Kasman Singodimedjo, Buku Terbuka Dalam Sejarah Indonesia | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: Historia

Kasman Singodimedjo, Buku Terbuka Dalam Sejarah Indonesia

Ceknricek.com -- Bagi sebagian masyarakat Indonesia, nama Kasman Singodimedjo mungkin kurang begitu diketahui oleh banyak kalangan. Padahal, lelaki ini telah berjasa dalam rekam jejak sejarah Indonesia, salah satunya merumuskan Piagam Jakarta, cikal bakal Pancasila.

Berawal dari pemuda biasa, aktif di organisasi, bergabung dengan Pembela Tanah Air (PETA), menjadi ketua Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) kemudian mengantar Kasman pada beberapa kejadian penting kronik sejarah Indonesia pasca kemerdekaan.

Bagaimana kiprah Pahlawan Nasional yang meninggal hari ini, 37 tahun yang lalu, tepatnya pada 25 Oktober 1982 itu? Disarikan dari berbagai sumber, berikut peran Kasman Singodimedjo, sosok buku terbuka yang masih bisa dibaca dan dipelajari oleh siapa pun.

Pemuda dari Tanah Bagelen

Kasman Singodimedjo lahir di Bagelen, Purworejo, Jawa Tengah, pada 25 Februari 1904. Dia merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara. Ayahnya adalah pegawai negeri yang sempat berdinas di Bali dan Lampung Tengah, lalu memutuskan untuk menjadi modin desa (petugas agama). Sementara itu, ibunya adalah seorang perempuan desa biasa.

Kasman pernah memperoleh pendidikan dasar di sekolah Kristen di Batavia, namun dia kemudian pulang dan melanjutkan pendidikannya di Kutoarjo dan Magelang. Di Kutoarjo Kasman bergabung dengan Koetoardjosche Studerenden Bond (KSB) di bawah naungan Jong Java. Tahun 1924, Kasman kembali lagi ke Batavia untuk menempuh studi di STOVIA (sekolah dokter Jawa) namun tak selesai.

Kasman Singodimedjo, Buku Terbuka Dalam Sejarah Indonesia
Sumber: Perpusnas

Baca Juga: Djamin Ginting, Sang Loyalis Dari Tanah Karo

Pada masa inilah Kasman mulai terlibat dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dan bergabung dengan pengurus Jong Islamieten Bond (JIB), organisasi pemuda berasas Islam yang didirikan oleh Haji Agus Salim. Dia pun mulai terlibat dalam media cetak organisasi tersebut: Het Licht, yang beberapa tulisan di dalamnya turut serta menumbuhkan rasa kebersamaan para pemuda pada waktu itu.

Seusai berkhidmat dengan JIB, Kasman melanjutkan pendidikannya di Sekolah Tinggi Hukum di Batavia dan kemudian menggondol gelar Meester in de Rehten (Mr.). Tidak hanya itu, ia juga mulai bergerak bersama Muhammadiyah pada 1935. Selain itu, Kasman juga pernah memperoleh pengajaran langsung dari KH Ahmad Dahlan pada 1920-an.

Nama Kasman sempat menyita perhatian khalayak pada tahun 1940-an. Pada saat itu, dalam sebuah rapat Muhammadiyah di Bogor, Jawa Barat. Kasman sempat berucap “untuk Indonesia Merdeka!”. Dari sinilah ia lalu diciduk oleh Polisi Rahasia Belanda. Dia didakwa bersalah dan menjalani kurungan selama empat bulan.

Menjadi Anggota PETA

Bukti jasa perjuangan Kasman berlanjut saat penjajahan Jepang. Pada masa itu, Kasman menjadi Komandan PETA Jakarta. Kasman merupakan salah satu tokoh yang berperan dalam mengamankan pelaksanaan upacara pembacaan Proklamasi 17 Agustus 1945. 

Namun, jika ini dirunut ke belakang Kasman sebenarnya tidak berminat masuk dalam kesatuan militer bentukan Dai Nippon itu. Hatinya menolak segala macam bentuk penjajahan. Dia pun berusaha merekayasa kondisi fisiknya agar tidak lulus tes.

“Selama beberapa hari saya mengurangi tidur, sehingga badan saya tampak lesu, muka pucat dan mata menjadi kemerah-merahan. Saya juga berusaha agar air kencing saya menjadi kuning,” kenang Kasman mengutip Historia. 

Namun, hasil pemeriksaan kesehatan justru menyatakan bahwa Kasman sehat dan layak menjadi daidanco Jakarta. Dia pun menerima ini sebagai bagian dari perjuangan. Di sanalah kemudian Kasman mulai memperluas jaringan dan pengetahuannya mengenai seluk beluk ketentaraan Jepang. 

Kasman Singodimedjo, Buku Terbuka Dalam Sejarah Indonesia
Sumber: Kumparan

Hingga akhirnya ketika Jepang takluk pada Sekutu dalam Perang Asia Timur Raya, Kasman Singodimedjo dan para prajurit PETA lainnya berbalik melawan demi mewujudkan kemerdekaan RI. Ia kemudian masuk sebagai anggota tambahan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dan panitia Sembilan yang merumuskan Piagam Jakarta. 

Dalam PPKI ini, nama Kasman tentu tidak bisa dilupakan. Dialah yang nantinya berperan meyakinkan Ki Bagus Hadikusumo, Ketua Umum Muhammadiyah sekaligus anggota PPKI untuk menghapuskan tujuh kata dalam Piagam Jakarta, yakni yang berbunyi, “… dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” 

Kasman melakukan apa yang tidak bisa dilakukan oleh KH Wahid Hasyim dan Bung Hatta terhadap Ki Bagus. Dengan menggunakan politik bahasa bertingkat di Jawa (bahasa krama), Kasman meminta dengan halus kepada Ki Bagus untuk menghapus tujuh kata tersebut dengan menimbang kondisi Indonesia pada saat itu, dan kelak akan bisa direvisi kembali setelah keadaan stabil. Ki Bagus akhirnya luluh dan menyetujuinya.

Misi Kasman berhasil sudah. Poin yang dipersoalkan oleh kubu nasionalis dan golongan Islam itu kemudian diubah menjadi berbunyi, “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang kemudian ditetapkan sebagai sila pertama Pancasila, dasar negara Indonesia.

Akhir Hayat Kasman

Seusai kemerdekaan dan rapat-rapat PPKI berakhir, kasman sempat menjabat sebagai ketua Badan Keamanan Rakyat (BKR), Ketua Komite Nasional Pusat (KNIP), dan lembaga parlemen sementara. Ia kemudian melepas jabatan ketua BKR pada 5 Oktober 1945 ketika diubah namanya menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). 

Jabatan KNIP juga tidak terlalu lama ia pegang. Sutan Sjahrir menggantikannya pada 16 Oktober 1945 ketika sistem pemerintahan Indonesia berubah dari Presidensil ke Parlementer. Dari posisi tersebut, Kasman diangkat menjadi Jaksa Agung pada 1945-1946 menggantikan Gatot Taroenamihardja.

Bersama Partai Masyumi Kasman juga menduduki posisi yang strategis di pemerintahan Perdana menteri Amir Sjarifuddin. Ia didaulat sebagai menteri Muda Kehakiman mulai 11 November 1947 hingga 29 Januari 1948. Namun era itu tidak bertahan lama.

Kasman Singodimedjo, Buku Terbuka Dalam Sejarah Indonesia
Sumber: Detik.com

Baca Juga: Dewan Dakwah: Politik Masyumi Lewat Dakwah

Pada 17 Agustus 1960 diterbitkan Keppres Nomor 200/1960 dan Keppres Nomor 201 Tahun 1960 yang ditujukan kepada Partai Masyumi untuk membubarkan diri. Pembubaran Masyumi ini terkait dengan adanya pemberontakan PRRI Permesta yang diduga mendapatkan dukungan Partai Masyumi.

Pada 9 November 1963, Kasman ditangkap dan ditahan karena didakwa melakukan perkumpulan dengan tujuan kejahatan. Selain itu, ia dituduh berencana membunuh Soekarno dan menyelewengkan Pancasila. Akhirnya, dakwaan itu diputus pada 14 Agustus 1964 dengan hukuman penjara 8 tahun, yang pada tingkat banding berubah menjadi 2 tahun 6 bulan. Kasman bebas di tahun 1966.

Setelah kekuasaan Soekarno runtuh dan digantikan pemerintahan Orde Baru, sosok Kasman hilang bak ditelan bumi. Namun ia diketahui tetap aktif dalam organisasi Muhammadiyah hingga akhirnya meninggal di Jakarta, pada 25 Oktober 1982 dalam usia 70 tahun. 

Tiga dekade berlalu setelah kematiannya, pada 2018 Ia dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 123/TK Tahun 2018 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.

BACA JUGA: Cek SEJARAH, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.


Editor: Thomas Rizal


Berita Terkait