Ceknricek.com -- Presiden Joko Widodo mulai merancang penerbitan kartu prakerja. Ya, seperti yang sudah dijanjikan saat kampanye Pilpres 2019 lalu. Pemegang kartu nantinya akan menikmati tunjangan Rp300-Rp500 ribu tiap bulan. Lumayan, berkisar 10% dari upah minimum regional. Tunjangan akan diberikan selama 3 bulan. Pengangguran yang beruntung itu hanya 2 juta orang. Programnya dimulai 1 Januari 2020.
Kartu prakerja dirancang untuk masyarakat umum atau mereka yang baru saja mendapat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Mereka akan dipersiapkan untuk mendapatkan pekerjaan.
Tentu saja ada syaratnya untuk mendapat tunjangan tersebut. "Detail persyaratannya belum, tapi siap terhadap siapa saja yang ingin mendapatkan pekerjaan," ujar Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, Rabu (24/9).
Moeldoko mempersilakan bagi siapa saja yang ingin mendapatkan pekerjaan untuk mendaftar. Selain tunjangan, pemerintah juga akan membantu dalam mendapatkan pekerjaan. Hanya saja, pemerintah tidak menjamin yang bersangkutan bisa mendapatkan pekerjaan. “Tanggung jawab pemerintah, menyiapkan mereka saja,” terangnya.
Sumber: Kompas
Baca Juga: Negeri di Atas (Awan) Asap!
Para penganggur itu akan dididik. Nah, selama tiga bulan dia kursus dan mencari pekerjaan, itulah pemerintah menyiapkan insentif kepada peserta atau pemilik kartu prakerja. "Diharapkan setelah kursus dapat kerja. Itulah kira-kira yang dimaksud dengan prakerja," katanya.
Kartu Sakti
Pada periode pertama kepemimpinannya, Jokowi sudah menerbitkan tiga jenis kartu: Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan Kartu Simpanan Keluarga (KSKP). Pada periode kedua akan ditambah dengan antara lain kartu prakerja. Begitu janji Jokowi pada kampanye pada pilpres 2019.
Sumber: Republika
Baca Juga: Menyemai Dinasti Politik Jokowi
Saat janji kampanye itu dilempar ke publik, mendapat tanggapan sinis dari banyak kalangan. Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, menganggap kartu prakerja sebagai program omong kosong. "Dari mana dia (Jokowi) mau dapat duit?,” ucapnya. “ASN dia janjikan nggak ada. Honorer nggak angkat, subsidi kita dicabut, BPJS kita bangkrut, sudahlah omong kosong itu."
Sekendang sepenarian, Fadli Zon juga menilai kartu Jokowi itu ibarat memberikan impian kosong. Melalui kartu prakerja, pengangguran lulusan SMK akan diberikan gaji yang uangnya dibebankan pada APBN. Program itu disebut norak dan politis. "Sangat politis, tapi politisnya agak norak. Tidak canggih," tutur Wakil Ketua DPR ini.
Kala itu, Jokowi menjelaskan pemegang kartu adalah para lulusan SMA, SMK, sampai universitas. “Kartu ini nanti akan bisa dipakai untuk training-training yang diselenggarakan pemerintah. Setelah training kita harapkan masuk industri. Kalau belum, akan diberi gaji atau honor dari sini," pamer Jokowi sembari menunjukkan sebuah kartu saat di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, pada 3 Maret lalu.
Kala itu, yang berkembang adalah pemerintah akan menggaji para pengangguran. Itu pula yang mengundang Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk berkomentar. Dia bilang, ide Jokowi ini hanya bisa diterapkan negara-negara maju, dengan penduduk tidak banyak. "Ada banyak negara seperti itu, seperti di Amerika, Kanada, Australia, ada tunjangan buat menganggur."
Rasanya, memang tidak masuk di akal pemerintah bisa menggaji seluruh pengangguran. Asal tahu saja, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, setidaknya ada 3 juta tenaga kerja baru yang lahir tiap tahun. Di sisi lain, kini tercatat ada 7 juta pengangguan terbuka. Belum lagi, 8,21 juta orang setengah pengangguran. Jika digabung, jumlah kaum penganggur itu tiga kali jumlah penduduk Singapura. Jumlah penduduk Negeri Jiran, tempat para Taipan Indonesia mengeramkan duitnya, itu sekitar 6 juta jiwa.
Sumber: Bombastis.com
Baca Juga: Mukidi, Jaenudin Nachiro, Atawa Pinokio
Mengatasi pengangguran tidak bisa diselesaikan dengan satu kartu seperti itu. Lagi pula kita juga mencatat berbagai program kartu Jokowi kurang efektif dalam menyelesaikan masalah. Kartu untuk si miskin nyatanya tidak mampu mengurangi jumlah penduduk miskin secara signifikan. “Prestasi Jokowi dalam penurunan kemiskinan paling rendah dibanding presiden sebelumnya,” ungkap ekonom senior, Rizal Ramli, suatu ketika.
Berdasarkan statistik BPS, Jokowi hanya mampu mengurangi kemiskinan 450.000 per tahun, sedangkan Gus Dur 5,5 juta, Habibie 1,5 juta, Mega 570.000, dan SBY 840.000 jiwa. Kini, ada 26 juta lebih penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Jokowi juga mengeluarkan Kartu Indonesia Sehat (KIS), namun Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dibuat sakit. Defisit arus kas BPJS mencapai Rp16 triliun pada 2018. Dan akan lebih tinggi dan berlipat-lipat lagi pada tahun ini.
Lantas apakah pengangguran bisa diatasi dengan cara menggaji mereka dengan nilai tak seberapa itu? Rasanya kok tidak. Paling yang terjadi nanti adalah insentif itu sebagai upaya sedikit mendongkrak daya beli masyarakat yang kini memang sedang terpuruk.
BACA JUGA: Cek Berita AKTIVITAS PRESIDEN, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.