap dijaga oleh gembala. Selain itu, sekalipun tidak ada rumput, padang rumput tetaplah disebut padang rumput, sehingga perkiraan bahwa Yesus lahir di bulan Desember masih menjadi bahan perdebatan di kalangan sejarawan.
Perayaan Natal sendiri tidak terlalu dirayakan pada era Gereja Perdana. Saat itu umat-umat Kristiani lebih fokus kepada kebangkitan Yesus. Sementara perayaan hari ulang tahun dianggap sebagai suatu kebiasaan kafir atau lebih ke arah raja duniawi, seperti Firaun dan Herodes yang merayakan hari ulang tahun mereka. Sementara Kristus adalah Raja Semesta.
Perayaan Natal baru dimulai pada sekitar tahun 200 M di Aleksandria atau yang kini menjadi Mesir. Seperti dikutip dari biblicalarchaeology.org, Klemens dari Aleksandria menulis, "Ada orang-orang yang telah menentukan tidak hanya tahun kelahiran Tuhan kita, tetapi juga hari; dan mereka mengatakan bahwa itu terjadi pada 28 Agustus, dan pada hari ke-25 Pachon (bulan Mesir atau sekitar 20 Mei). Lebih lanjut, yang lain mengatakan bahwa Dia dilahirkan pada tanggal 24 atau 25 dari Pharmuthi (bulan kedelapan kalender Mesir, sekitar April 20 atau 21)."
Surya Agung
Perayaan Natal pada 25 Desember sendiri baru dimulai pada tahun 221, oleh Sextus Julius Africanus, dan baru diterima secara luas pada abad ke-5. Sementara itu, terdapat berbagai perayaan keagamaan dalam masyarakat non-Kristen juga yang dilakukan pada bulan Desember.
Salah satunya adalah perayaan non-Kristen terhadap Dewa Matahari, Solar Invicti (Surya yang tak terkalahkan). Perayaan ini jatuh pada 25 Desember. Sementara di antara kaum Kristiani, Yesus Kristus sendiri adalah Sang Surya Agung (Maleakhi 4:2; Lukas 1:78; Kidung Agung 6:10). Hal ini yang membuat perayaan Natal dianggap "tradisi" budaya Pagan.
Sumber: Wikipedia
Perayaan Natal juga disebut-sebut berasal bersumber dari tradisi Romawi pra-Kristen. Agama Kristiani sendiri baru diterima oleh Kekaisaran Romawi sejak Konstantinus (280-337) yang memeluk agama Kristen. Atas dorongan dari kaisar Kaisar Romawi Kristen pertama inilah, Paus Julius I memutuskan pada tahun 350 bahwa kelahiran Yesus diperingati pada tanggal yang sama dengan tradisi Romawi.
Saat itu ditetapkan perayaan dewa pertanian (Saturnus) yang jatuh pada suatu pekan di bulan Desember dengan puncak peringatannya pada hari titik balik musim dingin (winter solstice) yang jatuh pada tanggal 25 Desember dalam kalender Julian. Hal ini dilakukan agar orang-orang Romawi dapat menganut agama Kristen tanpa meninggalkan tradisi mereka sendiri.
Sumber: Wikipedia
Di luar dari tradisi Pagan dan Romawi, sebenarnya ada naskah Kitab Suci yang mendukung bahwa kelahiran Yesus terjadi pada 25 Desember. Hal tersebut tercatat di Kitab Hagai (2:19-20).
"Perhatikanlah mulai dari hari ini dan selanjutnya--mulai dari hari yang kedua puluh empat bulan kesembilan. Mulai dari hari diletakkannya dasar bait TUHAN perhatikanlah apakah benih masih tinggal tersimpan dalam lumbung, dan apakah pohon anggur dan pohon ara, pohon delima dan pohon zaitun belum berbuah? Mulai dari hari ini Aku akan memberi berkat!"
Adapun tanggal 24 bulan ke-9 (Kislew) dalam kalender Yahudi jatuh sekitar tanggal 25 Desember dalam kalender Gregorian. Kitab ini sendiri merupakan Nubuat dari Nabi Hagai dan penulisan kitab ini ditaksir terjadi pada tahun 520 SM.
Kesepakatan Bersama
Sementara umat Katolik, umat terbesar di Agama Kristiani (sekitar 1,3 miliar dari 1,9 miliar pemeluk Kristiani) meneruskan tanggal 25 Desember sebagai Hari Natal, beberapa aliran Kristen lainnya tidak merayakan tradisi Natal karena dianggap berasal dari tradisi Pagan dan kafir Romawi. Mereka ialah Gereja Yesus Sejati, Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, kaum Yahudi Mesianik, juga Saksi-Saksi Yehuwa yang tidak merayakan Natal.
Gereja Ortodoks Timur seperti di Rusia lebih fokus kepada mukjizat pemunculan Allah dalam rupa manusia (kelahiran) atau pesta Epifania (pesta Pemunculan Tuhan) pada tanggal 6 Januari. Kemunculan Yesus sendiri dimaksudkan ketika Yesus diperkenalkan sebagai Anak Allah, yakni ketika dibaptis di sungai Yordan.
Sumber: Wikipedia
Pada akhirnya, agama Kristen pada umumnya sepakat untuk menetapkan Hari Natal jatuh setiap tanggal 25 Desember dalam Kalender Gregorian. Hal ini didasari atas kesadaran bahwa penetapan hari raya liturgis lain seperti Paskah dan Jumat Agung tidak didapat dengan pendekatan tanggal pasti, namun hanya berupa penyelenggaraan kembali acara-acara tersebut dalam satu tahun liturgi.
Berapapun tanggal dan hari perayaannya, semangat Natal sejatinya bukan mementingkan ketepatan tanggalnya, melainkan esensi atau inti dari setiap peringatan itu untuk dapat diwujudkan dari hari ke hari. Bahwa Sang Kristus lahir sebagai manusia, dan kehadiran-Nya untuk membawa sukacita kepada umat manusia di dunia.
Perayaan Natal sendiri sempat berperan dalam kontroversi Arian abad keempat. Setelah kontroversi ini berlangsung, perayaan liburan ini menurun selama beberapa abad. Pesta itu kembali terkenal pada tahun 800 ketika Charlemagne dimahkotai kaisar pada Hari Natal.
Baca Juga: Hari Raya Natal, Siapakah Sebenarnya Sinterklas ?
Selama Reformasi Protestan, kaum Puritan melarang Natal di Inggris, mengaitkannya dengan kemabukan dan perilaku buruk lainnya. Natal dipulihkan sebagai hari libur resmi di Inggris pada tahun 1660, tetapi saat itu sudah tidak terlalu mendapat perhatian banyak orang.
Baru setelah awal abad ke-19, Natal dirayakan kembali oleh Washington Irving, Charles Dickens, dan penulis lain sebagai hari libur yang menekankan keluarga, anak-anak, kebaikan hati, pemberian hadiah, dan tentunya: Santa Claus.
BACA JUGA: Cek SEJARAH, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.