Hari Ini Dalam Sejarah: Muhammadiyah Resmi Berdiri | Cek&Ricek wardah-colorink-your-day
Foto: Muhammadiyah

Hari Ini Dalam Sejarah: Muhammadiyah Resmi Berdiri

Ceknricek.com -- Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau 18 November 1912 merupakan momentum penting lahirnya Muhammadiyah. Dalam perhitungan tahun Islam, hari ini (8 Dzulhijjah 1440 H) atau Jumat (9 Agustus 2019), Muhammadiyah genap berusia 110 tahun.

Kata ”Muhammadiyah” secara bahasa berarti ”pengikut Nabi Muhammad”. Penggunaan kata ”Muhammadiyah” dimaksudkan untuk menisbahkan (menghubungkan) dengan ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad.

Kelahiran Muhammadiyah merupakan manifestasi dari gagasan pemikiran dan amal perjuangan Kiai Haji Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis) yang menjadi pendirinya. Setelah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan bermukim yang kedua kalinya pada tahun 1903, Kiai Dahlan mulai menyemaikan benih pembaruan di Tanah Air.

kh ahmad dahlan
Sumber: Islam Pos

Gagasan pembaruan itu diperoleh setelah Kyai Dahlan berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang. Juga setelah membaca pemikiran-pemikiran para pembaru Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha.

Baca Juga: Sejarah Hari Ini: ASEAN Resmi Berdiri

KH Ahmad Dahlan menawarkan jembatan untuk memperlancar transformasi sosial menuju masyarakat madani yang lebih modern di Indonesia, negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia.

Embrio Muhammadiyah

Yogyakarta 1908. Ahmad Dahlan bersama teman-temannya dari Boedi Oetomo bertekad dan memilih jalur tidak biasa sekaligus penuh risiko. Mereka merintis pendidikan dengan mendirikan sekolah modern (meskipun belum memperoleh pengakuan resmi dari pemerintah Hindia Belanda) di kampung Kauman.

jogja
Sumber: Sang Pencerah

Lewat sekolah yang kelak dikenal sebagai Hooge School Muhammadiyah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Muhammadiyah, Ahmad Dahlan melakukan terobosan dengan mengadopsi sistem pendidikan kolonial. Ia memadukan gaya pendidikan Eropa dan Islam di tengah pusaran tradisi Jawa.

Sekolah ini bisa disebut ‘modern’ karena memakai bangku, meja, papan tulis, mempelajari bahasa Melayu, berhitung, ilmu bumi, ilmu hayat, baca-tulis Latin, dan tentu saja mempelajari ilmu agama. Selain itu, pakaian guru dan siswanya pun lengkap dengan pantalon, berikut dengan dasinya.

Hal itu bukan saja penuh risiko bagi pemerintah kolonial, tapi sekaligus memicu kontroversi di kalangan masyarakat. Menurut Abdul Munir "Mulkhan  dalam Kiai Ahmad Dahlan, Jejak Pembaruan dan Kemanusiaan: Kado Satu Abad Muhammadiyah (2010)", sekolah tersebut bahkan kerap diboikot orang Islam sendiri. Ketika itu, hanya sekolah-sekolah Kristiani dan pemerintah kolonial yang mempelajari pengetahuan umum. Karena itu, sekolah yang didirikan Muhammadiyah seringkali dicap sebagai sekolah Kristen, yang oleh pemeluk Islam dipandang haram.

muhammadiyah
Muhamadiyah. Sumber: Moslem Today

Meskipun demikian, Ahmad Dahlan tidaklah mundur demi mengaktualisasikan gagasan-gagasannya lewat pendidikan dan pembaruan dalm Islam. Maka pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8 Dzulhijah 1330 Hijriyah di Yogyakarta, ia mendirikan sebuah organisasi bernama Muhamamdiyah.

Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Hitler Menjadi "Fuhrer", Pemimpin Absolut Jerman

Organisasi tersebut mengajukan pengesahannya pada 20 Desember 1912, dengan mengirim ”Statuten Muhammadiyah” (Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama, 1912), yang kemudian disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914.

Aisiyah, Organisasi Perempuan di Muhammadiyah

Kelahiran Muhammadiyah lewat sosok Ahmad Dahlan yang mampu memadukan paham Islam yang ingin kembali pada Al-Quran dan Sunnah Nabi akhirnya memberi karakter yang khas dari kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah di kemudian hari

Mulkhan, menulis Ahmad Dahlan juga melakukan teriobosan di berbagai sektor-sektor layanan Muhammadiyah lainnya, seperti membangun perpustakaan, lembaga penerbitan buku dan majalah, rumah sakit, panti jompo, tempat penampungan korban perang, bahkan rumah-rumah pondokan untuk anak-anak dari luar yang menempuh pendidikan di Yogyakarta

Sumber Majelis Pustaka
Sumber: Majelis Pustaka

Tahun 1917, tiga tahun setelah Muhammadiyah berdiri, Ahmad Dahlan juga merintis gerakan perempuan "Aisyiyah", dengan ide dasar agar perempuan muslim tidak hanya berada di dalam rumah, tetapi harus giat di masyarakat. Langkah pembaruan ini juga yang membedakan organisasi Muhammadiyah dengan pembaru Islam lain.

Baca Juga: Mengenang Setengah Abad Perjalanan Neil Amstrong Cs ke Bulan

Bersama Aisyiyah, Ahmad Dahlan memobilisasi kaum wanita untuk memasuki peradaban modern, termasuk menjadi pelopor bermunculannya juru dakwah perempuan atau muballighah yang sebelumnya masih teramat langka. Aisyiah pun menjadi salah satu warisan Ahmad Dahlan yang paling berharga, tentu saja dengan peran krusial sang Istri, Siti Walidah atau Nyai Ahmad Dahlan.

Nyai Ahmad dahlan
Nyai Ahmad Dahlan bersama Rekan. Sumber: HM Yunus Anis

Arief Subhan di buku Citra Perempuan dalam Islam menuliskan bahawa Aisyiyah digagas bukan untuk membedakan posisi antara laki-laki dan perempuan. Ahmad Dahlan justru menyadari bahwa Muhammadiyah sangat memerlukan peran kaum hawa. Aisyiyah menjadi tangan Muhammadiyah untuk merespons isu-isu perempuan dan sekaligus memberdayakannya melalui jalur pendidikan dan pelayanan sosial.

Dan kini, setelah 110 tahun berdiri, lewat peranannya Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi telah memiliki ratusan perguruan tinggi dan universitas, ribuan sekolah dari tingkat PAUD hingga SMA sederajat. Bahkan melalui Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) juga berkembang ke bidang kesehatan, ekonomi, dan lainnya.

sekolah
 Sekolah Muhammadiyah. Sumber: Muhammadiyah

BACA JUGA: Cek POLITIK, BeritaTerkini Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.



Berita Terkait