Ceknricek.com -- Kebanyakan orang tetap saja tersinggung bila kenyataan pada fisiknya yang dianggap kurang, dieksploitasi dengan cara dilekatkan pada namanya sebagai julukan. Hanya saja, banyak alasan nama julukan itu dilekatkan pada diri seseorang. Semua ada asbabun nuzul, ada asal-usulnya. Nama julukan bisa saja terdengar dan terasa kasar serta tak menyenangkan. Namun sebaliknya, dapat terdengar dan terasa manja bila dipakai oleh orang yang mencintai atau menyayangi orang tersebut.
Sebelum lebih jauh bicara soal itu, mari kita kenali dulu apa yang dimaksud soal nama julukan. Julukan, atau nama panggilan (Inggris: nickname), adalah nama seseorang yang bukan nama asli sebagaimana pemberian orang tuanya yang tertulis di akta kelahiran atau dokumen resmi lain. Nama julukan bersifat tidak resmi, namun bersifat sosial dalam suatu komunitas tertentu. Nama julukan bisa jadi diambil dari bagian nama orang itu sendiri bahkan kadang sama sekali tidak ada kaitannya dengan nama orang tersebut, misalnya berasal dari bagaimana seseorang melihat atau dari sesuatu yang biasa mereka kerjakan.
Baca Juga: KPK Wajah Jokowi
Sebuah nama julukan dapat bercirikan karakter atau ciri khas yang gampang untuk diingat. Contohnya; “si botak”, karena orang tersebut berkepala botak. Iwan Keling ditujukan untuk Iwan yang berkulit hitam legam.
Nama julukan dapat juga diartikan sebagai alias atau nama samaran, atau sebutan. Di zaman nabi, ada Abdullah bin Amin yang berjuluk Abu Hurairah. Ia disebut sebagai Bapak Kucing karena sayang dengan binatang itu. Ada juga Amr ibn Hisyam yang berjuluk Abu Jahal maknanya Bapak Kebodohan. Juga ada Abdul Uzza bin Abdul Muthalib berjuluk Abu Lahab. Dia mendapat julukan begitu dari ayahnya karena wajahnya dianggap sangat cerah.
Baca Juga: Presiden Joko Widodo Minta Pengesahan RUU KUHP Ditunda
Nah, belakangan di dunia media sosial ada nama populer yang seringkali disebut dan jadi perbincangan yakni Mukidi, Jaenudin Nachiro, dan Pinokio. Usut punya usut tiga nama itu ternyata julukan bagi satu orang: Joko Widodo. Saya jadi penasaran dan ingin tahu asal usul dari julukan itu. Maka saya mencoba searching Google dan YouTube.
Mau tahu hasilnya?
Kita mulai dari Pinokio. Ini adalah tokoh sentral dalam cerita edukatif karangan Carlo Collodi. Tentang boneka kayu yang berubah menjadi anak laki-laki. Tentang anak yang suka berbohong, sehingga hidungnya terus memanjang. Pinokio dikisahkan pernah menjadi keledai dan dimakan oleh ikan hiu. Berbagai masalah dialami Pinokio karena sifatnya yang polos, bodoh, suka berbohong, dan egois.
Majalah Tempo Edisi 16-22 September 2019 itu memuat judul cover "Janji Tinggal Janji" bergambar foto Presiden Joko Widodo dengan bayangan si hidung panjang Pinokio. Gambar sampul itu boleh jadi dimaksudkan sebagai bentuk kritik kepada Jokowi yang dianggap tak konsisten dalam pemberantasan korupsi. Hal ini muncul ketika Jokowi menyetujui sebagian draf usulan revisi UU KPK. Padahal usulan revisi ini banyak mendapat penolakan di masyarakat.
Sumber: Tempo
Sampul majalah itu bikin heboh. Lucunya, sejak itu ada warganet yang iseng melekatkan nama Jokowi dengan Pinokio. “Pinokio lebih takut kepada partai koalisi ketimbang rakyat,” tulis warganet dalam sebuah grup di WhatsApp, menyoal sikap Jokowi terhadap revisi UUKPK.
Baca Juga: Bayang-bayang Soekarno dan Soeharto
Sedangkan asbabun nuzul atawa mula buka julukan “Jaenudin Nachiro” berawal ketika Jokowi menyanyikan lagu Sabyan berjudul Deen Assalam dalam sebuah forum. Lirik lagu yang aslinya: “Abtahiyyat wabsalam Ansyaru ahlan kalam zainuddin yahtirom oleh Jokowi dilafalkan jaenudin nachiro untuk zainuddin yahtirom. Hadirin pun tepuk tangan ketika ia menyudahi bernyanyi. “Silakan lanjutkan. Hafalnya cuma segitu,” ucap Jokowi, diiringi senyum polos.
Saya jadi teringat Seno, teman SD tempo dulu. Satu kali ia mendapat giliran maju di depan kelas untuk bernyanyi. Ia menyanyikan lagu “Garuda Pancasila”. Lirik lagu yang mestinya “pribadi bangsaku ayo maju maju, ayo maju maju” dengan pede dan suara melengking penuh heroik ia lafalkan begini: “pribang pribangsaku, ayo maju maju, ayo maju maju… “
Kami semua bertepuk tangan diiringi gelak tawa mereka yang tahu bahwa syair lagu itu keliru. Ya, untuk anak-anak tingkah Seno jelas lucu. Selucu jainudin nachiro.
Dari mana julukan Mukidi?
Mukidi adalah tokoh dalam cerita fiktif tentang pria Jawa yang kocak nan polos bikinan Soetantyo Moehlas. Ada 2000-an cerita konyol dan bikin ngekek tentang Mukidi. Kekonyolan dan sok tahu Mukidi itu sudah menjadi buku berjudul: Laskar Pelawak 1, Balada Mukidi dan Wakijan. Saya mencoba mencari tahu siapa sejatinya yang menyematkan nama Mukidi terus apa relevansinya? Jelas saya tidak menemukan tentang siapa manusia kreatif itu. Namun saya jadi senyum-senyum sendiri dan mulai nyambung begitu membuka YouTube tentang jainudin nachiro.
Pemberi julukan Mukidi untuk Jokowi boleh jadi melihat ada kemiripan tentang keduanya. Munculnya jaenudin nachiro memperkuat dalil itu. Mukidi memang sok tahu dan kelewat pede. Dia banyak tidak tahu, tapi dia tidak tahu bahwa dirinya nggak tahu. Mbulet ya. Ya, memang begitu. Mukidi memang mbulet dan membingungkan.
Nah, masuk kategori mana julukan itu? Terasa kasar serta tak menyenangkan, apa terasa manja? Semua tergantung siapa yang menilai. Namun, julukan-julukan itu bila dianggap sebagai penghinaan maka bisa masuk ranah pidana jika Rancangan KUHP yang mengatur pasal penghinaan terhadap presiden disahkan DPR.
BACA JUGA: Cek Berita AKTIVITAS PRESIDEN, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.