Ceknricek.com--Setelah melewati masa kampanye mulai 28 Nov 2023 hingga 10 Feb 2024, kini memasuki Minggu tenang (cooling down). Artinya, tak lagi melakukan aktivitas berkaitan dengan hal-hal yang berhubungan kampanye pemilu. Pembersihan/pencopotan APK partai politik dan tanda gambar Paslon sudah dibersihkan dari ruang-ruang publik.
Saatnya, menikmati hari-hari tenang sampai pemungutan suara pada tanggal 14 Februari 2024. Jadi, tiga hari lagi atau kurang dari 100 jam menentukan hasil pemilu yang tercatat ke 13 kalinya sejak pemilu pertama 1955. Atau pemilu presiden dan wakil presiden untuk memilih pemimpin bangsa Negara Republik Indonesia yang ke 8.
Penyelenggaraan Pemilu
Tak dapat diingkari, kita sekarang berada pada momentum yang sama yaitu suatu panggilan sejarah menentukan kepemimpinan nasional yang akan menjalankan roda pemerintahan lima tahun ke depan. Karena itu, kita semua punya hak konstitusional menentukan arah republik Indonesia.
Oleh sebab itulah, pemilihan umum (pemilu serentak) sampai saat ini diakui sebagai instrumen kelembagaan demokrasi yang absah dan menjadi parameter bekerjanya sistem politik yang demokratis. Melalui pemilu, suara atau kehendak rakyat menjadi dasar untuk menentukan pejabat publik (legislatif: DPD, DPR, DPRD) dan eksekutif (presiden/wakil presiden).
Sebuah sistem politik dikatakan demokratis apabila terdapat mekanisme pemilu yang dilaksanakan secara berkala untuk sebuah sirkulasi elit. Sirkulasi elit dan pergantian elite atau pergantian kekuasaan diharapkan dapat berlangsung secara damai tanpa kekerasan melalui penyelenggaraan pemilu yang demokratis (jurdil).
Hal itu, juga menjadi perhatian Juan Linz dengan mengemukakan syarat yang harus dipenuhi sebuah sistem politik demokrasi, yaitu adanya persaingan yang terbuka dalam pemilihan pejabat publik serta kehadiran penyelenggara pemilu terbuka dan bekerja secara profesional, baik Bawaslu maupun KPU mulai dari level KPPS yang ada di garda terdepan.
Dengan demikian, memang pemilu membuka akses partisipasi politik yang luas dari seluruh warga negara yang telah memenuhi syarat untuk menentukan pemimpin sesuai pilihan mereka. Maka, pilihan mereka atau suara yang telah diberikan haruslah diproteksi sedemikian rupa. Dalam artian dijaga keamanannya dan dijauhkan dari perilaku kecurangan. Keprihatinan manipulasi inilah yang membuat Eep Saefulloh Fatah menggagas ide yang diberi nama "warga jaga suara".
Etika dan Moral
Dalam kaitan itulah, dua kata ini: etika dan moral menjadi arus utama yang menentukan kesuksesan pemilu 2024. Pertanyaannya, apakah pemilu berjalan di atas pondasi yang kokoh dengan ditopang "etika dan moral" yang kuat bagi penyelenggara pemilu ?.
Jawabnya, tentu saja ditentukan akal sehat (kewarasan) dan etika yang tinggi dari penyelenggaranya. Tingginya penghormatan terhadap etika dan moral akan menjadi faktor kunci kesuksesan pemilu 2024.
Itulah sebabnya, mengapa filosof Aristoteles amat sangat memperhatikan perihal etika yang disebutnya sebagai "arete" yaitu manusia yang hebat dalam karakter. Hal ini, bisa juga menjadi jawaban mengapa konstruksi bangunan hukum terus menjadi "titik kritis" di republik ini. Penyebabnya baik individu maupun institusi karena kegagalan memahami etika dan moral dalam aktivitas keseharian.
Untuk itulah, komitmen kita semuanya adalah tidak membiarkan "kecurangan" tanpa etika dan moral terus "melenggang" sehingga pada gilirannya akan mempengaruhi kualitas pemilu kita sebagai salah satu pilar demokrasi.
Jika demikian, suara-suara yang cinta bangsa ini mulai terdengar mengkritisi adanya kecurangan pemilu 2024 yang sudah di desain. Tentu saja, kita tak berharap demikian proses pemilu ini cacat etik dan moral. Akan tetapi, sebaliknya kita berharap demokrasi makin berkualitas, tidak hanya memenuhi demokrasi prosedural tetapi juga substansial. Paling tidak, ada peningkatan (naik kelas) dari pemilu sebelumnya. Olehnya itu, sekali lagi kita menanti ada kegembiraan kesuksesan pemilu 2024 kita menjaga bangsa dan negara ini dengan menegakkan kejujuran dan keadilan.
Jakarta, 11 Februari 2024
#Abustan, pengajar sosiologi hukum
Editor: Ariful Hakim