Kisah 60 Tahun H. Murtadi Tanahnya Diserobot Kementerian Kelautan dan Perikanan | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: Istimewa

Kisah 60 Tahun H. Murtadi Tanahnya Diserobot Kementerian Kelautan dan Perikanan

Ceknricek.com--Hari Selasa (14/06/22), Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mulai menyidangkan perkara gugatan ahli waris H.Murtadi bin Naib. Selama 60 tahun, tanah seluas 4,25 hektar digunakan Politeknik Ahli Usaha Perikanan/Kementerian Kelautan dan Perikanan tanpa membayar atau memberikan ganti rugi sama sekali.

Pengadilan kali ini merupakan pengadilan ketiga yang dilakukan untuk kasus yang sama. Pengadilan pertama berlangsung di PN Jakarta Selatan pada tahun 2018 sampai 2020 dengan nomor perkara 244/Pdt.G/2018/PN Jkt.Sel dengan Putusan menyatakan gugatan tak dapat diterima karena cacat formil atau dikenal dengan istilah Niet Ontvankelijke Verklaard (NO). Majelis Hakim tidak mempertimbangkan, apalagi memutuskan, pokok perkara. Dalam hal ini, tidak ada pihak yang memenangkan pokok perkara.

Pengadilan kedua berlangsung di PN Jakarta Selatan juga pada tahun 2020 dengan nomor perkara 865/Pdt.G/2020/PN JKT.SEL. Dalam putusan sela, Majelis Hakim menyatakan Pengadilan Jakarta Selatan tidak berwenang mengadili perkara tersebut. Karena itu, pokok perkara tidak dipertimbangkan lagi. Sama dengan pengadilan pertama, dalam pengadilan kedua ini tidak ada pihak yang memenangkan perkara.

Pengadilan pertama dan kedua pokok gugatan ahli waris adalah penyelesaian pembayaran atau pemberian ganti rugi terhadap penggunaan tanah milik H. Murtadi bin Naib seluas 4,25 hektar dari total tanah seluas 6,4815 hektar di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, yang digunakan oleh Politeknik Ahli Usaha Perikanan (d/h Sekolah Tinggi Perikanan d/h Akademi Usaha Perikanan) sebagai kompleks kampus sejak sekitar 60 tahun lalu.Tanah tersebut syah merupakan hak milik H. Murtadi bin Naib yang ditegaskan dengan Surat Keputusan Dirjen Agraria dan Transmigrasi No. SK.1926/HM/1966 tanggal 9 November 1966 dan diterbitkan Sertifikat Hak Milik No.49/Pasar Minggu tanggal 10 Oktober 1973. 

Pada sidang perdana hari ini, kuasa hukum yang mewakili 52 ahli waris H. Murtadi, Mohammad Ikhsan, SH mengaku kecewa karena pihak tergugat tidak ada yang hadir.Baik tergugat 1 yaitu Kementerian Kelautan dan Perikanan, tergugat 2 Politeknik Ahli Usaha Perikanan dan tergugat 3 Kementerian Pertanian tidak ada yang hadir."Yang hadir hanya turut tergugat dari Kementerian Agraria garis miring Badan Pertanahan RI dari biro hukumnya,"kata Ikhsan, Selasa (14/6/22).

Mohammad Ikhsan,SH (kanan)

Di sidang perdana, Ikhsan sudah menyampaikan surat kuasa dari ahli waris H. Murtadi dan gugatan aslinya yang diterima Ketua Majelis Hakim, Haruno Patriadi. Rencananya, untuk sidang berikutnya tanggal 5 Juli 2022. "Sidang ditunda 3 minggu untuk pemanggilan para pihak yang hari ini tidak hadir,"ujar Ikhsan.

Kekecewaan Ikhsan didasari karena panggilan resmi dari pengadilan sudah dilayangkan. Mestinya para tergugat sudah tahu hari ini ada agenda persidangan. "Jadi sepertinya mereka tidak menghargai persidangan. Akhirnya majelis hakim memutuskan untuk melanjutkan sidang kedua nanti,"kata Ikhsan.

Dari Pembayaran ke Pemilikan Lahan

Gugatan ganti rugi diajukan pada pengadilan pertama dan kedua karena proses ganti rugi sebenarnya sudah terjadi sejak pertengahan tahun 1960an ketika Politeknik AUP berada di bawah Departemen Pertanian.

Pada tahun 1967, Departemen Pertanian memutuskan membayar tanah tersebut Rp 50 per meter persegi, namun ditolak H. Murtadi dan para ahli waris karena harga pasaran di sekitar tanah tersebut pada waktu itu Rp 300 per meter persegi.Departemen Pertanian kemudian menyatakan telah mengganti sebagian tanah tersebut dengan tanah di tempat lain. Yang tersisa belum diganti hanyalah lebih kurang 4,25 hektar, yang seluruhnya berada dalam kompleks kampus Politeknik Ahli Usaha Perikanan.

Tahun 2007-2008, proses pembelian/ganti rugi terhadap lebih kurang 4,25 hektar tanah tersebut kembali berjalan, namun tidak ada kelanjutan. Permasalahan tanah ini semakin jelas, ganti rugi yang belum terealisir sejak digunakan oleh Politeknik AUP sekitar 60 tahun lalu.

Akan tetapi, ketika persidangan pada pengadilan pertama baru berjalan, tanah itu tiba-tiba didaftarkan menjadi Barang Milik Negara (BMN) tanpa menyertakan alas hak yang sah dan perolehan yang sesuai dengan aturan UU mengenai BMN. Demikian juga dalam persidangan, pihak Politeknik AUP menyatakan bahwa tanah milik H. Murtadi bin Naib atau berasal dari Verponding 4036 bukan terletak di lokasi kampus Politeknik AUP, tapi di tempat lain.

Pernyataan yang sama disampaikan pula dalam persidangan pada pengadilan kedua. Persoalan pembayaran atau ganti rugi dialihkan menjadi persoalan kepemilikan.Karena terlihat upaya yang sistematis mengaburkan persoalan pembayaran tanah/ganti rugi menjadi pengakuan bahwa tanah sudah menjadi milik Politeknik AUP, maka permohonan gugatan pada pengadilan ketiga ini bertujuan meminta PN Jakarta Selatan menyatakan bahwa benar tanah tersebut adalah milik H. Murtadi bin Naib sesuai bukti-bukti tak terbantahkan yang dimiliki ahli waris (SK Penegasan Hak Milik, Sertifikat, dll).

"Gugatan tetap kami ajukan ke PN Jakarta Selatan sesuai petunjuk Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) No.3 Tahun 2019 yang, antara lain, pada pokoknya menyatakan bahwa sengketa yang bersifat keperdataan tetap menjadi kewenangan absolut pengadilan perdata dalam lingkup peradilan umum. Semoga Majelis Hakim kali ini dapat melihat permasalahannya dengan jelas dan mengabulkan permohonan memberi keadilan pada ahli waris H. Murtadi bin Naib yang telah puluhan tahun menderita akibat tak dapat menggunakan tanah milik mereka yang sah,"kata siaran pers yang diterima redaksi, Selasa (14/6/22).


Editor: Ariful Hakim


Berita Terkait