Kapal Selam: Berharap dari Korea? | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Sumber: Istimewa

Kapal Selam: Berharap dari Korea?

Ceknricek.com -- Pemerintah Indonesia baru saja menambah tiga kapal selam untuk menjaga perairannya, yakni kapal KRI Ardadedali 404 dan KRI Nagapasa 403 kelas Chang Bogo yang dibuat di Korea Selatan. Dua kapal ini sudah beroperasi. Satu lagi, kapal selam Alugoro yang diproduksi di galangan kapal PT PAL Indonesia (Persero) di Surabaya, Jawa Timur. Menurut rencana, kapal ketiga ini baru akan diserahkan oleh PAL kepada Kementerian Pertahanan pada Desember 2020.

Penambahan kapal selam baru ini menjadikan Indonesia memiliki lima unit kapal selam. Selain KRI Alugoro 405 yang masih proses pengujian, juga ada kapal selam KRI Cakra-401 yang sedang proses perawatan alias tak beroperasi.

Kapal selam Alugoro merupakan kapal selam ketiga dari batch pertama kerja sama pembangunan kapal selam antara PAL Indonesia dengan Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME).

Sumber: Istimewa

Ryamizard Ryacudu, saat menjabat sebagai Menteri Pertahanan pernah bilang lima unit kapal selam yang dimiliki Indonesia itu masih jauh dari kebutuhan untuk menjaga wilayah perairan dalam negeri. “Idealnya 12 unit," katanya.

Ryamizard tak asal bicara. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.504 pulau, panjang garis pantai  81.000 km dengan luas perairan 5,8 juta km². Posisi Indonesia secara geografis juga sangat strategis karena terletak di antara dua samudra besar, yakni Samudera Hindia dan Samudera Pasifik serta dua benua, yakni Benua Asia dan Australia.

Baca Juga: PT PAL Indonesia Akan Bangun Tiga Kapal Selam Senilai US$1,2 Miliar

Apabila ditinjau dari geostrategik, geopolitik, maupun geoekonomi, Indonesia memiliki peran yang sangat penting, bukan hanya bagi bangsa Indonesia saja, namun juga bagi negara-negara di kawasan Asia Pasifik bahkan dunia secara global. 

Hal ini tentunya membawa konsekuensi logis yang signifikan terhadap upaya pelaksanaan pengamanan NKRI secara berkesinambungan, sehingga berdampak positif terhadap stabilitas pembangunan nasional. Oleh karenanya, Indonesia membutuhkan sarana dan prasarana untuk melaksanakan penegakan kedaulatan negara sekaligus menjaga keamanan di seluruh wilayah yurisdiksi nasional.

Disegani

Pada tahun 1960-an, Angkatan Laut Indonesia sangat disegani. Kala itu Indonesia memiliki 12 kapal selam kelas Whiskey buatan Uni Soviet. Kemenangan Indonesia merebut Irian Barat tanpa harus melalui pertempuran, merupakan wujud nyata keberhasilan deterrent effect yang dimiliki Indonesia saat itu, sebagai salah satu negara dengan persenjataan militer yang kuat di belahan bumi selatan.

Sumber: Istimewa

Eksistensi kapal selam yang sebagai salah satu sistem senjata strategis matra laut, di samping sebagai fungsi pengamanan teritorial laut dapat pula memberikan efek penggentar (deterrence effect) di kawasan. Pada saat ini, kemampuan kapal selam negara-negara di kawasan regional kian berkembang. Itu sebabnya perlu adanya perimbangan kekuatan (balance of power). Langkah ini perlu ditempuh untuk mewujudkan stabilitas keamanan dan pertahanan di kawasan. Hal ini sekaligus dapat memberikan dampak penangkalan (deterrence), sehingga meningkatkan bargaining power dan berfungsi juga untuk memperkuat posisi diplomasi politik di kawasan.

Baca juga: Menhan Prabowo Ajak Bangun Pertahanan Semesta

Sedangkan kapal selam yang dimiliki hendaknya disesuaikan dengan kondisi perairan Indonesia. Para ahli berpendapat kapal selam yang dianggap cocok untuk beroperasi di perairan Indonesia adalah kapal selam yang mampu beroperasi di laut dalam maupun laut dangkal (kawasan litoral), memiliki endurance dan daya jelajah yang cukup jauh dan lama, dan tentunya memiliki teknologi propulsi yang senyap serta memiliki persenjataan yang banyak dan bervariatif.

Sumber: Istimewa

Kapal selam yang dibutuhkan juga harus mempertimbangkan kemungkinan adanya keputusan politik, seperti kemungkinan sanksi embargo dari negara produsen terhadap alutsista maupun peralatan atau persenjataan pendukungnya.

Kemandirian

Negara-negara di kawasan regional telah meningkatkan kemampuan Angkatan Lautnya dengan membangun tidak hanya berbagai jenis kapal permukaan seperti corvette dan frigate modern, akan tetapi juga kapal selam dengan kuantitas dan kualitas yang cukup signifikan. Di sisi lain, kekuatan Indonesia saat ini belum mampu menghadapi ancaman potensial berupa kekuatan militer dari luar, maupun mengimbangi kekuatan angkatan laut negara tetangga.  

Sumber: Istimewa

Memang sih, invasi militer besar-besaran atau perang terbuka, sangat kecil kemungkinan terjadi. Hanya saja, low intensity conflict di perairan perbatasan dengan negara tetangga, berpeluang besar terjadi setiap saat.

Dalam rangka menghadapi ancaman kekuatan laut asing yang mungkin timbul, maka pilihan pengadaan kapal selam merupakan kebijakan yang paling efektif dan efisien karena seiring perkembangannya kapal selam menjadi suatu mesin perang yang dapat mengubah jalannya pertempuran laut.

Di samping itu, kapal selam memiliki persenjataan strategis yang diperlukan untuk melindungi kepentingan nasional di dan lewat laut, utamanya dalam rangka melaksanakan deterrence dan coercion.

Baca Juga: Prabowo Temui Menhan Rusia untuk Tingkatkan Kerja Sama

Undang-Undang No. 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan mengamanatkan tentang kemandirian industri pertahanan. Pembangunan kapal PKR 10514 dan KCR 60 di PT PAL, serta pembangunan 3 kapal selam tipe 209, dua unit di antaranya dibangun di galangan kapal DSME serta joint section kapal selam ke-3 dilaksanakan di PT PAL adalah bagian dari upaya tersebut.

Pembangunan tiga kapal selam 209 DSME menyertakan alih teknologi (transfer of technology) sebagai bagian integral dari pembangunan 3 kapal tersebut, dengan dilaksanakannya pembangunan 2 kapal selam di galangan kapal DSME dan joint section kapal selam lainnya dengan menggunakan fasilitas infrastruktur yang dibangun di PT PAL.

Sumber: Detik

Untuk pencapaian alih teknologi ini diperlukan komitmen kuat dari kedua belah pihak baik pemberi maupun penerima dalam realisasinya di lapangan. Yang terjadi saat ini proses alih teknologi pada saat pembangunan 3 kapal selam 209 DSME adalah proses learning by seeing. Sedangkan untuk mencapai keberhasilan proses alih teknologi adalah adanya proses pembentukan dynamic learning (dinamika belajar) dengan cara belajar sambil bekerja (learning by doing), belajar sambil memakai (learning by using) dan belajar sambil saling berhubungan (learning by interacting). Terlebih dalam pembangunan kapal selam yang memerlukan tingkat safety yang tinggi, serta teknologi yang presisi.

Di satu sisi, TNI AL memerlukan jenis kapal selam yang memenuhi kriteria berkualitas dan handal. Sementara di sisi lain, hal tersebut sulit diwujudkan dengan proses transfer of technology yang berlangsung saat ini, maupun kualitas hasil produksi kapal selam 209 DSME yang belum memenuhi aspek yang diharapkan oleh TNI AL sebagai sebuah kapal selam. Ini masalahnya.

BACA JUGA: Cek POLITIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini



Berita Terkait