RNI (Rangkaian Ngopi Imajiner) bareng Gus Dur
Ceknricek.com--Mohon maaf pembaca, kali ini Gus Dur tidak bisa hadir dalam Ngopi (Ngobrol Pintar) kita dikarenakan beliau masih sibuk dengan beragam agenda menyambut Idul Fitri. Sejatinya saya sudah berusaha terhubung dengan beliau, selain hendak mengucapkan Selamat Lebaran juga hendak membahas topik yang lagi trending beberapa minggu terakhir: Elon Musk beserta segenap kiprahnya.
Ya, betapa tak, Elon Musk disebut sebagai orang terkuat di dunia versi CNN Business, terkuat bukan dalam arti seperti si Manusia Baja Superman, tetapi dikarenakan dia berhasil menguasai tiga perusahaan raksasa dunia.Dia tercatat sebagai CEO Tesla, yang merupakan perusahaan mobil paling berharga di dunia, juga menjadi bos SpaceX, yang bergerak di industri transportasi antariksa. Serta, paling akhir dan paling heboh tatkala dia membeli Twitter.
Elon Musk mengakuisisi Twitter senilai Rp 635 triliun, sebagaimana kita tahu, Twitter merupakan salah satu raksasa jejaring sosial dunia selain Facebook alias Meta besutan Mark Zuckerberg. "Saya ingin membuat Twitter lebih baik dari sebelumnya dengan meningkatkan produk dengan fitur-fitur baru, membuat algoritme open source untuk meningkatkan kepercayaan, mengalahkan bot spam, dan mengautentikasi semua manusia," katanya seperti dikutip CNBC International.
Ironisnya, atau mungkin logisnya, kemarin diulas bahwa Musk berencana untuk membuat Twitter bukan lagi gratis, tetapi berbayar! Nah lo. Sebagaimana dilansir CNN, dalam paparannya kepada bank yang memberinya pinjaman guna membeli Twitter, diwartakan Musk akan mengembangkan cara baru untuk mengeruk keuntungan dari cuitan. Kepada bank tersebut, Musk mengklaim akan mengembangkan cara untuk 'menguangkan' twit yang berisi informasi penting atau cuitan viral, termasuk membebankan biaya ketika situs pihak ketiga ingin menyematkan (embed) tweet dari individu atau organisasi yang terverifikasi.
Inilah yang mesti kita waspadai sejak kini agar kita semua tak mudah terseret dalam labirin digial capitalism atau platform capitalism versi Nick Srnicek, yang mencengkeram kita tanpa sadar namun amat sistematis dan merasuk dalam kehidupan keseharian kita sejak bangun tidur hingga kita beranjak tidur lagi. Dengan menggabungkan teknologi hardware dan software, platform membantu mengembangkan layanan atau produk yang ditawarkan oleh sebuah bisnis agar dapat memberikan pengalaman pelanggan yang lebih baik melalui aplikasi yang di-hosting di dalamnya.
Dengan kata lain, platform dan aplikasi adalah bagian dari software yang bekerja secara berkesinambungan. Platform sebagian infrastruktur yang memungkinkan aplikasi untuk dijalankan dalam sebuah perangkat, sementara aplikasi adalah fasilitas yang dikembangkan oleh sebuah perusahaan untuk mendukung kebutuhan penggunanya agar bisa memanfaatkan layanan atau produk yang mereka tawarkan. Keduanya kerap kita unduh secara gratis untuk kemudian kita pergunakan guna mempermudah dinamika hidup keseharian kita. Secara tak langsung sesungguhnya melalui beragam platform dan aplikasi tersebut segenap data pribadi kita terekam dalam big data perusahaan dan dapat dipergunakan bagi kepentingan komersial lainnya. Sekaligus pula melalui algoritme real time yang mereka kembangkan, segenap data tersebut mereka olah dan analisis agar semakin memahami kita selaku konsumen dan mengkreasi aneka fitur agar semakin dipergunakan oleh konsumen yang pada giliran selanjutnya menjadikan seluruh konsumen makin tergantung padanya. Inilah ‘ruh’ kapitalisme digital yang merasuki kita, seringkali tanpa kita sadari dan pahami seutuhnya.
Profitabilitas platform digital menjadikannya kendaraan investasi istimewa untuk dana keuangan, bersemangat untuk menemukan kumpulan baru untuk memancing keuntungan. Akibatnya, kapitalisme digital adalah hasil dari aliansi struktural antara elit keuangan dan teknologi, di mana yang pertama secara bertahap kehilangan hegemoni mereka demi yang terakhir, yang menegaskan posisi dominan mereka. Dengan kata lain, didorong oleh keharusan untuk meningkatkan profitabilitas dana mereka, perwakilan dari modal keuangan dipaksa untuk menerima posisi kekuasaan yang diambil oleh pengusaha teknologi. Pada gilirannya, platform digital yang sukses memenuhi kebutuhan dana untuk margin keuntungan dengan memanfaatkan kemampuannya yang tak tertandingi untuk mengatur dan memengaruhi aktivitas miliaran pengguna di seluruh dunia, terutama generasi muda kita.
Inilah ‘ketupat lebaran’ yang disuguhkan Elon Musk beserta segenap pemain teknologi digital global kepada kita dengan beragam inisiatif dan bumbu penyedap serta aneka paket penyajian yang menggiurkan. Bila suatu saat kelak mereka tak lagi meng-gratiskan sajiannya alias mesti berbayar, maka akan hebohlah kita dan makin kayalah mereka. Dominasi mereka atas dinamika kehidupan kita dan ketergantungan yang terus diolah, sesungguhnya membuat kita menjadi rentan (fragile).
Gitu aja koq repot..begitu ungkapan Gus Dur yang selalu kita rindukan. Mohon maaf lahir dan batin ya guys...Selamat Idul Fitri 1443 H. Semoga kita makin bijak dalam menyikapi transformasi digital ini.
*)Greg Teguh Santoso, akademisi dan pemikir bebas, sedang menempuh studi doktoral sambil tetap berbagi ilmu di beberapa universitas.
Editor: Ariful Hakim