Ceknricek.com -- Presiden Joko Widodo telah menyerahkan 10 nama calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK kepada DPR. Para calon tersebut merupakan representasi dari wajah presiden. Jadi kalau mau melihat presiden, lihatlah 10 capim KPK itu.
Kesimpulan demikian, tidaklah berlebihan. Soalnya, setelah panitia seleksi memberikan nama tersebut kepada Presiden, Jokowi yang menentukan siapa saja yang layak dikirimkan namanya ke DPR.
Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil, menjelaskan seluruh nama capim KPK langsung dibahas di Badan Musyawarah DPR, Selasa (3/9). Mereka diuji kelayakan dan kepatutannya. Selanjutnya, 10 nama tersebut dibawa ke sidang paripurna.
Nasir Djamil. Sumber: harianrakyataceh
Setelah dibahas dan diuji kelayakan serta kepatutan, DPR RI akan memilih lima orang sebagai Pimpinan KPK untuk periode jabatan 2019-2023.
Baca Juga: Lagi-lagi Mafia Pangan
Kini, publik membidik satu nama dari 10 capim KPK yang dianggap bermasalah. Dia adalah Irjen Firli Bahuri. Koalisi Kawal Capim KPK, organisasi taktis terdiri dari individu dan LSM penggiat antikorupsi menyayangkan lolosnya Firli sampai DPR. Firli bahkan ditolak 500 pegawai KPK. Anggota Polri ini dianggap punya rekam jejak bermasalah.
Melanggan Etik
Saat menjabat Deputi Penindakan KPK, Firli kedapatan berfoto bersama Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi. Padahal kala itu, TGB menjadi salah satu terperiksa dalam perkara yang diselidiki KPK. Pertemuan itu dinilai melanggar kode etik. Kasus ini sempat diusut KPK. Sayangnya, kasus foto-foto tersebut tak berlanjut karena Firli ditarik Mabes Polri. Ia dilantik menjadi Kapolda Sumsel.
TGB punya hubungan istimewa dengan Jokowi. Bekas Gubernur Nusa Tenggara Barat itu memilih keluar dari Partai Demokrat demi mendukung Jokowi dalam Pilpres 2019. TGB loncat pagar pada saat dirinya dibidik KPK dalam kasus dugaan korupsi divestasi Newmont. Banyak pihak menduga kasus itu menjadi timbal jasa dari Jokowi.
Sumber: Sekretariat negara
Baca Juga: Jokowi Ucapkan Terima Kasih ke Pansel Capim KPK
TGB bertemu dengan Firli dalam acara perpisahan komandan Korem 162/Wira Bhakti di Mataram pada 13 Mei 2018. Kala itu, Firli yang bekas Kapolda NTB sudah ditunjuk menjadi Deputi Penindakan KPK. Kabar itu bikin Firli dilaporkan Indonesia Corruption Watch (ICW) ke KPK. ICW menuntut Firli mendapatkan sanksi lantaran pertemuan itu berpotensi membuat penyidikan kasus divestasi Newmont terganggu.
Dugaan ICW tak meleset. Pada 14 September 2018, Tempo merilis bahwa Firli sebagai salah satu pihak yang mencoba "mengulur ekspos" kasus tersebut dari penyelidikan ke penyidikan. Beberapa penyidik menyebut tindakan ini sebagai penghambat kerja KPK.
Firli, misalnya, memerintahkan penyidik mendapatkan hasil audit kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK. Langkah ini tak biasa lantaran pada tahap penyelidikan, tim hanya butuh komitmen mengenai kerugian negara.
Keterkaitan antara kasus divestasi Newmont dan dukungan TGB kepada Jokowi inilah yang diduga menjadi jalan mulus bagi Firli lolos ke 10 besar Capim KPK. Sekalipun begitu, sampai saat ini belum ada bukti konklusif yang mengaitkan kasus TBG dan langkah mulus Firli ke kursi KPK.
Sumber: Tempo
Baca Juga: Mengapa Banyak Tikus di BUMN?
Seharusnya pansel bersikap tegas menolak calon bermasalah dan tak memberikannya kepada Jokowi. Selanjutnya Jokowi mestinya tak menerima serta menyerahkan nama itu ke DPR. "Kalau Pak Jokowi tak menolak nama bermasalah ini, patut diduga penunjukan nama pansel itu bagian utuh meloloskan calon ini," kata Muhammad Isnur, penggiat antikorupsi sekaligus Kepala Divisi Advokasi YLBHI yang tergabung dalam Koalisi Kawal Capim KPK, kepada Tirto.
Pansel Capim KPK memang terkesan mengistimewakan calon dari Polri untuk tetap lolos meski calon tersebut punya catatan buruk. Dugaan konflik kepentingan itu setidaknya bisa dilihat dari keberadaan Indiryanto Seno Adji dan Hendardi, dua anggota pansel yang bekerja sebagai penasihat Kapolri Tito Karnavian.
Foto: Setkab
Wajar saja jika kemudian ada dugaan Jokowi memang berusaha meloloskan calon yang bisa "mengawal" pendukungnya lolos dari jeratan KPK.
Koalisi Kawal Capim KPK dan penggiat antikorupsi sudah beberapa kali mengingatkan pansel Capim KPK yang diketuai Yenti Ganarsih tentang Firli ini. Selain dari Koalisi, KPK juga memberi masukan dengan menyertakan hasil uji latar belakang para capim dengan menstabilo sejumlah nama--menandakan nama-nama yang distabilo punya rekam jejak bermasalah. Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan penelusuran rekam jejak itu jelas dapat dipertanggungjawabkan metode dan hasilnya.
Baca Juga: Naudzubillah, Lagi-lagi OTT KPK
Namun, masukan-masukan ini tak digubris. Sikap Jokowi pun sama saja. Ia menelan bulat-bulat kerja pansel. Ia menyetor 10 nama itu ke DPR tanpa sedikitpun perubahan. "Intinya, saya setuju dengan 10 nama yang disetorkan Pansel," sambut Jokowi, Selasa (3/9).
Selain Firli, ada juga nama-nama bermasalah yang berpotensi menghambat upaya pemberantasan korupsi. "Bahkan menghancurkan pemberantasan korupsi," kata Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati, Selasa (3/9).
Sumber: Republika
Menurut Asfina, ada capim yang ingin fungsi penyidikan di KPK hilang. Padahal, KPK ada justru untuk melakukan penyidikan terhadap kasus-kasus korupsi. Ada juga capim yang berasal dari organisasi yang pernah menghambat proses pengungkapan kasus korupsi, tersangkut masalah etik, bahkan berniat menghilangkan Operasi Tangkap Tangan (OTT). "Jadi bisa dibayangkan, OTT enggak ada, pencegahan tidak ada, penyidikan dihilangkan. Jadi sebetulnya apa yang tersisa dari KPK? Tidak ada," ujarnya.
Kini, perjuangan yang ada tinggal di Senayan yang mayoritas kursi diduduki koalisi partai pendukung Jokowi. Baik atau buruk 5 pimpinan hasil penjaringan DPR nantinya, itulah KPK wajah Jokowi.