Ceknricek.com--Hari Jumat yang baru lalu Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan tekadnya memberantas habis “beking bandar judi” di tengah isu Konsorsium 303 “Kaisar Sambo”. Sebagai buntut kasus tewasnya Brigadir Polisi Joshua secara keji dengan tersangka utama Inspektur Jenderal Polisi Ferdy Sambo, ex. Kepala Divisi Propam (Profesi dan Pengamanan) terkuak praktek busuk di instansi Polri dengan terbentuknya organisasi bernama Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Merah Putih yang dipimpin oleh Sambo (dibentuk pada era kepemimpinan Jenderal Tito sebagai Kapolri).
Meskipun Satgassus sudah dibubarkan oleh Kapolri Listyo Sigit Prabowo, tapi praktek-praktek busuk Satgas sampai hari ini belum diungkap kepada rakyat Indonesia. Yang santer hanya berita-berita yang belum terkonfirmasi yang sangat memalukan dan mengerikan, yaitu permainan entah berapa banyak oknum anggota Polri mencari uang dengan melakukan “deal” atau memeras bandar judi dan orang-orang kaya yang terlibat dalam perjudian. Pelaku praktek-praktek narkoba dan pelacuran online juga menjadi mangsa empuk dari “Konsorsium 303”.
Berita yang sudah viral mengungkap di rumah pribadi Sambo di Kawasan Jalan Bangka Tim Khusus bentukan Kapolri berhasil menemukan tumpukan uang sebesar Rp 900 miliar sekali lagi Rp 900 miliar ! Uang dari mana ? Bagaimana Timsus Merah Putih bisa menghimpun dana sebesar itu ? Dan ke mana saja dana raksasa itu didistribusikan di internal Polri? Pejabat tinggi mana saja yang secara rutin mendapat “cipratan” juga?
Pepatah mengatakan money is power; uang bisa membuat orang berkuasa. Sebaliknya, kekuasaan pun dapat memberikan si empunya kekuasaan besar. Tidak heran kalau Irjen Sambo bisa begitu berkuasa; jenderal-jenderal polisi pun umumnya takut, atau tidak berani melawan Sambo. Hal ini tercermin jelas dari begitu lambannya pengungkapan kasus pembunuhan Brigadir Polisi Joshua sehingga membuat Presiden Jokowi jengkel, setengah marah. Sampai 4 (empat) kali beliau meminta Kapolri supaya secepatnya mengungkap kasus ini dengan terang-benderang, jangan ditutup-tutupi supaya seluruh rakyat Indonesia tahu, dan supaya nama baik Polri tidak hancur.
Berlarut-larutnya kasus Joshua merupakan indikasi kuat begitu hebatnya kekuasaan Sambo sehingga ia bisa terus ber pat-gulipat menutupi dan cover-up cerita sesungguhnya kasus ini. Narasi terbunuhnya Joshua yang berawal dari pernyataan pers Kapolres Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022 ternyata “buatan” Sambo dan konco-konconya juga, sehingga semua pihak, termasuk Presiden Jokowi, Kapolri, Menkopolhukam Prof. Mahfud MD., Tim Khusus bentukan Kapolri, para ahli hukum, media massa, media sosial, Kompolnas (terutama Irjen Pol pensiunan Benny Mamoto, pimpinan Komnas Ham dan seluruh rakyat Indonesia dikibuli habis-habisan . Luar biasa saktinya kekuasaan dan pengaruh Sambo yang dipertontonkan selama satu bulan …….
Setelah dipanggil Presiden dan diperingatkan secara personal, Kapolri Listyo Sigit Prabowo baru bertindak serius dan cepat. Dan akhirnya, setelah istri Sambo, Putri Chandrawati, pada Kamis yang lalu ditetapkan sebagai Tersangka oleh Tim Khusus bentukan Kapolri, kasus terbunuhnya Brigadir Joshua memasuki babak no return. Bukan hanya itu, misteri “konsorsium 303” pun sedikit demi sedikit tersingkap.
Upaya mati-matian menutupi kasus Joshua dengan cara Obstruction of Justice dan menciptakan kebohongan demi kebohongan, secara tidak langsung, mengindikasikan Kapolri pun tidak berdaya menghadapi kekuasaan Ferdy Sambo. Jika bukan karena terus-menerus mendapat pressure dari banyak pihak, termasuk pihak internal Polri yang berseberangan dengan Sambo, Kapolri mungkin tetap saja tidak berdaya sampai hari ini. Pada akhirnya, Jenderal Listyo Sigit Prabowo rupanya betul-betul menyadari dia sudah berada pada posisi “to be or not to be”.
Maka, keluarlah pernyataan bernada ancaman Kapolri yang cukup panjang di hadapan seluruh jajaran Polri di Mabes Polri pada Jumat yang baru lalu. Namun, dari perspektif ilmu komunikasi, “ancaman” Kapolri bernada lemah (weak); diutarakan dengan datar, dengan ekspresi wajah yang biasa-biasa saja.
Dari perspektif ilmu komunikasi juga, jika seorang komunikator – apalagi yang memiliki kekuasaan begitu besar -- mengeluarkan ancaman, atau memarah-marahi komunikan/khalayak bawahannya, wajahnya pasti mencerminkan amarah, dengan suara bergetar dan tangan yang dikepalkan. Jika ciri-ciri ancaman ini tidak tampak, itu mengindikasikan komunikator sesungguhnya ragu terhadap kekuasaannya yang powerful di hadapan bawahannya ……
Perhatikan misalnya ekspresi wajah Presiden Soeharto ketika beliau melampiaskan kegusarannya terhadap aktivitas-aktivitas kelompok Petisi 50 di Cijantung dan laporan-laporan satu majalah berita tentang kasus pembelian 26 kapal bekas eks. Jerman Timur yang berakhir dengan pembredelan atas majalah berita itu.
Meskipun demikian, ancaman Kapolri itu paling tidak menunjukkan indikasi Kapolri membenarkan adanya praktek-praktek backing terhadap para cukong/bandar/pemain judi kelas kakap; juga praktek-praktek narkoba dan pelacuran online. Apalah praktek-praktek ini baru muncul, atau sudah menjadi rahasia umum?
Publik kerap melihat begitu maraknya praktek judi di kalangan atas/kakap dan lenyap begitu saja kasusnya, tanpa diproses secara hukum. Begitu juga dengan praktek-praktek pelacuran, apalagi kasus-kasus narkoba. Pihak BNN dan polisi kerap dengan bangga mempertontonkan acara pembakaran sekian ton narkoba kepada masyarakat; tapi seberapa banyak kasus narkoba yang raib begitu saja, tanpa diproses secara hukum dan dijebloskan pelakunya dalam penjara ?
Sekali lagi, pernyataan Kapolri terakhir dihadapan semua petinggi Mabes Polri yang bernada ancaman (fear-arousing communication) – kalau masih melakukan, akan saya copot, apakah Kapolres, Direktur hingga Kapolda -- kalau nggak sanggup, katakan sekarang saja – kita ragukan efektifitasnya.
PR Kapolri selanjutnya yang SANGAT MENDESAK : lakukan reformasi menyeluruh dalam tubuh Polri, bersihkan Polri dari anasir-anasir bermoral buruk yang hanya menciptakan images buruk di mata masyarakat dalam dan luar negeri. Tidak heran jika menurut penilaian PBB beberapa waktu yang lalu, Indonesia salah satu negara dengan law enforcement paling jelek di dunia. Kenapa ? Karena penegakan hukum di negara kita sudah menjadi “barang dagangan”, kata Prof. Mahfud PD, Menko Polhukam kita…….
Satu lagi saran kami: Mintalah maaf secara jantan kepada seluruh rakyat Indonesia, Pak Kapolri, maaf karena penanganan kasus pembunuhan sadis Brigadir Polisi Joshua yang bertele-tele karena dihalang-halangi oleh begitu banyak oknum perwira Polri yang diduga kuat anak-buah Irjen Pol Ferdy Sambo!*
#Prof. Dr. Tjipta Lesmana, M.A.
Ex. Mantan Dosen Tamu Secapa, Sespim dan Sespati Polri
Editor: Ariful Hakim