Yang membaca lirik lagu bertajuk “Sayang Semua” di atas dengan menyanyikannya sudah pasti memiliki cuilan-cuilan kenangan yang cukup indah di Taman Kanak-kanak.
Bagaimana tidak? Lagu itu menjadi semacam lagu wajib hampir di semua TK yang ada di Indonesia. Syair lagu sederhana tanpa huruf ‘r’ itu seolah menjadi saksi bahwa pencipta lagu itu tak akan lekang ditelan zaman.
Dialah Sandiyah atau dikenal dengan nama Ibu Kasur, perempuan pecinta anak-anak itu meninggal hari ini 17 tahun silam, tepatnya 22 Oktober 2002, pada usia 76 Tahun.
Dua Sejoli Pasangan Kasur
“Senyumnya khas dan tulus. Tutur katanya lembut. Ia juga tak sungkan bertingkah mengikuti polah balita. Sesekali bernyanyi, melompat, memperlihatkan mimik lucu, juga merajuk. Ia telah melahirkan banyak tokoh ternama di masa kini.”
Sumber: Istimewa
Obituari itu ditulis oleh Erwin Y. Salim dalam Majalah Gatra beberapa hari setelah Ibu Kasur meninggal dunia. Perempuan berdarah Jawa kelahiran Jakarta, 16 Januari 1926 memang dikenal sebagai pendidik yang melahirkan banyak tokoh nasional.
Bersama sang suami, Soerdjono alias Pak Kasur, dua sejoli itu memang pernah mendidik tokoh-tokoh nasional Indonesia, sebut saja nama-nama seperti Seto Mulyadi, Pelawak beken Ateng, Guruh Sukarnoputra dan Presiden Megawati Sukarnoputri.
Baca Juga: Kartini, Sosok Benderang yang Melintasi Sejarah
Kisah pertemuan mereka pun cukup unik, yakni di tengah-tengah Revolusi Fisik Indonesia (1945-1949). Pada saat itu, Sandiyah remaja sudah bekerja di kantor Karesidenan Priangan di kota Bandung. Soerdjono yang saat itu tengah bergerilya bertemu dengan Sandiyah sedang bertugas di Palang Merah.
"Saya suka bapak, karena dia disiplin dan budi bowo leksono --apa yang dilaksanakan adalah untuk kebaikan," ungkap Sandiyah. Di tengah revolusi fisik inilah dua sejoli itu kian lengket. Mereka kemudian menikah setelah satu tahun Indonesia memproklamasikan kemerdekaan.
Sumber: Tirto
Nama Ibu Kasur sendiri jika ditelisik sebenarnya berasal dari panggilan kawan-kawan Soerdjono semasa sekolah di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) setingkat SD dan Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO) setingkat SMP yang biasa memanggilnya Susur.
Sementara itu, orang-orang di kepanduan memanggilnya dengan nama Kak Soer. Dari sinilah kemudian nama Pak Kasur lekat dengan dirinya dan secara otomatis ikut melekat pada Sandiyah setelah mereka menikah.
Kiprah Bu Kasur dimulai saat perempuan lulusan MULO ini sering diajak suaminya terlibat apa saja untuk mengisi siaran Radio Republik Indonesia (RRI) yang cukup terkenal pada waktu itu. Namanya kemudian mulai dikenal publik sejak ia resmi bersama Pak Kasur mengisi siaran anak-anak pada era 1950-an.
Sumber: Tribunnews
Namanya kian moncer saat ia menjadi pembawa acara bocah di layar kaca, sejak Televisi Republik Indonesia (TVRI) berdiri pada 1962. Bersama Pak Kasur meraka juga membawakan acara "Arena Anak-anak", "Mengenal Tanah Air" dan "Taman Indria Bu Kasur". Tidak hanya itu, saat televisi swasta pertama muncul, Bu Kasur juga memandu acara “Hip-Hip Ceria” di RCTI dan mendulang kesuksesan.
Mendirikan Taman Kanak-Kanak
Tahun 1950-an setelah dua pasangan itu memilih hijrah untuk ke Jakarta. Pak Kasur yang pada waktu itu bekerja di Badan Sensor Film (BSF) dan Radio Republik Indonesia (RRI), di waktu luang sering mengajak anak-anak sekitar rumah mereka di Jalan Agus Salim Nomor 60 untuk belajar bernyanyi. "Bapak bisa banyak meluangkan waktu buat mereka, karena saat itu film masih sedikit. Jadi, pekerjaan BSF bisa dikatakan tidak terlalu sibuk,” kata Bu Kasur.
Baca Juga: Biografi Martha Tilaar: Pengusaha Kosmetik Terkemuka Indonesia
Di rumah yang cukup luas mereka kemudian mendirikan Sanggar Taman Putra dan Taman Pemuda yang dibuat khusus sebagai tempat bermain anak-anak. Pada waktu itu, Pak Kasur dan Bu Kasur sebenarnya sudah ingin mendirikan TK resmi. Namun kerena Pak Kasur masih berprofesi sebagai pegawai negeri, dan tidak boleh mempunyai usaha lain, maka keinginan itu pun ditunda.
Sumber: Istimewa
Barulah pada 1968, setelah Pak Kasur pensiun, mereka meresmikan Taman Kanak-kanak (TK) Mini di rumah mereka. Karena diselanggarakan di rumah, sekolah ini pun ikut berpindah-pindah mengikuti si empunya rumah.
Ketika mereka pindah ke Jalan Cikini V, sekolah untuk anak-anak balita itu pun ikut diboyong. Lalu, setelah Pak Kasur wafat pada 1992, sekolah itu kemudian diubah menjadi TK Mini Pak Kasur, yang kini punya empat cabang: Cipinang, Pasar Minggu, Bekasi dan Tangerang.
Selama hidupnya, Ibu Kasur setidaknya telah mengarang 20-an lagu anak-anak. Sementara itu, Pak Kasur telah menciptakan sekitar 140 lagu. Sedapat mungkin mereka berdua juga menghindari huruf ‘r’ dalam stiap syair yang mereka buat karena anak balita akan susah melafalkannya.
Sumber: Bukalapak
Tahun 2018, sebuah berita di Poskota memberitakan bahwa Indonesia tengah mengalami krisis lagu anak-anak. Sosok-sosok penerus seperti Bu Kasur dan Pak Kasur sepertinya semakin langka di negeri ini, dengan tidak mengesampingkan, nama Ibu Soed (Alm), A.T Mahmud (Alm), atau Papa T. Bob.
Hal ini sepertinya sesuai dengan apa yang pernah Pramoedya Ananta Toer tulis pada 1953 dalam bukunya Mengelinding 1 (2004) dalam Mimbar Penyiaran Duta No.12 tahun III. Dalam buku tersebut Pram menyebutkan bahwa Indonesia dalam lima tahun ke depan membutuhkan paling sedikit sepuluh ribu Pak Kasur untuk mendidik jutaan anak Indonesia.
Setelah pasangan Pak Kasur dan Ibu Kasur tiada, sementara populasi anak-anak terus bertambah, jumlah tenaga pendidik pun kian banyak dibutuhkan. Khususnya pendidik yang "mampu memberikan sebaik-baiknya pendidikan kepada bocah-bocah agar kelak mereka bisa lebih baik dari angkatan sekarang," tulis Pram.
BACA JUGA: Cek SEJARAH, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.