Ceknricek.com -- Dalam sejarah Indonesia, Muhammad Yamin identik lewat perannya dalam Kongres Pemuda I pada tahun 1926 yang mengusulkan Bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.
Dua tahun kemudian, dalam Kongres Pemuda II dari tangannya lahir sebuah teks bernama Sumpah Pemuda yang kelak membawa dampak positif dalam sejarah perjuangan pemuda mewujudkan kemerdekaan.
Putra Minang yang Menggemari Sejarah
Muhammad Yamin lahir paada 23 Agustus 1903 di Talawi, Sumatera Barat. Ia adalah putra dari pasangan Siti Saadah dan Oesman Bagindo Khatib, seorang mantri Kopi dan juga kepala adat di Minangkabau.
Sebagai anak dari seseorang yang memiliki jabatan terhormat, Yamin kecil tumbuh dalam kehidupan keluarga yang serba berkecukupan. Setelah tamat sekolah Melayu, Yamin memasuki Hollandsch-Inlandsche School (HIS) dan kemudian melanjutkan sekolah guru di Bukittinggi.
Sumber: Wikipedia
Yamin juga pernah mengikuti Sekolah Pertanian dan Peternakan di Bogor (1923), tetapi tidak selesai. Tahun 1927 ia melanjutkan pendidikannya di AMS Yogyakarta. Belum puas dengan pendidikan itu, ia masuk Sekolah Hakim Tinggi di Jakarta hingga selesai tahun 1932 dengan gelar Meester in de Rechten (Sarjana Hukum).
Yamin juga aktif berorganisasi. Dari tahun 1926-1942, misalnya, ia menjadi Ketua Jong Sumatra Bond dan Ketua Indonesia Muda (1928). Dia juga pernah menjadi anggota Partindo dan angggota Volksraad.
Yamin muda memang tumbuh dalam vitalitas tinggi. Ia menngemari sejarah, sastra dan hukum. Dari kegemarannya terhadap sejarah inilah Yamin tergerak mengunjungi situs-situs sejarah di Indonesia, dan kelak "menemukan" Gajah Mada saat ia datang ke Trowulan.
Sumber: Wiki
Baca Juga: Mengenang A.R Baswedan, Pencetus Sumpah Pemuda Keturunan Arab Indonesia
Kegemarannya terhadap sejarah juga mengilhami Yamin akan wujud Nusantara (Indonesia), yang sempat membuat dirinya dan Bung Hatta berdebat cukup panjang mengenai batas-batas wilayah Indonesia dalam sidang BPUPKI pada Juni 1945.
Yamin memang berlebihan dalam "menakar" Indonesia pada saat itu. Ia dan Sukarno mengusulkan bahwa wilayah Indonesia meliputi semenanjung Malaya, Timor Portugis, hingga Papua Nugini yang didasarkan pada wilayah bekas kekuasanan Majapahit.
Namun, Hatta secara tegas menolak hal itu. Menurutnya, memasukkan Papua sebagai wilayah Indonesia dapat menimbulkan prasangka dari dunia luar dan bentuk dari imperialisme yang baru, dan jika diteruskan akan sampai di Kepulauan Solomon.
Meskipun demikian, gagasan Hatta haruslah kandas di akhir sidang. Sebab konsep kesatuan gagasan Yamin dan Sukarno memperoleh suara terbanyak dalam pemungutan suara dimana hampir semua anggota sidang menyetujui gagasan tersebut.
Yamin Dalam Pusaran Kontoversi
Yamin juga tidak terlepas dari kontroversi terkait bukunya, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, yang kemudian dimanfaatkan oleh Orde Baru untuk mengambil "keuntungan" dalam upaya pengerdilan terhadap Bung Besar alias Desukarnoisasi.
Dalam bukunya itu, Yamin mengklaim telah menyampaikan pidato pada 29 mei 1945 dan membesar-besarkan peranannya dalam perumusan Pancasila, meskipun hal ini juga kembali dibantah oleh Bung Hatta dan tokoh tokoh lainnya, seperti Ahmad Subardjo, A.A. Maramis, dan Sunario.
Sumber: Istimewa
Baca Juga: Kiprah Abdul Rivai, Perintis Pers Berbahasa Melayu Pertama di Belanda
Untuk diketahui, buku Yamin yang terdiri dari tiga jilid berjudul Naskah Persiapan UUD 1945, sempat menjadi satu-satunya acuan sejarah yang kelak menimbulkan polemik tentang hari lahirnya Pancasila.
Bahkan buku Yamin itu juga menjadi acuan sejarawan anggota militer Nugroho Notosusanto untuk karyanya: Naskah Proklamasi yang Otentik dan Rumusan Pancasila yang Otentik (1978) dan dipakai Orde Baru untuk mengaburkan sejarah Indonesia.
Polemik baru berakhir dan menemui titik terang setelah ditemukannya kembali salinan notulensi BPUPKI yang ternyata sempat dipinjam oleh Yamin pada tahun 1950-an dan tidak ia kembalikan lagi kepada A.K Pringgodigdo, orang yang sebelumnya menyimpan naskah tersebut.
Sumber: Wikipedia
Meskipun demikian, betapapun kontroversialnya Muhammad Yamin, ia adalah bagian dari kekayaan sejarah Indonesia yang bisa menjadi pelajaran untuk memandang masa depan yang masih jauh.
Yamin memanglah tokoh kontroversial. Pria dengan alisnya yang tajam ini telah meninggalkan kita, hari ini, 57 tahun silam, 17 Oktober 1962.
Untuk mengenang almarhum, simaklah sepenggal pusinya:
Bandi Mataram
Kini bangsaku, insafkan diri....Berjalan ke muka, marilah mari....Menjelang padang ditumbuhi mujari....Dicayai Merdeka berseri-seri..
BACA JUGA: Cek SEJARAH, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.
Editor: Farid R Iskandar