Ceknricek.com--Ketika Hari Pers Nasional 2025 di Pekan Baru Riau 9 Pebruari lalu saya bertemu dengan beberapa undangan kepala daerah dari beberapa kabupaten atau kota. Pertemuan ini saya pergunakan untuk mencari tahu kualitas pelayanan publik di daerah-daerah itu. Saya cukup kaget ternyata daerah-daerah itu memiliki disparitas kualitas pelayanan publik yang sangat jauh. Ada yang masih berkutat di pananganan sampah. Ada yang masih pusing dengan tingginya angka stunting. Dan lain sebagainya. Padahal, untuk berbagai sektor pelayanan publik, sudah ada championnya atau contohnya yang berhasil. Tinggal buka saja di portal milik KemenpanRB tentang SINOVIK.
Kita coba telusuri contoh-contoh pelayanan publik yang berhasil di berbagai sektor. Kita mulai untuk penanganan sampah. Masih ada kepala daerah yang masih kebingungan bagaimana menangani sampah. Padahal masalah penanganan sampah ini, di beberapa daerah, sudah maju pesat. Awal inovasi penangan sampah ini dimulai dengan Bank Sampah di kota Malang. Jadi sampah ini bisa dipakai untuk berobat. Kemudian tempat pembuangannya dibuat taman sehingga tidak mengeluarkan bau. Bahkan energi dari pengelolaan sampah ini dibagikan ke Masyarakat sekitar. Kabupaten Klungkung mengolah sampah menjadi pupuk organik. Dan pupuknya dijual ke masyarkat dengan harga murah.
Bahkan, yang paling mutahir, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya berhasil membuat gerakan menabung saham dari penjualan sampah. Sudah terkumpul 5000 investor lebih orang anggota gerakan ini. Gerakan yang dinamai Assalam mendapatkan penghargaan dari Musium Rekor Indonesia Dunia sebagai sesuatu yang baru dan unik di dunia. Bisa dibayangkan bagaimana ibu-ibu di rumah menghargai sampah ini sebagai cuan bukan lagi beban. Pikiran ibu-ibu ini sampah sama dengan nambah saham di BEI.
Kalau tentang pendataan penduduk contohlah Kabupaten Sumedang. Digitilisasi kependudukan ini benar-benar suatu terobasan yang harus ditiru atau direplikasi oleh Kabupaten atau kota lain. Bahkan bisa menjadi dasar digitalisasi kependudukan secara nasional. Jadi pendataan kependudukan kabupaten ini sudah benar-benar terintegrasi sehingga bisa memudahkan dalam setiap pengambilan kebijakan di berbagai sektor. Digitalisasi kependudukan bisa disajikan by name, by address, by photo, by sektor dan by case. Keren.
Kalau masalah internet bisa mencontoh ke Kabupaten Merauke. Sejak sepuluh tahun lalu Kabupaten ini sudah menggratiskan internet kepada warganya. Sebagai daerah di ujung Indonesia paling timur upaya Kabupaten Merauke layak mendapatkan acungan jempol. Ketika kabupaten lain belum kepikiran bahkan di Jawa sekalipun. Dinas Kominfo Kabupaten Merauke berlangganan data ke Telkomsel tentu harganya murah karena CSR juga. Data dari Telkomsel ini dibagikan kepada warga dengan sebuah aplikasi. Cukup dengan login pakai NIK KTP maka dunia di dalam genggaman Masyarakat Merauke. Kejadian Ini Sepuluh tahun lalu lebih ketika internet masih langka.
Ada program peningkatan kualitas gizi anak-anak terutama yang stunting atau menghindari stunting. Ada gerakan ibu-ibu PKK atau Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga. Mereka bergiliran secara rutin pagi, siang dan petang membuat masakan buat anak-anak balita dari keluarga yang tidak mampu. Jadi makan siang gratis yang dicanangkan Presiden Prabowo harusnya dikoreksi mengikuti gerakan mandiri Ibu Ibu PKK ini. Sehingga bisa mengurangi beban APBN yang lagi kesulitan. Jadi membangkitkan gotong royong atau kolaborasi masyarakat.
Untuk pelayanan transportasi DKI Jakarta layak ditiru. Bagaimana Pemerintah daerah hadir dalam pergerakan manusia setiap hari. Pemerintah mengontrak para pengusaha angkutan memberikan pelayanan angkutan kepada Masyarakat dengan kualitas mobil yang bagus dan murah. Dengan proses negosiasi panjang dan keras, seperti sering diceritakan Gubernur Jakarta waktu itu Anies Rasyid Baswedan, terjadilah kesepakan antara Pemerintah DKI dengan pengusaha angkutan.
Kesepakatannya meliputi pembaharuan angkutan dan penetapan tarif. Jadi para pengusaha angkutan menjual jasa mengangkutnya kepada Pemda DKI per kilo meter. Pemda DKI menetapkan tarif ke Masyarakat secara murah karena subsidi dengan jaminan mobil baru-baru dan tidak ugal-ugalan. Para supir tidak ugal-ugalan karena digaji dan tidak dikejar setoran. Para pengusaha angkutan, berbekal kontrak dengan Pemda DKI, bisa mengkredit mobil angkutan baru ke dealer. Sehingga angkutan Jakarta tidak ada yang busuk lagi. Nyaris semuanya baru. Penumpang tinggal ngetep kartu saja setiap naik angkutan dengan tarif jauh dekat sama. Ini terobosan yang kreatif.
Untuk masalah Kesehatan. Kota Surabaya telah memulainya dengan sesuatu yang keren. Menyelesaikan antrian panjang di berbagai unit pelayanan dengan teknologi atau IT. Ketika mau berobat, misalnya, Masyarakat Surabaya tinggal datang ke kios atau buka applikasi. Login dengan NIK. Kemudian akan keluar pilihan menu berbagai pelayanan dari berbagai dinas termasuk Kesehatan. Ketika pilih Kesehatan maka pilihan berikutnya Puskemas mana? Hari apa dan pukul berapa? Ketika datang ke Puskesmas sesuai dengan waktu yang dipesan. Tidak ada antrian karena sudah diatur. Langsung diperiksa dokter dan langsung pulang karena obat akan dikirim via pos ke rumah. Kadang obat lebih dulu sampai karena pasen banyak mampir dulu. Palayanan mana lagi yang kau dustakan.
Jadi mengapa disparitas kualitas pelayanan publik ini masih terjadi. Padahal sudah banyak champion-champion yang layak dijadikan contoh dari Sinovik KemenpanRB. Apakah champion-champion ini kurang disosialisasikan. Atau para kepala daerah yang merasa gengsi menyontek punya orang. Ini harus diadakan penelitian sehingga bisa dilakukan langkah yang tepat untuk menurunkan disparitas kualitas pelayanan publik ini di berbagai daerah dan sektor ini.
Nurjaman Mochtar/ Wartawan Senior
Editor: Ariful Hakim