Ceknricek.com -- Kata orang Inggris: “Prevention is better than cure – pencegahan lebih baik dari perawatan/pengobatan”.
Inilah agaknya yang menjadi rujukan pemerintah daerah Negara Bagian Victoria, Australia, yang selama ini dikenal paling “degil”, dalam tekad dan upayanya untuk menghadapi/memberantas virus dahsyat yang belum pernah ada tolok bandingnya selama ini, COVID-19.
Dikatakan degil karena dalam banyak hal pemda Victoria sering berseberangan dengan pemerintah pusat yang terkesan lebih “optimis” dengan langkah-langkah penanganan dan pencegahan virus ini, hingga tidak jarang anjuran pemerintah pusat agar dilakukan pelonggaran terhadap pembatasan yang telah diterapkan dan diwajibkan bersama, oleh pemda Victoria tidak diindahkan.
Baca Juga :Jenazah Adi Kurdi Dimakamkan Besok di Bengkel Teater Rendra
Yang sangat ditakuti adalah apa yang kini dikenal sebagai “gelombang kedua” serangan COVID-19, seperti yang sempat menjadi pengalaman pahit Singapura. Ketika ada yang mengemukakan bahwa negara Skandinavia Swedia begitu santai di tengah-tengah gempuran COVID-19, hingga memungkinkan penduduknya bukan saja gentayangan sebebas-bebasnya, melainkan juga memberi keleluasaan kepada rakyat untuk kongko-kongko di warung-warung minum dan rumah makan, Australia (termasuk Victoria) menunjuk kepada kenyataan pahit yang dialami Swedia.
Dengan penduduk sekitar 10 juta jiwa, jumlah kematian akibat COVID-19 di Swedia telah melampaui 3000; sementara dengan jumlah penduduk di atas 25 juta jiwa, jumlah kematian di Australia belum mencapai 100 (sampai tulisan ini disusun). Australia umumnya, dan Negara Bagian Victoria khususnya memang sangat hati-hati.
Ternyata bagi Victoria bahkan kehati-hatian itu pun masih belum mencukupi. Ketika keadaan dinilai sudah kian membaik, tiba-tiba laksana guntur di siang bolong terungkap telah terjadi penularan COVID-19 di sebuah rumah pemotongan hewan (Cedar Meats) di kawasan Metropolitan ibukota Victoria, Melbourne. Juga seorang guru musik di sebuah sekolah ternyata telah disusupi sang virus. Belum lagi kasus-kasus yang terjadi di rumah-rumah jompo.
Baca Juga :Bambang Widjojanto: Kasus Said Didu Bukan Kasus Pencemaran
Oleh sebab itu, tekad pemda Victoria untuk melacak virus ini memang beralasan. Sejak beberapa hari lalu, bahkan sebelum kasus rumah pemotongan hewan itu, pemda Victoria menerapkan pengujian “massal”. Diharapkan sampai 100 ribu penduduk akan dapat diuji, biar pun gejala yang diderita pada hakikatnya tidak seberapa.
Anda ingusan dan batuk-batuk? Silahkan mengikuti pengujian/tes. Anda merasa otot agak pegal-pegal? Anda merasa suhu tubuh agak panas? Kurang nafsu makan? Kurang kuat daya indera penciuman? Ayo silahkan mengikuti pengujian.
Untuk maksud ini pemda membuka tempat-tempat pengujian di berbagai mall/pusat pertokoan yang strategis agar dapat dicapai oleh sebanyak mungkin penduduk. Untuk keperluan ini pemda menyediakan fasilitas penerjemahan dalam berbagai bahasa agar jangan sampai ada yang nantinya mengaku tidak tahu karena tidak paham Bahasa Inggris.
Badan Siaran Khusus (SBS) Australia menyiar dalam 68 bahasa, termasuk Bahasa Indonesia. Di samping itu jasa penerjemahan juga disediakan oleh berbagai instansi pemerintah pusat maupun daerah.
Baca Juga : Warga Surabaya yang Meninggal Masih Masuk Daftar Penerima Bansos
Hari Kamis (7 Mei) saya kebetulan harus membeli sesuatu di sebuah mall di bagian timur Melbourne, Fountain Gate, kira-kira 15 menit dengan mobil dari rumah kami. Ketika menjelang tempat saya dan istri biasanya parkir mobil kalau berbelanja ke mall tersebut, kami mendapati bahwa seluruh halaman parkir yang bisa menampung ratusan mobil itu dan berada di lantai bawah hingga terlindung dari hujan, kosong melompong kecuali rambu-rambu penunjuk tempat pengujian COVID-19.
Semacam garis polisi dipasang hingga terkesan ada lorong-lorong untuk mobil masuk, dan sejumlah petugas berjejer di sepanjang lorong untuk mengarahkan yang ingin diuji. Kami, dan peminat-peminat lainnya, tidak perlu turun dari mobil. Seorang yang mengenakan pakaian pelindung dan masker menghampiri mobil kami.
Begitu jendela mobil saya turunkan, ia langsung menyapa: “Saya dokter Ali”, katanya. Ia kemudian menanyakan apakah kami merasa ada gejala. : “Sedikit batuk dan hidung agak basah,” jelas saya. Itu saja ternyata sudah merupakan syarat yang cukup untuk mendapat pemeriksaan. Setelah menanyakan nama, tanggal lahir dan nomor hp, Dr. Ali kemudian meminta untuk melihat kartu kesehatan saya (Medicare card yang dimiliki semua penduduk baik WN mau pun WNA penduduk tetap Australia tanpa perbedaan.
Baca Juga : Bos Sarinah: Renovasi Gedung Rampung 2021, McDonald’s Masuk Prioritas
Kartu ini penting sekali, karena selain dapat menjadi pengganti KTP, juga diperlukan ketika akan berobat ke dokter. Dengan kartu ini umumnya berobat ke dokter cuma-cuma. Dan perlu ditunjukkan hanya kali pertama kita ke dokter, sesudah itu nama dan keterangan lain tentang diri kita masuk dalam catatan klinik, hingga apabila ke dokter cukup hanya memberitahu nama kepada resepsionis tanpa harus menunjukkan kartu Medicare ini.)
Kemudian Dr. Ali meminta SIM. Catatan yang dituliskannya pada selembar formulir kemudian dimasukkan ke dalam kantung plastik dan diletakkan di bagian kaca depan mobil. Setelah memperoleh keterangan dari isteri, kami dipersilahkan maju ke depan lagi di mana sudah siap seorang dokter lain.Ia, seorang perempuan yang dari namanya ketika memperkenalkan diri terkesan asal Vietnam, dengan bercanda menyapa kami seraya mengeluarkan formulir yang telah diisi sejawatnya Dr. Ali. Ia kemudian menjelaskan bahwa ketika pengujian dilangsungkan akan terasa geli.
Dengan gumpalan kapas bergagang panjang sebesar tusuk satay, ia kemudian menyolokkan gumpalan kapas itu ke tenggorokan, lalu ujung lain gumpalan kapas dicolokkan pula ke dalam lubang hidung. Hasil colokan-colokan ini dimasukkan ke dalam tabung kaca atau plastik. Kami kemudian diberitahu agar sedapat mungkin mengurung diri di rumah dan dalam waktu sekitar 72 jam hasil pengujian akan disampaikan melalui pesan singkat hp.
Baca Juga :Kemnaker Selidiki Potensi Pelanggaran Kasus Pelarungan Jenazah Awak Kapal Indonesia di Korea
Seluruh prosedur dari sejak memasuki lapangan parkir hingga selesai menjalani pengujian memakan waktu sekitar 15 menit, tanpa kami harus turun dari mobil.Kini kami menunggu dengan hati berdebar-debar hasil dari pengujian tersebut yang akan berakhir Senin mendatang.
Pada umumnya penanganan wabah virus ini di Australia cukup berhasil. Sejumlah negara bagian telah melaporkan bukan saja tidak terjadi kasus kematian melainkan juga tidak ditemukan kasus baru sejak beberapa hari belakangan ini. Kurvanya telah mulai melandai.
Meski begitu, ada saja kemungkinan gelombang kedua yang sangat ditakuti. Karenanya beberapa “kebutuhan” banyak orang di Australia harus ditangguhkan dahulu; seperti kebutuhan untuk kongko-kongko sambil meneguk bir di pub atau menonton pertandingan sepakbola ala Australia yang musim kompetisi liganya (setiap tahun antara Maret dan September) kali ini terpaksa ditangguhkan. Pokoknya, falsafah Australia dalam menghadapi wabah ini adalah “biar lambat asal selamat.” Wallahu a’lam.
BACA JUGA: Cek INTERNASIONAL, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.