Hari ini Pahlawan Perang, Esok Hari Penjahat Perang | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: Istimewa

Hari ini Pahlawan Perang, Esok Hari Penjahat Perang

Ceknricek.com--Begitulah agaknya nasib seorang Kopral Purnawirawan dalam Pasukan Udara Khusus (Komando) Australia, Ben Roberts-Smith. Di masa jayanya, ketika selesai bertugas dalam pasukan khusus Australia di Afghanistan, Kopral (P) Ben Roberts-Smith, dianugerahi bintang jasa tertinggi dalam Persemakmuran Inggris – The Victoria Cross – berkat “keberaniannya di tengah-tengah kehadiran musuh.”.

Kopral (P) Ben Robert-Smiths bukan saja “berani” di medan laga, namun dalam penampilan kesehariannya pun dia memang terlihat sangat mengesankan: tampan wajahnya, dengan ketinggian tubuh yang melampaui rata-rata orang Australia, dengan badan yang tegap laksana seorang petinju kelas berat.

Di tengah-tengah hiruk pikuk yang biasanya meliputi seorang “pahlawan” perang, tiga koran di Australia ternyata tidak tinggal diam, dan menerima segala pujian yang mengelu-elukan sang kopral begitu saja.

Sebagaimana yang sering dilakukan kalangan media di Australia, yang tidak begitu saja menerima “berita”, melainkan juga sering menyelidiki apakah berita positif itu ada segi-segi negatifnya juga, para wartawan dari ketiga koran tersebut, masing masing dari harian The Age Melbourne, rekannya di Sydney The Sydney Morning Herald dan koran ibukota Canberra The Canberra Times, mulai melakukan “penggalian”, khusus tentang pribadi sang pahlawan.

Berkat ketekunan “mengejar” segala isyarat yang dapat mengungkapkan sisi-sisi negatif sang Kopral, mereka akhirnya membuat laporan media yang dimuat oleh ketiga koran ternama tersebut. Singkatnya, sang pahlawan ternyata punya banyak kekurangan manusiawi.

Berdasarkan bahan-bahan yang mereka kumpulkan, termasuk dari prajurit-prajurit Australia yang pernah bertugas bersama Kopral (P) Ben Roberts-Smith di Afghanistan, ketiga koran tersebut, dalam tahun 2018, memuat serangkaian laporan yang mengungkapkan perbuatan- perbuatan yang bukan saja amanusiawi melainkan juga sesuatu yang sangat dipantangkan dalam medan laga.

Apa saja “kekurangan” atau “kekhilafan” sang Kopral (P) ketika bertugas di Afghanistan antara tahun 2009 s/d 2012?

Hasil “penggalian” yang dilakukan para wartawan ke-3 koran Australia tadi adalah, antara lain: Kopral Ben Roberts-Smith membunuh seorang warga Afghan yang tidak bersenjata dengan cara menendangnya hingga terjatuh dari sebuah tebing dan kemudian memerintahkan anak buahnya agar menembak warga Afghan tadi.

Sang Kopral (P) juga dituduh melakukan pembunuhan dengan senapan mesin atas diri seseorang yang menggunakan kaki palsu. Ia juga dituduh menekan seorang prajurit yang masih belum berpengalaman di medan tempur untuk mengeksekusi seorang lansia Afghan sebagai bentuk “perpeloncoan” bagi sang prajurit, dan sang Kopral (P) juga dituduh melakukan perundungan terhadap bawahannya.

Ternyata Kopral (P) Ben Roberts-Smith sama sekali tidak terima atas apa yang pada hematnya adalah fitnah dan isapan jempol itu. Ia menggugat ke pengadilan apa yang disebutnya sebagai pencemaran nama baik itu.

Setelah persidangan pengadilan berlangsung selama 110 hari yang menelan biaya perkara sampai jutaan dolar, Hakim Anthony Besanko, menyatakan bahwa segala ungkapan yang dimuat ketiga koran tadi sebagian besar terbukti. Bintang jasa “Victoria Cross” yang pernah menghiasi seragam Kopral (P) Ben Roberts-Smith masih belum dicopot, karena yang baru terjadi adalah perkara perdata, bukan perkara di depan Mahkamah Militer.

Kopral (P) Ben Roberts-Smith pernah enam kali menjalani masa tugas tempur di Afghanistan, masing-masing dalam tahun 2006, 2007, dua kali dalam tahun 2009, kemudian dalam tahun 2010 dan 2012. (Penulis pernah menanyakan kepada seorang “mantan” warga negara Indonesia yang kemudian menjadi tentara Australia, waktu itu dengan pangkat sersan, apa cita-citanya? Jawabnya: kalau bisa ditugaskan ke Afghanistan. Karena penugasan di medan tempur “honor” hariannya sangat besar.”)

Dalam budaya Inggris ada sentilan berbunyi: “Hari ini ayam jago, besok, opor”.

Nampaknya inilah yang telah terjadi dalam kasus Kopral (P) Ben Roberts-Smith, yang sebelumnya pernah disanjung sebagai “prajurit Australia yang masih hidup yang paling tinggi nilai bintang jasanya, yakni Victoria Cross dan juga Bintang Jasa Keperkasaan.

Dalam catatan ketentaraan Australia disebutkan bahwa: Kopral (P) Ben Roberts-Smith dianugerahi bintang jasa Victoria Cross dalam tahun 2011 berkat tindak keberanian heroik dan perkasa ketika dilancarkan serangan helikopter di Afghanistan dalam tahun sebelumnya (2010).

Anugerah itu juga menyebut tentang tindak keperkasaan paling mencolok di medan laga dalam pertempuran di Tizak, ketika kontingen Australia terlibat dalam pertempuran yang terbesar sejak perang Vietnam ( di mana pasukan Australia juga ikut beraksi bersama pasukan Amerika melawan Viet Cong).

Ketika Hakim Anthony Besanko membacakan putusannya, pendakwa Kopral (P) Ben Roberts-Smith sedang berada di Bali, tepatnya, kata sebuah media Australia, sedang di pinggir kolam renang. Salah seorang wartawan yang ikut membongkar kasus ini, menanggapi putusan Hakim Besanko, dengan hanya satu kata dalam twitternya – KEADILAN.

Seorang wartawan lainnya yang juga ikut menyumbangkan tulisannya tentang perbuatan Kopral (P) Ben Roberts-Smith, menanggapi putusan tersebut dengan ungkapan: “Bagi korban kejahatan perang Kopral (P) Ben Roberts Smith, Almarhum Ali Jan yang ditendang dari sebuah tebing":

“Dia (almarhum) punya anak-anak yang tidak lagi punya ayah”

“Dia punya istri yang tidak lagi punya suami.”

“Dia ditendang dari atas tebing oleh Ben Roberts-Smith.”

“Sementara Ben Roberts-Smith (kini) berada di Bali entah untuk urusan apa.”

Putusan Hakim Anthony Besankoi itu dianggap menjunjung peran penting media dalam melakukan penyelidikan demi kepentingan umum dan hak masyarakat untuk mengetahui.

Dapat ditambahkan, dalam tahun 2020, hasil dari suatu penyelidikan yang berlangsung selama empat tahun dari dugaan perbuatan tidak senonoh pasukan khusus Australia di Afghanistan dilakukan oleh Mayor Jenderal Paul Brereton telah diserahkan kepada pihak yang berkepentingan.

Dalam laporannya itu, Mayor Jenderal Brereton menyimpulkan adanya bukti yang dapat dipercaya bahwa telah terjadi 39 penewasan warga sipil Afghan yang ditawan, dan oleh sebab itu disarankan agar diberi pampasan secepatnya demi memulihkan nama baik Australia.


Editor: Ariful Hakim


Berita Terkait