Ernest Douwes Dekker Indo yang Memuliakan Pribumi | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Sumber: Wikipedia

Ernest Douwes Dekker Indo yang Memuliakan Pribumi

Ceknricek.com -- Indonesia memiliki dua Douwes Dekker yang punya peran besar dalam sejarah bangsa. Pertama adalah Eduard Douwes Dekker alias Multatuli, penulis roman Max Havelaar. Yang kedua adalah Ernest Douwes Dekker alias Danudirja Setiabudi.

Ernest Douwes Dekker Indo yang Memuliakan Pribumi
Sumber: Wikipedia

Selain memiliki kesamaan nama, kedua tokoh tersebut sebenarnya juga memiliki ikatan darah meskipun mereka hidup di zaman yang berbeda. Ernest Douwes Dekker adalah cucu dari Multatuli (persisnya cucu dari kakaknya, Jan) yang kelak meneruskan perjuangannya menentang kolonialisme Belanda.

Kiprah Danudirja Setiabudi

Ernest Francois Eugene (EFE) Douwes Dekker lahir tepat pada tanggal hari ini, 140 tahun lalu, 8 Oktober 1879, di Pasuruan Jawa Timur. Ia adalah anak ketiga dari pasangan Aguste Henri Eduard Douwes Dekker dan Louisa Margaretha Neumann. 

Auguste Henri adalah seorang broker bursa efek dan agen bank, sedangkan Louisa Margaretha putri seorang Jerman yang kawin dengan perempuan Jawa. Oleh orang-orang terdekatnya, Ernest  remaja biasa dipanggil Nes. 

Ernest Douwes Dekker Indo yang Memuliakan Pribumi
Sumber: Wikipedia

Nes menempuh pendidikan dasar di Pasuruan, HBS di Surabaya, lalu sekolah elite Gymnasium Willem III di Batavia. Setelah lulus, ia bekerja di perkebunan kopi Soember Doeren di lereng selatan Gunung Semeru, Malang, Jawa Timur. 

Namun, karena konflik dengan sang manajer, ia dimutasi ke perkebunan gula Padjarakan di Kraksaan dekat Probolinggo. Pada masa itu di Jawa selalu terjadi sengketa pembagian air irigasi antara pabrik gula dan para petani. Sikap Nes: Padjarakan telah merebut hak petani. Ia lalu mengundurkan diri. 

Kondisi menganggur ditambah kematian mendadak ibunya membuat Douwes Dekker memutuskan berangkat ke Afrika Selatan pada 1899 untuk ikut dalam Perang Boer Kedua melawan Inggris. Ernest tertangkap, lalu dipenjara di kamp Ceylon, Srilanka. Ia kembali dipulangkan ke Hindia Belanda pada 1902. 

Sepulang dari Srilanka, Ernest sempat bekerja di perusahaan pengiiriman negara serta menjadi reporter koran terkemuka di Semarang, De Locomotief. Di sinilah ia mulai merintis kemampuannya dalam berorganisasi.

Ernest Douwes Dekker Indo yang Memuliakan Pribumi
Sumber: Wikipedia

Baca Juga: Mengenang Kemanusiaan Tjipto Mangoenkoesoemo

Tugas-tugas jurnalistiknya, seperti ke perkebunan di Lebak dan kasus kelaparan di Indramayu, membuatnya mulai kritis terhadap kebijakan kolonial. Ketika ia menjadi staf redaksi Bataviaasch Nieuwsblad, 1907, tulisan-tulisannya juga menjadi semakin pro kaum Indo dan pribumi.  

Sikap kritisnya sebagai wartawan kemudian melahirkan artikel “Cara Bagaimana Belanda Dengan Cepat Kehilangan Koloninya” yang dimuat dalam surat kabar Nieuwe Arnhemsche Courant pada akhir Agustus 1908, dan cukup menyentil penguasa. 

Jauh-jauh hari, Nes juga sempat menohok politik etis kekuasan Belanda dengan menuliskan “Kebangkrutan Prinsip Etis di Hindia Belanda” di koran yang sama pada Februari 1908 dan sempat juga dimuat di Bataviaasche Nieuwsblad. 

Dalam tulisan itu, menurut Nes, yang diperlukan oleh rakyat adalah pemerintahan sendiri, karena merekalah yang lebih tahu dan mengerti keadannya seperti apa. “Di sini untuk pertama kalinya disuarakan gagasan untuk memerintah diri sendiri,” tulis Adrian B. Lapian dalam “Danudirdja Setiabuddhi 1879-1950”.

Terjun ke kancah Politik 

Selain bergerak mengutuk kolonialisme lewat tulisan-tulisannya yang kritis terhadap Belanda, Nes juga mulai terjun ke kancah politik dengan mendirikan Indische Partij  pada 1912 bersama dua kawannya yang kemudian dikenal dengan julukan Tiga Serangkai (Ernest, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Suwandi Suryaningrat). 

Namun, nasib Indische Partij tidak bertahan lama. Satu tahun setelah berdiri partai itu dibubarkan pemerintah. Tidak hanya berhenti di situ, akibat tulisan Suwardi yang berjudul “Als Ik Een Nederlanderwas” (Andai saya seorang Belanda) diterbitkan oleh koran De Expres pimpinan Tjipto, mereka bertiga kemudian dibuang ke Belanda. 

Ernest Douwes Dekker Indo yang Memuliakan Pribumi
Sumber: Wiki

Baca Juga: Kiprah JRR Tolkien: Penulis Novel Epik "The Lord of the Ring"

Melihat keadaan ini, Nes langsung memanfaatkannya untuk mengambil program doktor di Universitas Zurich, Swiss, dalam bidang ekonomi. Di sana ia juga sempat terlibat konspirasi dengan kelompok revolusioner Hindia dan menyebabkannya ditahan di Singapura. Setelah dua tahun dipenjara Nes kembali lagi ke Indonesia.

Bukan Ernest Douwes dekker jika menyerah karena pembuangan dan penjara. Sepulang dari Belanda, Nes masih aktif bersama kaum pergerakan nasional dan mendirikan sekolah Ksatrian Institut di Bandung. Tidak hanya itu, tulisan-tulisannya juga masih sangat vokal mengkritik pemerintah. 

Pada tahun-tahun akhir pemerintahan belanda, Nes juga kembali dibuang dalam pengasingan ke Myanmar karena dianggap terlalu dekat dengan Jepang. Ia baru bebas setelah Perang Dunia II berakhir. Pada Desember 1946 Nes kembali ke Hindia Belanda yang sudah berganti menjadi Indonesia.

Selepas Indonesia merdeka, Nes menanggalkan nama Belandanya menjadi Setiabudi dan nama Douwes Dekker diganti Danudirja. Ia sempat menempati posisi penting di Republik Indonesia dengan menjabat menteri negara tanpa portofolio dalam Kabinet Sjahrir III yang berusia pendek.  

Ernest Douwes Dekker Indo yang Memuliakan Pribumi
Sumber: Tempo

Selain itu, Setiabudi juga sempat menjadi anggota delegasi negosiasi dengan Belanda, anggota DPA, pengajar di Akademi Ilmu Politik, dan terakhir kepala seksi penulisan sejarah di bawah Kementerian Penerangan. 

Setiabudi menghabiskan masa tuanya di Bandung dengan ditemani istrinya Nelly atau Harumi Wanasita. Cucu Multatuli ini tutup usia pada 28 Agustus 1950, pada umur 70 tahun. 

Pada tanggal 9 November 1961, pemerintah Indonesia melalui presiden Soekarno mengeluarkan Kepres No. 590 tahun 1961 tentang penetapan Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi sebagai Pahlawan Nasional.

BACA JUGA: Cek SEJARAH, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.



Berita Terkait