DPR Isyaratkan Bentuk Pansus Jiwasraya | Cek&Ricek wardah-colorink-your-day
Sumber: berita satu

DPR Isyaratkan Bentuk Pansus Jiwasraya

Ceknricek.com -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mewacanakan membentuk Panitia Khusus (Pansus) PT Asuransi Jiwasraya (Persero) pada awal Januari 2020. Langkah itu ditempuh sebagai pertanggungjawaban politik, karena kasus gagal bayar Jiwasraya menyangkut dana masyarakat.

Wacana tersebut setidaknya diutarakan Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Yevri Hanteru Sitorus. "Saya kira nanti sesudah masa reses itu akan dibicarakan karena pada sidang terakhir kemarin sudah disepakati dan disurati oleh pimpinan DPR. Jadi mungkin nanti pada pembukaan masa sidang kita akan proses pembentukan pansusnya," kata Deddy di Jakarta, Minggu (29/12).

Pembentukan pansus Jiwasraya mendapat dukungan dari Partai Demokrat. Wakil Sekjen Partai Demokrat yang juga anggota komisi XI DPR RI, Didi Irawadi menyatakan, pihaknya mendukung penuh pembentukan pansus di DPR untuk menyelesaikan segala kasus di tubuh perusahaan asuransi pelat merah tersebut. Langkah itu juga diharapkan dapat menepis segala fitnah yang saat ini bergulir antara pihak mana yang harus bertanggung jawab. 

"Kami semua mendukung pansus. Tidak melihat lagi partai pemerintah dan non pemerintah. Tapi untuk kepentingan rakyat Indonesia. Jangan lupa jutaan nasabah, dugaan penyelewengan yang sangat besar sekali," ujar Didi seperti dikutip katadata. 

Ia berharap pansus DPR dapat membuka tabir kemelut Jiwasraya sehingga tak ada lagi anggapan masalah ini merupakan tanggung jawab pemerintahan masa lalu dan saat ini yang akhirnya memicu perdebatan panjang. Justru dengan penegakan hukum dengan pansus dibuka selebar-lebarnya tidak ada fitnah dan dugaan negatif. Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa proses koordinasi penegakan hukum yang sudah dilakukan oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN serta Kejaksaan Agung sudah melalui prosedur yang benar. 

Baca Juga: Said Didu, Jangan Buat Narasi Pengalih Perhatian Kasus Jiwasraya

Menurut Didi, untuk skandal besar seperti Jiwasraya, Kejaksaan Agung, KPK dan Kepolisian harus dilibatkan secara bersamaan. "Skandal  ini mempertaruhkan nasib industri asuransi ke depan. Asuransi Jiwasraya lebih dari 150 tahun sangat terpercaya tiba-tiba belakangan ini menjadi masalah," ujarnya.

Karena itu, proses penegakan hukum oleh Menteri Keuangan dan Menteri BUMN harus dilakukan secara benar dan total, sambil menunggu proses pembentukan pansus oleh DPR dilakukan. 

Kasus Jiwasraya saat ini tengah diusut Kejaksaan Agung. Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan ada dugaan korupsi dalam pengelolaan dana investasi Asuransi Jiwasraya dengan perhitungan kerugian negara sekitar Rp13,7 triliun hingga Agustus lalu. Nilai kerugian tersebut dapat bertambah sejalan dengan hasil penyidikan selama 90 hari ke depan. Temuan kerugian negara ini membuat kejaksaan meningkatkan status kasus Jiwasraya dalam tahap penyidikan mulai Selasa, 17 Desember 2019.

Burhanuddin menyebutkan manajemen Jiwasraya diduga melanggar prinsip kehati-hatian dalam mengelola dana publik.

Manajemen Jiwasraya memilih berinvestasi dengan risiko tinggi demi mengejar keuntungan besar. Perseroan menempatkan 22,4% dari aset keuangan senilai Rp 5,7 triliun, sebagian besar pada perusahaan dengan kinerja buruk. "Dari angka itu sebanyak 95% dana kelolaan ditempatkan di saham yang berkinerja buruk," kata Burhanuddin. 

Selain itu, untuk investasi reksa dana sebanyak 59,1% dari aset finansial atau senilai Rp 14,9 triliun, sebanyak 95% dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk. Pengelolaan investasi yang salah membuat Jiwasraya mengalami tekanan likuiditas. 

Sebelumnya, Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko menyatakan perusahaan tak dapat membayar klaim polis Rp 12,4 triliun untuk periode Oktober-November 2019. Hexana tak dapat memastikan kapan pembayaran klaim polis yang sudah jatuh tempo itu. Hingga 30 November 2019, total liabilitas Jiwasraya Rp 15,75 triliun. 

Program roll over polis atau nasabah yang memperpanjang hingga November 2019 sebanyak 4.306 polis atau Rp 4,25 triliun. Dengan begitu, polis yang mengalami penundaan pembayaran sebanyak 13.095 polis dengan nilai Rp 11,50 trilun.

BACA JUGA: Cek LINGKUNGAN HIDUP, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.



Berita Terkait