Ceknricek.com -- Konon, kalau anjing menggigit manusia, maka itu biasa; namun kalau manusia menggigit anjing, nah itu baru berita luar biasa.
Tapi belakangan ini, paling tidak di Australia, malahan ikan pun terkesan sangat tidak bersahabat dengan manusia. (Mungkit Ebiet G. Ade dapat membuat lagu mengenai penghuni alam yang satu ini yang seakan sudah tidak lagi bersahabat dengan manusia).
Di tengah-tengah kegentingan yang disebabkan oleh ulah virus korona alias Covid-19, tiba-tiba bertampilan berbagai berita tentang ikan yang menyerang manusia, dan bukan hanya ikan hiu yang memang sudah dikenal sebagai “pembersih” laut. Jadi bukan manusia yang menangkap, menjala, memancing atau menombak ikan.
Sudah cukup lazim di Australia, khusus di musim panas, ketika banyak orang Australia yang begitu gemar pesiar dan berkecimpung di laut, ikan hiu seakan memanfaatkan kesempatan mendapat umpan jinak di air tenang ini.
Dan caranya ikan hiu menyerang manusia belakangan ini tidak semata-mata menunggu sampai bakal mangsanya itu mencemplungkan diri ke dalam laut untuk berkecimpung hingga benar-benar tidak punya pertahanan sama sekali ketika berhadapan dengan hiu yang begitu lincah dan ampuh di dalam air.
Bak kata orang kita “mana mungkin melawan ikan berenang”.
Baru-baru ini, di Tasmania, Australia bagian selatan, sempat timbul kegemparan. Kawasan laut yang biasanya tidak begitu digemari ikan hiu tersebut, mungkin karena airnya lebih dingin dari air laut di Utara Tasmania.
Baca juga: Siapa Merisak Pandu Riono
Seorang ayah beserta anak lelakinya yang berusia 10 tahun, saat sedang memancing ikan dari dalam perahu tiba-tiba saja diserang seekor hiu, yang entah dengan cara bagaimana melambungkan dirinya ke luar permukaan air, untuk kemudian menyambar anak tersebut dari perahu, dan membawanya masuk ke dalam air.
Sang ayah, tanpa pikir panjang langsung terjun ke dalam air, tanpa menghiraukan ancaman merbaya yang dapat menimpanya. Ternyata ikan hiu yang telah memangsa anak manusia itu cukup terkejut, barangkali, dan melepaskan mangsanya itu, yang sempat menderita luka pada bagian lengan, kepala dan dadanya.
Anak tersebut pun selamat dari maut!
Ketika peristiwa ini masih menjadi pembicaraan cukup hangat di kalangan masyarakat di Australia, tiba-tiba terbetik berita lain dari Darwin, di bagian utara Australia.
Seorang lelaki berusia 56 tahun yang sedang berekreasi dengan sanak keluarga dan handai taulannya- saat sedang memancing ikan dari atas perahu di sekitar pelabuhan Wilayah Utara Australia itu- mendadak “diterkam”, benar, bukan disambar melainkan diterkam alias ditubruk oleh seekor ikan makarel (Scrombidae).
Dengan bobotnya yang diperkirakan seberat 18 kg, sehingga menyebabkan apa yang disebut dalam istilah kedokteran sebagai “trauma berat benda tumpul”, di bagian dada lelaki tersebut hingga nyawanya tidak tertolong. Kalau sudah ajal sampai, kata orang kita.
Kegemaran Berlibur di Bagian Laut.
Rakyat Australia, meski hidup dalam sebuah benua, bukan wilayah kepulauan, seperti Indonesia, gemar sekali berlibur ke pantai dan berenang di laut.
Sampai-sampai di tengah berjangkitnya pandemi Covid-19, kepala pemerintah sebuah negara bagian Australia yang berbatasan dengan laut, pernah mencerminkan air muka penuh kelegaan ketika mendengar laporan bahwa akhir pekan berikutnya cuaca di negara bagiannya akan diliputi awan berarak: Angin bertiup kencang dan hujan diprakirakan bakal turun.
Dengan demikian warga negara bagiannya akan lebih mungkin berdiam di rumah, hingga memasang jarak dengan warga lainnya, serta menekan kemungkinan penularan virus korona dari warga ke warga. Kendati demikian, tidak selamanya cuaca akhir pekan di Australia seperti itu, mendung dan atau hujan.
Bila ada kesempatan banyak warga yang gemar sekali seolah sambil menyelam minum air, dalam artian, sambil berekreasi sekaligus berolahraga, dengan mengayuh atau mendayung sampan atau kolek atau biduk, yang di Australia disebut kayak.
Begitulah, satu keluarga, suatu ketika baru-baru ini di Australia Selatan, memutuskan untuk berkecimpung di laut. Salah seorang anak perempuan mereka yang berusia 15 tahun kemudian memutuskan mendayung sampan bersama ibu serta sejumlah handai taulan lainnya, sementara sang ayah serta saudara lelakinya berada dalam perahu bermotor di sekitar tempat mereka bercengkerama.
Kemudian sang Ayah pun bertutur:
“Tiba-tiba kami mendengar teriakan mengerikan dari anak perempuan saya, dan ketika pandangan kami alihkan ke tempat sumber teriakan itu, saya melihat seekor ikan hiu berukuran sekitar 4,5 meter telah menyundul perahu anak saya hingga terangkat ke udara. Anak saya pun terhempas ke dalam air. Untung perahu bermotor saya topcer. Begitu dihidupkan langsung menyala. Saya menderu ke tempat kejadian hingga berhasil menyelamatkan putri saya. Kalau sekiranya terlambat 10 detik saja, niscaya anak saya sudah menjadi statistik serangan ikan hiu di Australia.”
Anak perempuan itu hanya menderita luka-luka ringan.
Karena sekarang masih belum musim panas, maka pihak berwenang di berbagai negara bagian belum memasang jaring pengaman di sekitar kawasan laut yang digemari banyak warga untuk berkecimpung.
Antara tahun 2008 dan 2017, misalnya, 266 orang di Australia tewas akibat serangan berbagai jenis binatang. Memang ada kesan bahwa Australia dianggap benua penuh marabahaya. Tapi barangkali yang paling membuat terperanjat adalah kenyataan jenis-jenis binatang atau hewan yang menjadi penyebab kematian manusia di Australia.
Di Australia terdapat laba-laba yang termasuk paling berbahaya di dunia; seperti laba-laba punggung merah. Penulis pernah punya pengalaman berhadapan dengan laba-laba ini, ketika akan membersihkan kereta bayi.
Sewaktu kasur kereta diangkat untuk dijemur, ternyata di situ ada seekor laba-laba punggung merah, yang begitu kasur terbuka dan selama ini melindunginya, ia seakan laksana patung, berdiam diri tidak berkutik sedikitpun.
Namun ketika penulis ganggu dirinya dengan sehelai daun rumput, dia pura-pura mati. Nah, kalau setelah itu masih juga diganggu maka barulah dia menyerang.
Khusus di kota Sydney, dan umumnya tidak di tempat lain, ada juga laba-laba dengan julukan “janda hitam”, yang, konon sakin dahsyatnya, mampu menembus bahkan kulit sepatu. Belum lagi berbagai jenis ular yang juga sangat berbisa.
Namun, yang paling banyak merenggutkan nyawa manusia antara tahun 2008 dan 2017 di Australia, bukanlah binatang atau serangga buas dan liar, melainkan; kuda dan sapi.
Menurut statistik pemerintah dari jumlah korban jiwa di antara manusia itu, yang paling banyak tewas, 77 orang, adalah gegara kuda, sapi dan hewan beban lainnya. Sementara, ikan hiu dan makhluk-makhluk bahari lainnya mengakibatkan 26 kematian dan anjing jadi penyebab 22 korban jiwa, sementara buaya 17.
Namun, dari data statistik di muka justru yang paling banyak menewaskan manusia di Australia adalah manusia lain. Apakah itu sebagai akibat kecelakaan lalu lintas atau perkelahian, atau kejahatan?
Lalu timbul pertanyaan: Bukankah Australia sebenarnya tidak masuk akal jadi wilayah yang warganya begitu akrab dengan air?
Paling tidak dalam budaya Indonesia, perihal laut sering dijadikan nyanyian atau kiasan, seperti lagu “Dayuang Palinggam”. Namun nyatanya, pendayung-pendayung Australia sudah sering menjadi juara dunia dalam lomba dayung kejuaraan dunia dan/atau Olimpiade.
Prestasi paling membanggakan bangsa Australia yang dicetak di laut adalah kemenangan perahu layar Australia dalam perlombaan Piala Amerika. Pada tanggal 26 September 1983, perahu layar Australia II mencetak sejarah, memenangkan Piala Amerika, yang sejak 132 tahun sebelumnya senantiasa diraih pihak Amerika.
Perdana Menteri Australia waktu itu, Bob Hawke, menyatakan sangat pantas apabila hari itu dinyatakan sebagai hari libur nasional di Australia.
BACA JUGA: Cek BREAKING NEWS, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini