Hilirisasi: Tak Cukup Hanya Gemas | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: Jakartaglobe.id

Hilirisasi: Tak Cukup Hanya Gemas

Ceknricek.com -- Hilirisasi rasa-rasanya akan menjadi program penting dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo lima tahun ke depan. Hasil tambang dan produk pertanian sebisa mungkin dijual ke luar negeri setelah diolah di dalam negeri. Ekspor crude palm oil atau CPO diganti dengan ekspor biodiesel. Begitu juga kopra. 

Soal pemanfaatan komoditas sumber daya alam di dalam negeri ini menjadi tema pidato Jokowi dalam pembukaan rapat kerja nasional PDI Perjuangan Jumat (10/1). Jokowi menunjukkan sikap gemas menyaksikan sumber daya yang dimiliki Tanah Air kerap dijadikan sumber duit dengan diekspor mentah-mentah ke luar negeri. Jokowi menginginkan, hal ini bisa berubah secara perlahan dan tak terjadi lagi di masa kepemimpinannya. 

"Dalam memulai ini memang berat, tapi kalau negara tidak memiliki strategi ekonomi besar dalam rangka merancang pembangunan jangka panjang, kita akan jadi eksportir bahan mentah," tuturnya.

Indonesia, sudah memulai dengan nikel dan kelapa sawit. Ekspor nikel sudah distop sejak Januari. Ke depan, strategi negeri ini akan fokus di industri lithium battery untuk mobil listrik. "Karena Indonesia adalah produsen terbesar nikel," jelasnya. Ini, terus dilakukan agar dalam 2-3 tahun mendatang tercipta industri lithium battery di Indonesia yang harganya bisa diterima pasar.

Hilirisasi: Tak Cukup Hanya Gemas
Sumber: Mediariau

Baca Juga: Berharap Banyak dari CPO

Selain nikel, komoditas lainnya juga akan menyusul. "Satu per satu akan kita setop, mungkin tahun depan bauksit, tahun depannya timah, tahun depannya batu bara, kopra juga setop," tegasnya.

Jokowi meyakini sumber daya seperti kopra dan kelapa sawit bisa dimanfaatkan jadi bahan bakar, seperti avtur. "Ini sudah hampir ketemu, kalau ini ketemu semua pesawat bisa kita ganti dengan kelapa yang dihasilkan rakyat."

Kopra merupakan daging buah kelapa yang telah dikeringkan. Komoditas ini diekspor ke beberapa negara seperti India, Thailand dan Filipina. Kini, riset menjadikan kopra sebagai avtur tengah berlangsung. Jika hasil riset itu sudah keluar, maka Jokowi ingin mengganti seluruh bahan bakar pesawat dengan kopra milik petani di Tanah Air. Langkah ini bertujuan mewujudkan Indonesia yang berdikari di bidang ekonomi, seperti pesan Presiden RI pertama Soekarno, “Kita akan mandiri dan kerjakan sendiri,” ujar Jokowi.

Indonesia merupakan produsen kelapa dengan volume terbesar di dunia. Pada 2018, Indonesia memproduksi 19 juta ton. Sedangkan Filipina dan India masing-masing menghasilkan 14 juta dan 12 juta ton. Indonesia juga menjadi eksportir kelapa terbesar dunia. Pada 2018, Indonesia mengekspor 290 ribu ton atau mencapai 52% dari total ekspor kelapa. 

Bergantung 

Keputusan Jokowi tentang hilirisasi patut didukung. Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menganalisa relatif rendahnya pertumbuhan sektor penghasil barang --pertanian dan industri pengolahan-- menyebabkan ketidakmampuan Indonesia untuk mengekspor barang bernilai tambah tinggi. Hal ini menyebabkan struktur ekspor Indonesia belum terlalu banyak berubah sepanjang 2015-2019.

Sepanjang periode ini ekspor Indonesia masih bergantung pada beberapa produk hasil komoditas tertentu, serta beberapa produk komponen yang mengandung bahan baku impor cukup tinggi. 

Sepanjang 2015-2019, hampir 40% ekspor Indonesia terlalu bergantung oleh produk minyak nabati (sawit), batu bara, karet, serta permata. Beberapa produk utama nonmigas tersebut cukup rentan terhadap gejolak harga. 

Hilirisasi: Tak Cukup Hanya Gemas
Sumber: Republika

Di satu sisi, peningkatan ekspor yang terlalu bergantung pada komoditas memang bermanfaat dalam menghasilkan devisa negara, namun tentu tidak berkelanjutan, karena hal ini tidak banyak berguna bagi nilai tambah perekonomian negara.

Sumbangan terhadap penciptaan lapangan kerja, pengurangan pengangguran, kemiskinan dan ketimpangan menjadi minim, karena tidak ada upaya penciptaan nilai tambah yang optimal dari sebuah produk yang diekspor. Serta ancaman banned dari negara mitra dagang. Pada beberapa kasus, ekspor bahan mentah seringkali bersinggungan dengan isu lingkungan dan kesehatan, yang berujung pada pengenaan hambatan-hambatan ekspor baik tarif maupun nontarif. 

Baca Juga: Putar Haluan Para Penambang 

Selain diversifikasi produk ekspor yang masih relatif minim, pengaruh dari pasar tujuan ekspor juga masih terkonsentrasi pada beberapa negara, juga menyebabkan nilai ekspor Indonesia masih jauh dari optimal. Sekitar 43% Indonesia bergantung pada China, Amerika Serikat, Jepang dan India. 

Sempitnya pasar ekspor ini terlalu berisiko terhadap gejolak yang berpotensi timbul di salah satu negara tujuan. Hal ini menjadi kenyataan ketika pada 2019 China mengalami perlambatan ekonomi yang dipicu perang dagang. Hal ini berdampak pada turunnya permintaan dari negara tersebut, yang selanjutnya berakibat pada anjloknya harga beberapa komoditas utama dunia. Tentu fenomena ini langsung terasa bagi Indonesia, terlihat nilai ekspor Indonesia sepanjang Januari-Oktober 2019 turun 7,8%. 

Hilirisasi: Tak Cukup Hanya Gemas
Sumber: Kompas

Penurunan ekspor ini tentu berimplikasi terhadap sulitnya raihan surplus. Meskipun pada 2019 defisit neraca perdagangan lebih rendah dari tahun lalu, namun hal ini lebih diakibatkan karena penurunan impor yang lebih besar dibandingkan penurunan ekspor.

Total impor sepanjang 2019 (Januari-Oktober) telah anjlok 9,94%, lebih tinggi dari penurunan ekspor. Melihat struktur impor yang didominasi impor bahan baku dan penolong (74,06%), maka penurunan ini diduga terkait dengan kinerja industri pengolahan yang belum aman dari gejala perlambatan.

Melihat fakta ini sudah sepantasnya Indonesia mengurangi ketergantungan pada ekspor produk mentah. Mengekspor produk jadi dengan nilai tambah yang tinggi adalah langkah yang maju. Jangan seperti yang sudah-sudah, program hilirisasi untuk mendapatkan nilai tambah hanya sekadar wacana saja. Karena hilirisasi tak bisa hanya bermodal gemas saja.

BACA JUGA: Cek Berita AKTIVITAS PRESIDEN, Informasi Terkini Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini. 


Editor: Farid R Iskandar


Berita Terkait