Dirham, Dinar, Disaster (Celaka) | Cek&Ricek wardah-colorink-your-day
Foto: Istimewa

Dirham, Dinar, Disaster (Celaka)

Ceknricek.com -- Begitulah dengan Zaim Saidi. Mungkin kalau dia pakai dolar lebih aman. Mungkin.

Sebagaimana diketahui, Zaim Saidi yang sudah bertahun-tahun menyelenggarakan pasar di mana jual beli menggunakan alat pembayaran dinar dan dirham kini diancam dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 15 tahun. Mungkin mendingan korupsi, atau menyiram wajah/mata seorang petugas  negara dengan air keras, yang hanya dihukum belasan kali lebih ringan.

Menarik adalah begitu cepatnya “libasan” dialamatkan ke  arah masyarakat Arab/Muslim sehubungan dengan penggunaan dirham dan dinar sebagai alat pembayaran di pasar Depok itu.

Saya sendiri langsung mendapat terusan dalam whats app dari seseorang yang mengutip keterangan sebagai berikut:

“Dinar (Denarius) itu berasal dari Kekaisaran Romawi, Dirham (Drachma) dari Kekaisaran Persia jauh sebelum Islam turun, kok tiba-tiba diklaim “mata uang Islam”. Ini kelakuan kelompok-kelompok yang cuma berkutat di simbol tapi buta sejarah”.

Wah si Bapak yang melek sejarah itu terkesan sangat meluap keberangannya terhadap Umat Islam yang dituding mengakui (secara keliru?) bahwa Dirham dan Dinar adalah “mata uang Islam”.

Konon di dunia ini tidak ada yang asli – semuanya diitiru dari alam, kecuali RODA!
Maka biduan Amerika Fats Domino pernah menyenandungkan lagu “I’am gonna be a wheel someday” – semoga suatu kali nanti aku menjadi roda (kebetulan Fats Domino memang sangat gendut mirip bola kalau tidak ingin disebut bola).

Ini sekadar kelakar.

Kalau kita ingin lebih serius maka ingatlah bahwa hanya setelah dan dengan kedatangan Islam/Umat Islam, Umat Manusia mengenal angka 1 s/d 9 (dilengkapi dengan NOL yang nota bene adalah sumbangan India – angka yang tidak berawal dan tidak berujung).

Dan kawan kita di atas tadi ketika menggunakan kata “tiba2” (dengan angka DUA-2)  sadar atau tidak bahwa sebenarnya dia telah meminjam dari seorang ilmuwan Muslim? Tidak apa-apalah karena dalam Islam memaafkan itu terpuji.

Jadi ketika kita mengakui bahwa 17-08-1945 sebagai hari keramat, kita juga berhutang budi pada ilmuwan Muslim.

Bagaimana dengan Dewan Perwakilan Rakyat? Majelis Permusyawaratan Rakyat? Pengadilan dan Peradilan? Semoga dan Insya Allah masyarakat Arab tidak akan menuntut agar semua itu diakui sebagai “pinjaman” dari mereka.

Sejak Covid-19 mengganas kita dinasihati (maaf lagi-lagi pakai kata pinjaman dari bahasa Arab) agar sering-sering cuci tangan dengan SABUN (yang ternyata dari bahasa Arab). Kertas juga. Wah gawat.

Dalam bukunya “Muhammad Prophet For Our Time” ( Muhammad (saw) Rasul untuk zaman ini) mantan biarawati Inggris Karen Armstrong tidak segan-segan berlaku okyektif dalam membicarakan riwayat hidup Nabi (saw).

Dan Karen Armstrong yang sudah banyak menulis buku tentang agama (Kristiani, Buddha, Islam), termasuk “A History of God……”  diakui sebagai “among the world’s most foremost commentators on religion.” Singkatnya di antara komentator paling terkemuka tentang agama.

Nah, dalam buku tentang Nabi Muhammad (saw) di halaman pertama “Muqaddimah” –nya, Karen Armstrong, menulis:

“Their scripture, the Qur’an, gave them a mission to create a just and decent society, in which members were treated with respect”. (Kitab suci mereka, Al Qur’an, mengamanatkan kepada mereka: agar menciptakan masyarakat yang ADIL dan BERADAB, dalam mana semua anggotanya diperlakukan dengan hormat.”

ADIL DAN BERADAB?

Wah! Di mana kata-kata tersebut akan juga kita jumpai di Indonesia?

Dalam Pancasila! SiLA KEDUA!

Kemanusiaan yang Adil dan Beradab!

Jangan salah Bung – Pancasila adalah milik Indonesia – bukan Arab!

Ternyata Umat Islam pernah hebat (jangan lupa sejarah)!

“Dari akhir abad ke-8 sampai sekitar tahun 1200 Andalusia (Spanyol Muslim) adalah daerah yang paling beradab dan dari segi kebendaan/materi paling maju di Eropah Barat. Di Cordoba terdapat 70 perpustakaan dan 900 kamar mandi umum (masyaAllah Muslim mengajari Barat mandi?. Kala itu apa bila seorang Pangeran Kristiani dari Eropah membutuhkan seorang arsitek, thabib (physician) atau dirigen, maka permintaan akan diajukan ke Cordoba (penguasa Muslim).” (“The Arabs” – Peter Mansfield hal. 39).

Segala ini baru secuil dari segudang sumbangsih ilmuwan Muslim pada kemajuan dan peradaban umat manusia. Kok sekadar Dirham dan Dinar saja direpotin.

Akhirul kalam:

“Niscaya tidak ada guru yang melampaui atau melebihi Allah (swt).
“DIA mengajari manusia apa yang belum diketahuinya” (QS 96:5).
Tidak mengherankan kalau begitu bahwa mereka yang berguru pada ajaran-NYA (pernah) menjadi pakar yang payah dicari tolok bandingnya.

Masuk akal kalau begitu apa yang dikatakan oleh lulusan Universitas Chicago, Amerika Serikat, Firas AlKhateeb dalam bukunya “LOST ISLAMIC HISTORY” bahwa:
“Dunia Muslim dari abad ke-9 s/d abad ke-13 (Masehi) merupakan era pembangunan/perkembangan dan berbagai terobosan di bidang-bidang sains, agama, filosofi dan budaya yang skalanya belum pernah terlihat di zaman sebelumnya mau pun di zaman sesudahnya.” (Lost Islamic History hal. 75).

Kemajuan-kemajuan di berbagai bidang yang tercapai berkat “Sang GURU” pantas membuat umat manusia dari berbagai paham dan ajaran maupun keyakinan untuk terpana dan terperangah.

Namun Islam juga realistis dan mengingatkan:

“Dan masa kejayaan dan kehancuran itu Kami pergilirkan di antara MANUSIA (agar mereka mendapat pelajaran)..” (QS 3:140). Wallahu a’lam.



Berita Terkait