Ceknricek.com--Mau dijuluki “bocil” boleh saja. Namun pada usia “baru” 32 tahun, yang namanya MBS alias Mohammad Bin Salman sudah mampu melakukan berbagai terobosan untuk menjadikan Kerajaan Arab Saudi lebih “moderen”.
MBS, di luar kelaziman dalam tatanan kerajaan yang di dalam wilayahnya terdapat dua kota suci Umat Islam – Makkah dan Madinah – “dinobatkan” sebagai Putra Mahkota oleh ayahandanya Raja Salman bin Abdulaziz Al-Saud. Tentang kisah ini insya Allah kita uraikan dalam lain kesempatan.
Tidak semua terobosan dan pembaharuan yang telah dan nampaknya akan terus dilakukan MBS dinilai positif. Maklum, beliau hanyalah sekadar manusia.
Dalam tulisan ini yang akan diuraikan adalah cara MBS mengembalikan harta dan kekayaan Kerajaan yang pada hematnya telah dijarah secara tidak “halal” oleh sejumlah “oligarki” yang banyak di antaranya juga berdarah biru alias keturunan keluarga Kerajaan.
Gerakan Mengejutkan di Pagi Buta
Ternyata MBS tidak memerlukan KPK! Maklum sebagai Putra Raja dan Putra Mahkota banyak kewenangan yang berada dalam tangannya. Dan tampaknya kewenangan tersebut ingin dimanfaatkannya demi kepentingan kerajaan (rakyat?).
Sekejap sebelum jam berdenting menandakan waktu telah mendekati pukul 04:00 pagi (Waktu Ibukota Arab Saudi, Riyadh), telepon berdering. Pesan yang disampaikan kepada Pangeran Alwaleed bin Talal Al-Saud adalah Sri Baginda Raja ingin bertemu sesegera mungkin dengan keponakannya itu. “Silahkan segera datang,” kata petugas istana kepada Alwaleed.
Sudah sejak puluhan tahun Alwaleed dikenal oleh dunia sebagai seorang pengusaha Saudi yang sukses dan kaya raya.Dia terkenal dan dikenal dan tidak sedikit yang mendambakan untuk dapat mendekatinya, dan kemudian diketahui oleh orang lain, bahwa dia atau mereka adalah orang dekat Alwaleed.
Uncangnya seakan tidak punya batas. Dengan kekayaan waktu itu sekitar 18-miliar dolar (AS), di mata banyak orang-orang terkemuka di Eropa dan Amerika, Alwaleed adalah pengejawantahan dari “hartawan Saudi” – kaya raya, tampan dan bergelimangan dengan duit.
Dia memiliki “armada” pesawat udara, termasuk pesawat jet 747 yang di dalamnya terdapat kursi yang laksana takhta Kerajaan di tengah-tengah badan pesawat, dan sebuah kapal pesiar senilai 90-juta dolar yang lapang hingga dapat memuat 20 orang penumpang dengan nyaman dan dilayani oleh 30 orang awak terlatih dan cekatan.
Apabila melihat sesuatu yang disukainya maka Alwaleed akan membelinya sebanyak 20, biar pun sekiranya itu adalah mesin untuk berolahraga. Satu untuk di kediamannya, satu untuk di apartemennya, satu untuk di kapal pesiarnya dan seterusnya.
Alwaleed memang bahagia dengan kekayaannya itu, dan di kantor-kantornya yang tersebar di berbagai penjuru dunia, seperti Riyadh, Paris dan New York, ia suka memperlihatkan kepada tamu-tamunya puluhan majalah dalam berbagai bahasa yang memuat tulisan (penuh pujian dan kekaguman) tentang dirinya.
Salah satu kegemarannya adalah meminum teh dari cangkir yang berhiasan foto wajahnya. Dia memiliki banyak usaha dan saham dalam tidak sedikit bisnis dari perbankan hingga perhotelan. Apabila melakukan perjalanan dia akan membawa dan disertai sampai 25 orang pembantu, termasuk juru-masak, petugas yang harus melakukan pembersihan dan tentu saja para penasihat bisnis.
Namun di tengah-tengah gelimangan kekayaan itu, di pagi sejuk bulan November tahun 2017 itu, niscayalah dia merasa merinding ketika mengenakan pakaian yang layak di tempat ia melakukan “retret” di gurun pasir di luar Ibukota Riyadh. Maklum pesan yang diterimanya adalah “Sri Baginda Raja ingin bertemu!”. Bahkan sekadar “kan dia anak presiden” saja bisa bikin Ketua Parpol di Indonesia gemetaran!
Memang ada kebiasaan di kalangan kaum elit di Arab Saudi untuk tidak melupakan asal usul mereka, yaitu dari gurun pasir, hingga banyak di antara mereka biar sekaya apapun masih tetap tidak melupakan asal usul mereka – gurun pasir.
Sebagaimana halnya dengan bekas pemimpin Libya Muammar Gaddafi, yang suka “retret”, semisal bertapa di dalam kemah yang mewah, yang lengkap dengan segala pernak-pernik agar kenyamanan tetap terjamin, di hamparan gurun yang sesayup-sayup mata memandang yang terlihat hanyalah ufuk atau kaki langit yang seakan memisahkan bumi dari langit.
Terobosan dan pembaharuan-pembaharuan yang diprakarsai oleh MBS digandrungi oleh sebagian, disunguti oleh sebagian lainnya dan diterima secara pasrah oleh yang selebihnya.
Salah satu cita-cita yang diusung MBS adalah mengalihkan sandaran ekonomi Arab Saudi yang selama ini adalah minyak yang seakan lautan di bawah timbunan pasir gurun yang tandus itu, ke sandaran lain.
Bagi sementara pangeran berdarah biru, ada dugaan yang merisaukan bahwa perubahan dan pembaharuan yang dilaksanakan MBS itu juga terkesan laksana bunyi cambuk besar yang mengenai sasaran.
Tidak jadi soal bahwa Alwaleed mampu sesumbar bahwa tidak sedikit kepala negara di permukaan bumi ini adalah sahabatnya. Kenyataannya, di bawah pengawasan dan sang “mandor” (MBS) bunyi cemeti keras kian menggema.
Alwaleed sudah sering mendengar bahwa sejak pamannya – Raja Salman bin Abdulaziz Al-Saud -berada di atas takhta sekitar 2 tahun sebelumnya, banyak laporan tentang anggota keluarga kerajaan yang mendadak dipanggil di malam hari atau pagi buta, atau dikecohkan hingga bersedia menaiki pesawat jet pribadi yang kemudian diterbangkan kembali ke Arab Saudi dan ditahan.
Di belakang siasat lihai itu tak lain dan tak bukan adalah sepupu Alwaleed, Mohammad Bin Salman (MBS), yang kini menjadi Putra Mahkota. Yang ditakuti kalaupun tidak disegani, karena pemarah dan tidak sabar hendak melakukan perubahan dan pembaharuan sesegera mungkin.
Sungguh MBS yang sebelumnya sama sekali tidak pernah terdengar namanya, bahkan di kalangan para pemantau segala gerak gerik dalam batang tubuh Kerajaan Arab Saudi, memang lain daripada yang biasanya dilakukan oleh para raja Arab Saudi, yang begitu cemas akan membangkitkan amarah kalangan-kalangan tertentu dalam keluarga besar Al-Saud, hingga mereka selalu hati-hati dan tetap mempertahankan tata tradisi alias adat istiadat Kerajaan.
Namun yang namanya MBS masih muda belia dan penuh semangat dan tenaga, dan tidak pernah sungkan untuk mengirim pertanyaan atau meminta penjelasan dari bawahannya kapan saja, seakan baginya tidak ada perbedaan antara siang dan malam. Kalau dia masih bangun di malam yang sudah larut kenapa bawahannya harus enak-enak terlena di atas ranjang yang empuk?
Alwaleed meyakinkan dirinya bahwa selama dua tahun belakangan ini, yang biasanya jadi bulan-bulanan MBS adalah pangeran-pangeran yang hubungannya dengan pendiri Kerajaan Al-Saud tidak seakrab seperti dirinya; juga dia bukanlah seorang anggota kerajaan yang bergerak di bidang politik yang dapat menggoyahkan tatanan kerajaan di negeri tersebut. Beda dengan sejumlah pangeran lainnya atau aktivis-aktivis tertentu (seperti Khashoggi) yang suka melakukan tindakan-tindakan atau mengucapkan kata-kata yang dianggap dapat mengganggu ketenteraman di dalam negeri Saudi, Alwaleed suka mengatakan kepada orang-orang asing bahwa dia terkesan dengan kiprah dan sepak terjang MBS.
Dia bahkan pernah mengakui bahwa segala yang telah dilakukan oleh MBS sesungguhnya adalah perubahan dan pembaharuan yang sudah sejak lama ditunggu-tunggunya.
Alwaleed dikenal kedermawanannya. Apabila dia sedang retret di kawasan gurun di mana telah didirikan kemah-kemah besar dan mewah, lengkap dengan segala peralatan yang barangkali bahkan tidak dimiliki mereka yang hidup di Tengah-tengah sebuah kota modern bahkan di Eropa, maka setelah “kenduri” untuk menjamu tetamunya, segala makanan yang tersisa (yang memang sejak semula sudah sengaja dimasak melampaui kecukupan untuk menjamu para tamu) maka hidangan yang tersisa atau berlebih itu akan dibagi-bagikan kepada penduduk yang karena warisan turun temurun harus berdiam di tengah gurun. Atau mereka kemudian diundang untuk menyantap segala hidangan mewah yang memang menjadi kegemaran masyarakat Baduy penghuni gurun Saudi.
Ternyata Pertemuan dengan "Raja" Bukan di Istana
Tak lama setelah menerima panggilan dari Raja, Alwaleed meninggalkan kemahnya yang mewah dan dengan mobil langsung melakukan perjalanan menuju ibukota Riyadh. Kurang lebih sejam kemudian dia tiba di Istana Kerajaan, dan seorang petugas kemudian menjelaskan kepadanya bahwa “pertemuan” yang akan diadakan dengannya mengambil tempat di hotel mewah Ritz Carlton, yang terletak tidak jauh dari istana.
Alwaleed dipandu ke sebuah mobil lain yang merupakan bagian dari suatu iring-iringan besar. Alwaleed yang mulai cemas mengingatkan tentang telepon dan tasnya. Seorang pembantu Raja mengatakan segalanya sudah dipindahkan ke mobil yang akan membawanya ke pertemuan dimaksud. Alwaleed tambah cemas.
Alwaleed merasa terputus dari dunia di luar tempat dia berada, dan kecemasannya semakin menjadi-jadi. Pengawal pribadi serta para pembantunya menaiki mobil lain, dan perjalanan itu memakan waktu hanya beberapa menit, dan mereka sudah sampai di jalan masuk menuju hotel yang sangat megah itu.
Ketika memasuki lobi hotel itu, demikian ia kemudian mengisahkan pengalamannya kepada sahabat-sahabatnya, ia merasa heran karena lobi hotel itu sangat sepi dan sunyi. Ia diantar ke dalam lift dan dibawa masuk ke dalam sebuah kamar. Dalam keadaan bukan saja cemas melainkan mulai bosan, ia menyalakan televisi yang menayangkan laporan tentang puluhan pengusaha, para anggota keluarga kerajaan serta pejabat-pejabat yang telah diringkus karena disangka melakukan korupsi. Alwaleed adalah yang pertama yang tiba di Hotel Ritz Carlton.
Ternyata Ritz Carlton sudah berubah fungsi – dari hotel menjadi penjara dadakan.Rupanya hanya beberapa jam sebelumnya pekerjaan renovasi hotel tersebut baru dimulai. Sekitar petang hari Jumat 3 November 2017, satu tim petugas terlatih bergegas ke berbagai penjuru hotel dan melakukan penukaran kunci-kunci ke-200 kamar di hotel tersebut. Tirai-tirai kamar hotel itu dilepas dan pintu kamar mandi dicopot.
Berbagai tamu negara pernah dijamu dan ditempatkan di hotel mewah tersebut. Setelah petugas intelijen dan anggota Pasukan Pengawal Kerajaan tiba dan disebar ke berbagai lokasi strategis, antara lain dengan tugas mengosongkan kamar-kamar hotel dari para tamu yang sebelumnya menginap di situ, pihak hotel juga diperintahkan agar membatalkan semua pesanan kamar yang telah diterima.
Kepada bakal-tamu yang menanyakan kenapa pesanan mereka dibatalkan, seorang petugas membacakan pemberitahuan bahwa “Gegara perkembangan di luar dugaan, pihak penguasa setempat menyimpulkan perlu dilakukan penjagaan keamanan yang lebih diperkuat, Karenanya pihak hotel tidak dapat memenuhi segala pesanan yang telah dibuat, sampai keadaan pulih seperti sedia kala”.
Mendekati waktu fajar menyingsing “para tamu khusus” itu mulai tiba. Mereka ditampung di balai pertemuan dengan pengawalan ketat, dan apabila harus ke “belakang” maka akan didampingi seorang petugas keamanan. Orang-orang yang sudah terbiasa dengan kemewahan dan kemanjaan, harus geletakan di tilam yang tipis dengan selimut murahan.
Foto-foto yang dijepret secara diam-diam kemudian menampakkan orang-orang yang pernah begitu terkenal di dunia Arab – seperti bakal pewaris jabatan raja, pengusaha-pengusaha yang miliarwan (dolar), para Menteri dan puluhan pangeran. Ada pula di antara mereka yang diduga memiliki keterangan rahasia yang perlu diungkapkan kepada pemerintah. Boleh dibilang semua mereka punya duit yang bertimbun, yang menurut “penguasa baru” di Arab Saudi (MBS) merupakan hasil korupsi selama puluhan tahun.
Dalam daftar mereka yang “diundang ke Hotel Ritz Carlton” itu terdapat nama-nama yang membuat banyak orang terbelalak mata mereka. Bagaimana tidak, di antaranya adalah Minteb bin Abdullah Al-Saud, putera raja yang sebelumnya dan waktu itu sebagai Komandan Pasukan Pengawal Nasional Arab Saudi – kekuatan yang sangat ditakuti sebelumnya. Dengan jumlah prajurit mencapai 125-ribu orang, mereka ditugasi mengawal keluarga kerajaan dari segala bentuk ancaman. Salah satu tugas Pasukan Pengawal Nasional adalah mencegah terjadinya kudeta oleh pihak militer. Namun di tengah-tengah kerumunan orang-orang penting itu terlihat sang Komandan (Minteb) yang pernah dianggap sebagai calon kuat untuk naik ke tahta kerajaan setelah Salman bin Abdulaziz Al-Saud mangkat atau turun takhta.
Pada hari-hari pertama lebih dari 50 orang hartawan/oligarki diciduk. Lambat laun sekitar 300 orang “masuk ke dalam hotel mewah itu”, serta tempat-tempat penahanan lainnya. Penangkapan dan penahanan itu adalah pelaksanaan tugas oleh “komite anti korupsi” yang dibentuk lewat dekrit raja dan sama sekali tidak tercium oleh yang tidak berkepentingan.
Jaksa Agung Arab Saudi kemudian mengumumkan tentang upaya untuk mengembalikan 100-miliar dolar (AS) yang telah dikorup dan dicuri selama puluhan tahun. Meski segala itu dilakukan atas nama Raja Salman bin Abdulaziz Al-Saud, namun dalang di belakang layarnya adalah Putera ke-6 sang raja, Mohammad Bin Salman. Pada hal 3 tahun sebelumnya bahkan para pengamat cekatan Arab Saudi pun belum pernah mendengar nama MBS.
Suatu tim penjahit khusus ditugasi membuat busana putih khas Saudi untuk tiap-tiap tahanan. Para tahanan dibolehkan menyaksikan tayangan televisi dan seminggu sekali melakukan pembicaraan telepon di bawah pengawasan. Mereka juga dibolehkan berenang di kolam mewah yang merupakan bagian dari sarana hiburan hotel mewah tersebut, Namun hanya dua tahanan yang diperbolehkan berenang sekaligus. Namun mereka tidak dibenarkan untuk melakukan pembicaraan apa pun.
Interogasi dapat dilakukan kapan saja, bahkan pada jam 2 dini hari. Bagi banyak di antara para tahanan yang sangat memalukan (dan tentu saja menyakiti hati) adalah hina dinanya mereka diperlakukan.
Seorang tahanan yang pernah sangat berkuasa dan berpengaruh, Pangeran Turki bin Abdullah Al-Saud, mantan Gubernur Riyadh dan putera almarhum raja sebelumnya, sempat meludahi yang mengintrogasinya, dan mempertanyakan kewenangannya untuk melakukan interogasi itu. Hanya segelintir yang mengetahui apa yang terjadi setelah itu.Namun kenyataannya adalah ia kemudian wafat ketika masih dalam penahanan. Arab Saudi bersikeras tidak pernah terjadi penyiksaan atau perlakuan yang tidak senonoh atau layak terhadap para tahanan.
Menurut laporan yang diperoleh kalangan-kalangan yang layak dipercaya, sebagian besar tahanan mengalah. Bagaimanapun mereka hanyalah manusia yang tentu saja ciut menghadapi ancaman terhadap keamanan dan keselamatan diri mereka.
Sebagai bentuk tekanan yang lebih keras atas Alwaleed MBS memenjarakan adiknya Khaled bin Talal.Sinyaliran tentang korupsi tersebut tidak pernah diungkapkan secara terbuka atau diakui oleh para tahanan. Dan “penyelesaian” kasus tersebut sampai sekarang dirahasiakan.
Kata seorang pengamat “belum pernah sebegitu banyak miliarwan, para raksasa di bidang keuangan yang pernah dianggap dan mungkin juga menganggap diri mampu untuk memindahkan gunung dan menjangkau langit berkat kekayaan yang tidak terhingga”, disunat kebebasan mereka dan “dijarah” kekayaan mereka secara begitu mendadak.
Namun, kalau kita melihat ke belakang sejak tahun 2020, hampir semua tahanan kemudian dibebaskan dan puluhan ribu miliar dolar uang tunai dan harta benda berhasil dikumpulkan oleh MBS, maka semua itu menandakan dengan jelas bahwa itu adalah ayunan langkah besar yang dilakukan oleh seorang Mohammad bin Salman.
Dan para diplomat, pengamat dan banyak di kalangan sanak keluarganya, terperangah menyaksikan ayunan langkah MBS yang mengesankan kemampuan lihainya, kesukaannya melakukan terobosan-terobosan gegap gempita, kecenderungan mengambil resiko besar dan sifat dan sikap yang tidak mengenal ampun.
Pada akhirnya Mohammad Bin Salman, semasih menjadi Putra Mahkota, telah menguasai berbagai cabang dalam ketentaraan dan kepolisian Arab Saudi, badan-badan intelijennya dan seluruh Menteri pemerintahan dan menguasai “saham” yang menentukan dalam semua bisnis pemerintah.
Memang MBS bukan raja, namun tidak ayal lagi MBS adalah salah seorang manusia paling berkuasa di dunia. Semoga saja kekuasaannya digunakan demi kemaslahatan rakyatnya. Insya Allah! (Disadur dari berbagai sumber termasuk buku “Blood and Oil”, oleh Bradley Hope & Justin Scheck).
Editor: Ariful Hakim