Ceknricek.com -- Sehari setelah pemilihan presiden (pilpres) bursa saham Indonesia diselimuti euforia yang membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) membumbung. Pada awal perdagangan, Kamis (18/4), IHSG dibuka menguat sebesar 1,3% menuju level 6.568. Bahkan, beberapa saat setelah perdagangan dimulai, IHSG sempat melesak ke posisi 6.636.
Sepanjang perdagangan hari itu, 206 saham bergerak menguat, 212 saham turun, dan 125 lainnya tidak bergerak. Kemudian, enam dari 10 indeks sektoral melemah, khususnya sektor barang dan konsumsi yang turun 1,4%.
Sayangnya, penguatan hanya berlangsung sesaat. Setelah mencapai puncak tertingginya, perlahan indeks kembali lunglai. Pada penutupan perdagangan IHSG ditutup di 6.507, atau hanya menguat tipis 0,4% dibanding satu hari sebelum pencoblosan (16/4). Kenaikan yang kemudian disusul dengan penurunan ini menurut analis dikarenakan terlalu euforia pilpres.
Penurunan yang berujung pada kecilnya kenaikan IHSG pada penutupan perdagangan hari itu lantaran adanya aksi ambil untung atau profit taking dari sejumlah investor, terutama yang asing. Di hari itu RTI Infokom mencatat investor membukukan transaksi sebesar Rp13,09 triliun dengan volume 15,09 miliar saham.
Pada awal perdagangan, investor asing masuk dengan memborong sejumlah saham senilai Rp1,24 triliun. Investor asing lebih banyak menyasar saham berkapitalisasi besar (big capitalization/big cap), seperti BBRI (PT Bank BRI), BMRI (Bank Mandiri), BBCA (Bank BCA), dan PT Astra International Tbk. (ASII).
Tak pelak, aksi investor asing itu membuat harga saham-saham tersebut bergejolak. BBRI salah satunya. Hari itu harga saham BBRI sempat menembus rekor harian terbaru ketika berada di posisi Rp4.730. Belakangan, harga BBRI terkoreksi hanya menjadi Rp4.460 atau naik sekitar 2,76% dibanding harga hari sebelumnya. Hari itu investor asing melepas saham BBRI sebesar Rp22,02 miliar.
Aksi jual asing di BBRI menambah besar aksi jual bersih investor asing sepanjang hari itu yang mencapai Rp1,43 triliun. Jelas, investor asing hanya memanfaatkan euforia pilpres untuk melancarkan aksi profit taking.
Aksi profit taking juga terlihat dari penurunan beberapa sektor saham. Di antaranya sektor konsumer yang menurun 1,4%, perdagangan -0,42%, pertambangan sebesar -0,2%, dan industri dasar turun 0,19%. Untungnya, penurunan itu ditambal oleh sektor keuangan yang naik cukup tinggi sebesar 1,56%. Sektor dengan bobot paling besar di IHSG tersebut mendapat sentimen positif dari menguatnya rupiah dan aksi beli investor asing pada saham-saham perbankan khususnya buku IV.
Secara historis, pilpres memang tak berpengaruh besar terhadap pergerakan indeks, meski Joko Widodo yang kembali memenanginya. Hal itu disampaikan oleh Inarno Djajadi, Direktur Utama BEI, jauh sebelum pilpres dilangsungkan. “Saya katakan empat pemilu terakhir, kita lihat bahwa korelasinya tidak terlalu banyak. Jadi harapannya tahun ini Insya Allah korelasi pemilu tidak terlalu banyak terhadap kinerja IHSG," katanya.
Kendati menguat tipis, kinerja IHSG masih lebih baik dibanding beberapa kinerja bursa di Asia yang mayoritas indeks sahamnya bergerak menurun. Data-data menunjukkan, indeks Nikkei225 di Jepang turun 0,84%, indeks Kospi di Korsel turun 1,43%, dan indeks Hang Seng di Hong Kong turun 0,54%.
Bahkan dibanding mayoritas bursa di Eropa kinerja IHSG masih lebih baik. Indeks FTSE100 di Inggris turun sebesar 0,27%, indeks DAX di Jerman naik 0,02%%, dan indeks CAC All-Tredable di Perancis turun 0,31%.
Kenaikan tipis kinerja IHSG tak lepas dari proses pencoblosan yang berlangsung kondusif, baik secara politik maupun ekonomi. Kondisisi itu direspon positif oleh para investor lantaran tidak adanya preferensi risiko yang meningkat. Siapa pun yang menang selama kondisi ekonomi dan politik aman, positif buat pasar.
Selain itu, kondisi ekonomi juga menopang kinerja IHSG yang positif itu. Kondisi makro ekonomi Indonesia sedang positif, mulai dari neraca perdagangan pada Maret 2019 yang surplus dan inflasi yang rendah. “Dari faktor global ada sentimen rilis pertumbuhan ekonomi Cina 6,4 persen di atas ekspektasi pasar," kata Bhima Yudhistira, ekonom Indef.
Berpeluang Naik
Kedepan bagaimana pergerakan indeks pasar saham kita? Semua itu tentu saja dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik domestik maupun global. Dari dalam negeri indeks akan dipengaruhi oleh indikator perekonomian Indonesia, seperti neraca perdagangan, inflasi atau daya beli masyarakat. Indeks juga dipengaruhi kurs rupiah terhadap dolar.
Jika kurs rupiah menguat, maka indeks diprediksi juga akan menguat. Pun sebaliknya. Kurs rupiah sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah neraca perdagangan di bulan April nanti. Kalau neraca perdagangan April mengalami defisit, maka rupiah akan tertekan. Imbasnya bisa memengaruhi pergerakan IHSG.
Dari faktor global, pergerakan indeks minggu depan masih dibayangi suku bunga bank sentral AS, atau The Fed. Jika The Fed tetap menahan suku bunganya, maka indeks bisa saja mendapatkan sentimen positif. Soalnya, akan ada tambahan dana asing yang masuk ke pasar keuangan Indonesia, termasuk bursa saham.
Dalam laporan PT Ashmore Asset Management Indonesia, disebutkan potensi aliran dana investor asing masuk ke pasar saham usai pemilu 2019 dapat mencapai US$1 miliar-US$1,5 miliar. Angka itu sekitar Rp14,04 triliun (kurs Rp14.048 per dolar AS) hingga Rp21,07 triliun. Bila melihat data rata-rata, aliran dana investor asing yang masuk pada tahun pemilu sekitar US$2,2 miliar atau sekitar Rp30,90 triliun. Secara year to date (ytd) 2019, aliran dana investor asing yang masuk sudah mencapai US$1 miliar atau sekitar Rp14,04 triliun.
Secara teknikal, IHSG juga berpeluang naik pasca-pemilu. IHSG memberikan sinyal penguatan seiring dengan posisinya yang bergerak meyakinkan di atas rata-rata nilainya dalam lima hari (moving average/MA5). Selain itu, IHSG juga telah menembus level penghalang kenaikannya (resistance) di level 6.500.
Alhasil, minggu depan indeks berpotensi menguji level 6.550. Ruang penguatannya cukup terbuka karena indeks belum memasuki fase jenuh belinya (overbought), mengacu pada indikator teknikal stochastic slow yang mengukur momentum tingkat kejenuhan suatu pasar. Potensi penguatan awal minggu depan juga terlihat dari keramaian perdagangan Kamis kemarin, di tengah hari libur IHSG mencatatkan nilai transaksi sebesar Rp13,17 triliun.
Samsul Hidayat, Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) mengatakan, beberapa hari ini investor masih menunggu peristiwa yang akan terjadi karena pengumuman resmi pilpres pada 22 Mei. Beberapa hari ke belakang market sepertinya fluktuatif, naik sedikit dan turun banyak. Kondisi ini mengindikasikan investor masih takut-takut masuk ke market. “Mungkin minggu depan jika investor merasa bahwa hasil hitung cepat mewakili hasil perhitungan seluruhnya, mereka akan optimistis untuk masuk ke market Indonesia,” katanya.
Ada juga analis yang berpandangan bahwa dalam seminggu ke depan, atau sampai pengumuman pemenangan capres oleh KPU, indeks akan melemah. Pasalnya, investor akan mengamankan dananya terlebih dahulu sambil menunggu hasil resmi. Investor juga akan melihat arah kebijakan presiden terpilih. “Prediksi saya IHSG akan (turun) berada di kisaran 6.300-6.400,” kata Senior Riset dan Analis Asia Trade Point Futures Cahyo Dewanto.
Prediksi Cahyo bisa saja terjadi, sebab sampai saat ini kubu Prabowo masih belum “menerima” hasil hitung cepat yang dirilis oleh sejumlah lembaga survei. Jika kubu Prabowo tetap tak menerima keputusan KPU, maka perselisihan itu kemungkinan akan berkepanjangan, sampai mendapat putusan tetap dari Mahkamah Konstitusi. Sepanjang itu pula investor akan terus bersikap wait and see sambil mendekap dananya.
Jika MK akhirnya memenangkan Jokowi pasar akan kian bereaksi positif dan berpeluang mendongkrak indeks. Kemenangan Jokowi juga akan direspon oleh para emiten dengan melakukan berbagai ekspansi. Soalnya, arah pembangunan Jokowi sudah dibaca emiten sejak lima tahun yang lalu. Kemudian RAPBN tahun 2019 arahnya juga sudah jelas. “Jika Pak Jokowi yang jadi, mereka sudah siap untuk melakukan segala sesuatunya untuk mengembangkan kegiatan usaha mereka,” tambah Samsul.
Ekspansi itu tak lepas dari beberapa sektor yang menjadi perhatian Jokowi untuk saat ini. Misalnya infrastruktur, pertanian, dan peningkatan SDM. Dampak dari pembangunan infrastruktur akan meningkatkan volume kegiatan ekonomi. Kalau pola yang dibangun keterhubungan antar-pulau, artinya hubungan dagang antar pulau akan lebih baik.
Kemudian pemerataan ekonomi antar-pulau juga lebih baik ke depannya, jadi tidak tersentralisasi pada satu wilayah. “Pengusaha tinggal memilih (untuk berekspansi),” kata Samsul.
Tampaknya kita memang masih harus menanti apa yang akan terjadi pada pergerakan indeks bursa seminggu ke depan. Apakah akan menaik, atau malah sebaliknya.