Ceknricek.com--Perawakannya tinggi. Tegap khas TNI. Badannya langsing. Jika diukur, proporsi tingginya yang sekitar 180 cm, pas dengan beratnya. Pembawaannya kalem. Saat aku dan rombongan diterima di gedung Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di kawasan Cawang, Jakarta Timur, kami disambut dengan protokol kesehatan lengkap.
Sebelum dipersilahkan masuk, satu satu kami di test PCR. Dilihat apa ada virus Covid-19 yang ngendon di tenggorokan. Usai dinyatakan negatif, kami berombongan diterima. Aku ingat benar, Pak Doni berdiri sambil menangkupkan tangan di depan dada.
"Silahkan, silahkan,"katanya.
Saat itu, bencana Covid-19 sedang mencapai puncak. Pak Doni bahkan memilih untuk tidak pulang ke rumah. Berbulan bulan tidur di kantor. Sebagai ketua Satgas Covid pusat, ia memilih untuk total "berperang" melawan virus ganas itu. Kedatangan kami, menjadi bagian dari kerjasama sosialisasi bahaya Covid-19, yang sedang gencar dilakukan pemerintah.
Wawancara itu, dan juga pengalaman menyimak penjelasan Pak Doni di Televisi, memang mengakumulasi impresi secara pribadi dibenak aku. Jujur, aku kagum dengan kecerdasannya. Pak Doni, tanpa melihat catatan, lancar menyebut angka jumlah penderita Covid-19, kamar tersedia, sebaran di mana saja, berapa yang sembuh, berapa yang meninggal dll.
Sebagai perwira tinggi yang besar di kesatuan Kopassus, sudah pasti ia prajurit pilihan. Baik secara fisik, mental maupun kecerdasan. Meski interaksi satu satunya hanya pas saat kami wawancara di kantornya, sepak terjang Pak Doni kemudian banyak aku ikuti lewat staf khususnya.
Cerita Pak Doni menghadapi virus Covid, kemudian diwujudkan dalam beberapa buku. Stafsus Pak Doni, rajin mengirim untuk aku. Termasuk satu rompi BNPB yang amat bagus, yang hingga kini aku sayang untuk memakainya. Bahkan setelah Pak Doni pensiun, kemudian jadi komisaris holding perusahaan tambang plat merah, termasuk jadi Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Purnawirawan TNI AD (PPAD), segala gerak gerik Pak Doni tetap aku pantau.
Pilihan Doni Monardo untuk mengurusi PPAD memang menarik. Sebagai perwira tinggi yang dikenal publik, ia sebetulnya potensial jika terjun ke dunia politik. Namun Doni lebih memilih mengusung "politik kesejahteraan" di PPAD. Hampir tiap hari yang dipikirkan bagaimana para pensiunan TNI bisa hidup layak. Ia juga melarang pengurus PPAD terjun ke politik praktis.
Diluar kesibukan mengurus PPAD, Pak Doni juga dikenal sebagai tentara yang suka tanaman. Ia bahkan mendapat gelar Doktor Honoris Causa dari Institut Pertanian Bogor (IPB), karena kiprahnya yang tak kenal lelah melakukan penghijauan. Salah satunya adalah membersihkan Kali Citarum di Bandung, yang tercemar berat oleh limbah industri.
Soal ini, aku juga memiliki kesan tersendiri. Bagaimana Doni Monardo bisa menguasai jenis jenis tanaman penghijauan beserta cara pembudidayaannya, tak kalah dengan sarjana pertanian. Jika membaca pidato pidatonya lewat tulisan staf khusus, dalam hati aku setuju, jika Doni pantas diberi gelar Doktor kehormatan.
Karena tidak punya akses langsung, segala gerik gerik Pak Doni selalu aku pantau lewat stafnya. Pernah aku lihat, rambutnya yang dulu tipis, tiba tiba jadi lebat. Karena penasaran, aku sempat tanya apakah dia pakai wig. Tapi kata stafnya, Pak Doni memakai shampo khusus, yang bisa merangsang pertumbuhan rambut dengan cepat.
Jika membaca semua kisahnya, Pak Doni tipe perwira yang peduli pada anak buah. Ia juga pandai memotivasi. Hampir semua penugasan di Korem yang pernah ia jalani, selalu meraih juara. Entah dibidang olahraga, menembak dll, jika ada kejuaraan antar Korem di Indonesia. Dan hampir semua markas tentara yang pernah dipimpinnya, langsung menghijau oleh tanaman, disentuh tangan Doni Monardo.
Maka melihat fisiknya yang tinggi gagah, ada kekagetan waktu stafnya mengabari Pak Doni masuk rumah sakit, akhir September 2023. Memang ia sempat ketanggor virus Covid, dulu. Tapi sudah sembuh. Sementara berita berita di media sama sekali tidak menyebut apa sakitnya. Karena penasaran, aku sempat menanyakan pada stafnya.
"Bang, sakit apa Pak Doni.Kok pihak keluarganya nggak nyebut sakitnya?"kataku.
Usai menyebut sakitnya, Pak Doni dirawat intensif. Sempat ada hoax beredar ia meninggal dunia. Presiden Jokowi juga pernah membezoeknya. Antara percaya dan tidak percaya, sosok tinggi langsing dan terlihat sehat itu harus kena serangan stroke, hingga Minggu (3/12/23) sore sang staf mengirim kabar duka.
"Telah meninggal dunia Letjen Purn DR HC Doni Monardo (Kelahiran 10 Mei 1963) pada hari Ahad 3 Desember pukul 17.35 WIB. Semoga amal ibadahnya di terima Allah SWT".
Innalilahi wainailaihi rojiun.Semoga mendapat tempat terbaik di sisi-Nya jenderal...
Meruya, 4 Desember 2023
Editor: Ariful Hakim