Ceknricek.com -- Rudy Ramli maju terus pantang mundur. Pemilik Bank Bali ini menunjuk Prof. Yusril lhza Mahendra dari Kantor Hukum dan Pengacara lhza dan lhza sebagai konsultan hukum untuk memulangkan saham Bank Bali yang dikuasai Standard Chartered Bank (SCB) kepada dirinya.
Putra pendiri Bank Bali ini berharap dengan ditunjuknya Yusril sebagai konsultan hukum, proses menuntut keadilan semakin terang.
Ia berani menggugat kasus Bank Bali, karena dirinya memiliki beberapa dokumen yang mengindikasikan kecurangan yang dilakukan SCB. “Kami sudah memiliki dokumen-dokumen rencana jahat SCB mengambil alih Bank Bali di antaranya dengan nama proyek Fork,” ujar Rudy dalam acara peringatan “20 Tahun Kasus Bank Bali” di Jakarta, Senin (9/9) malam. Acara ini juga dihadiri Yusril Ihza Mahendra.
Foto: Istimewa
Dalam dokumen yang ditunjukkan itu, jelas sekali, skenario SCB agar bisa mendapatkan PT Bank Bali Tbk. Selain itu, ada dokumen lain berupa surat yang berisi permintaan SCB kepada BPPN dan BI terkait pengambil alihan Bank Bali.
Yusril menyatakan siap membantu Rudy Ramli menuntut haknya dengan menjadi pengacara Bank Bali. ”Saya siap dengan kemampuan dan profesionalitas saya, membantu Rudy menuntut haknya yang merasa didholimi," papar Yusril. Menurutnya, Rudy akan menuntut haknya agar Bank Bali kembali menjadi miliknya. “Kami segara mendaftarkan gugatan,” tambah Yusril.
Sebelumnya, Rudy telah menyampaikan kejanggalan pengambilalihan saham PT Bank Bali Tbk. kepada Otoritas Jasa Keuangan atau OJK, KPK dan juga BPK. Proses pengambilan itu dianggap mengebiri hak-hak Rudy, selain juga merugikan negara.
Hanya saja, sejauh ini belum ada respon dari lembaga tersebut. Diharapkan dengan keseriusan Rudy menggunakan pengacara langkah memperoleh hak dapat tercapai.
Baca Juga: Menelisik Jejak SCB Menguasai Bank Bali
Kasus Bank Bali kembali mengapung menyusul rencana akuisisi PT Bank Permata, Tbk. oleh Bank Mandiri (Persero) Tbk., yang kemudian batal. Bank ini dikuasai SCB dan Astra International. Keduanya masing-masing menggenggam 45% saham Bank Permata. Sisanya milik publik.
Foto: Istimewa
Bank Permata merupakan hasil penggabungan lima bank di bawah pengelolaan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Bank-bank yang dikawinkan itu adalah Bank Bali Tbk., Bank Universal Tbk., PT Bank Prima Express, Bank Artamedia, dan Bank Patriot.
Bank Bali ditunjuk menjadi Bank Rangka dan pada 1 Februari 2002 berganti nama menjadi Bank Permata, sedangkan empat bank lainnya sebagai bank yang menggabungkan diri.
No Capital Commitment
Perjalanan bank ini meninggalkan masa lalu yang belum tuntas. Rudy Ramli, salah satu pemegang saham Bank Bali dari keluarga Djaja Ramli, tak rela bank ini dimiliki SCB. Dia menganggap kepemilikan SCB di Bank Permata adalah misteri. Ia curiga ada bos lain yang menggunakan SCB untuk menguasai Bank Permata.
Lantaran itu Rudy Ramli menyatakan keberatan atas usaha pemindahan kepemilikan saham Bank Permata. Rudy mengaku menemukan kejanggalan pada annual report SCB 2006, dan beberapa tahun berikutnya. Pada laporan tahunan itu terdapat kejanggalan dalam transaksi pengambil alihan Bank Permata. Ada kalimat “no capital commitment” tertuang pada annual report SCB tersebut.
Foto: Istimewa
Apa yang dimaksud dengan no capital commitment? Berdasarkan peraturan transparansi yang berlaku di Indonesia, siapa pun yang ingin membeli bank di Indonesia harus jelas dengan menanda tangani deklarasi yang menyatakan dirinya adalah “the ultimate shareholder dari institusi yang akan dibelinya”.
“Dengan ditemukannya dokumen itu, kami keluarga besar eks Bank Bali, sangat meragukan bahwa SCB telah menandatangani deklarasi yang menyatakan dirinya adalah ultimate shareholder dari Bank Permata,” katanya.
Kalau pun ternyata dokumen deklarasi ultimate shareholder itu ada atas nama SCB, menurut Rudy, maka SCB patut dicurigai telah melakukan kebohongan publik dengan mengaku sebagai ultimate shareholder.
Foto: Istimewa
SCB wajib menjelaskan dengan menyertakan dokumen pendukung, apa maksud dari kalimat “no capital commitment” yang tertuang pada annual reportnya tersebut. Sesuai asas keterbukaan dan hukum anti-money laundry.
Jika ternyata nantinya terbukti SCB telah melakukan fronting dan kebohongan publik, atau adanya peristiwa SCB tidak menandatangani pernyataan sebagai ultimate shareholder, maka transaksi pengambil alihan Bank Permata wajib dipertanyakan oleh otoritas yang berwenang.
BACA JUGA: Cek Berita AKTIVITAS PRESIDEN, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.