Ceknricek.com -- Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya. Begitu Islam mengajarkan. Tak ada batas negara dalam ajaran ini. Muslim Uighur di Xinjiang bersaudara dengan muslim di Indonesia. Maka, rasanya aneh, jika muslim di negeri ini, kurang peduli dengan penderitaan yang dialami muslim minoritas Uighur di Xinjiang.
Sejak tiga tahun terakhir, sekitar satu juta orang muslim Uighur telah ditahan tanpa pengadilan oleh Pemerintah China. Konsorsium Jurnalis Investigatif Internasional (ICIJ), yang bekerja sama dengan 17 mitra media di dunia, mendapatkan dokumen-dokumen resmi tentang kekejaman China tersebut.
Sumber: Moslemtoday
Pastinya, pemerintah Indonesia yang dipimpin seorang muslim, juga menteri luar negeri yang muslimah tentu sudah tahu kondisi sebenarnya. Sejumlah pimpinan organisasi massa Islam bahkan sudah ke sana. Aneh dan ajaib, lidah mereka sepertinya kelu.
Sampai kemudian, pada Rabu (11/12), media terkemuka yang berbasis di New York, Amerika Serikat, Wall Street Journal (WSJ) membuka semua. WSJ menuduh Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama atau NU, dan Majelis Ulama Indonesia atau MUI telah dibujuk China agar bungkam terkait masalah muslim minoritas Uighur tersebut.
Sumber: Wallstreetjournal
WSJ tidak asal tulis. Publik di Indonesia juga menyaksikan dan melihat keanehan itu. Jauh sebelum WSJ, sejumlah media juga melaporkan Ketua PBNU, Said Aqil Siroj, meminta warga NU tidak mudah percaya pada laporan media dan televisi terkait situasi Xinjiang. Hal itu disampaikannya dalam sebuah kalimat pengantar untuk buku yang diterbitkan NU cabang China, 17 Juli silam.
Said bilang China bukan negara komunis. Wacana Negara China adalah negara komunis, menurut Said, hanya bagian dari skenario politik beberapa kelompok yang ingin menjatuhkan pemerintahan Jokowi. "Sudah tidak ada atheisme, komunisme dan yang lainnya sudah tidak ada. Semua itu sudah menjadi kepentingan politik," katanya. Bagi sebagian orang tentu menilai omongan Said aneh. Tapi itulah Said. Biar begitu dia adalah orang nomor satu di NU. Omongannya idu geni. Sangat berpengaruh. Inilah yang oleh WSJ dicurigai telah “terbeli” oleh China.
Sumber: Eramuslim
Sejumlah perwakilan ormas Islam dari PP Muhammadiyah, NU dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah diundang langsung oleh Pemerintah China ke Xinjiang dengan 'dalih' meninjau langsung kondisi etnis Muslim Uighur. Hanya saja, Ketua Hubungan Kerja Sama Internasional PP Muhammadiyah, Muhyiddin Junaidi, mengungkap sesampainya di sana tidak sesusai ekspektasi alias tidak sampai ke kamp-kamp etnis Uighur.
Baca Juga: PP Muhammadiyah Vs The Wall Street Journal. Siapa Berbohong?
Sesampainya di tanah air, para utusan ormas Islam ini menemui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan menceritakan kondisi etnis Muslim Uighur di Xinjiang China. "Setelah kami kembali (Indonesia), kami sampaikan laporan kami kepada Menlu Bu Retno. Ada beberapa poin antara lain, kami minta Pemerintah China memberikan kebebasan umat Islam untuk melaksanakan ibadah mereka secara terbuka. Karena itu dijamin oleh piagam PBB," ujar Muhyiddin, saat jumpa pers di Gedung PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (16/12).
Sumber: Yahoo
Hanya saja, Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini belum mengetahui apakah hasil laporan ormas Islam tersebut ditindaklanjuti oleh Menlu. "Saya tidak tahu Ibu Retno sudah memanggil Dubes China atau belum atau sudah diserahkan atau belum," tuturnya. Di sisi lain, ormas Islam juga tidak banyak bersuara setelah itu.
Tergantung China
Indonesia terkesan tak dapat berbuat banyak menyaksikan penderitaan muslim Uighur. Itu karena negeri ini sangat bergantung pada China. Ketergantungan ekonomi itu membuat Indonesia ragu membuat kebijakan atas praktik pelanggaran HAM yang terjadi di Xinjiang.
Selain ketergantungan ekonomi, Indonesia juga telah menyepakati perjanjian kemitraan komprehensif strategis bersama China pada 2008 lalu. Perjanjian itu mensyaratkan hubungan bilateral di berbagai bidang harus terpelihara dan tidak boleh terganggu akibat peristiwa baru di masa depan yang mengganjal kedua negara, termasuk kasus dugaan pelanggaran HAM.
Sumber: Istimewa
Baca Juga: Wapres Ma'ruf Minta China Terbuka Terkait Muslim Uighur
Nah, karena itu, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin, pernah melontarkan kritik kepada pemerintah Indonesia perihal masalah ini. Ia bilang pemerintah cukup bersuara terkait penindasan etnis Muslim Uighur di Xinjiang, China. "Jika tidak bersikap dan berdalih itu masalah internal China, maka betapa lemahnya pemerintah Indonesia," ujarnya. Din mengingatkan jangan karena investasi, Indonesia jadi bungkam. “Jangan karena takut, lidah kita kelu," ujarnya.
Dunia internasional yang nonmuslim pun kini mulai bersuara. Mereka menentang keras perlakuan China terhadap minoritan muslim Uighur. Mereka membawa panji-panji hak asasi manusia. Sedangkan muslim Indonesia baru sebatas meramaikan media sosial.
BACA JUGA: Cek INTERNASIONAL, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.
Editor: Farid R Iskandar