Ceknricek.com -- Penghujung tahun 1993, publik Indonesia dikejutkan dengan kematian Basoeki Abdullah. Maestro lukis Indonesia itu tewas akibat pembunuhan yang dilakukan tukang kebunnya sendiri bersama komplotannya pada suatu malam ketika hendak merampok koleksi arlojinya.
Namun sebelum aksi tersebut terlaksana, si perampok sudah kepergok oleh empunya rumah. Menyadari tindakannya ketahuan, pelaku sontak mengambil bedil yang tergantung di salah satu dinding kamar dan langsung memukul kepala pelukis itu.
Sumber: Istimewa
Basoeki Abdullah roboh bersimbah darah. Jenazahnya baru ketahuan keesokan harinya oleh pembantu rumah, di kediamannya di Pondok Labu, Jakarta Selatan, pada 5 November 1993, tepat hari ini 26 tahun yang lalu.
Kiprah Basoeki Abdullah
Jika ada pertanyaan yang diajukan kepada para seniman lukis di Indonesia, siapakah pelukis potret di Indonesia yang paling dikenal namanya, paling tidak nama Basoeki Abdullah akan masuk ke dalam salah satu hitungan tersebut.
Bukan tanpa alasan kenapa nama Basoeki Abdullah masuk dalam daftar tersebut. Pamornya sebagai pelukis potret sudah teruji dengan melukis potret-potret tokoh penting Indonesia dan dunia seperti: Sukarno, Fatmawati, Soeharto, Raja Bhumibol, dan Ratu Sirikit, Ferdinand dan Imelda Marcos, Norodom Sihanouk, bahkan hingga Paus Johannes Paulus II.
Baca Juga: Lukisan Saksi Bisu Pembacaan Teks Proklamasi
“Kepandaian Basoeki melukis potret (orang) sudah sulit untuk disaingi. Ia tak hanya bisa melukis wajah secara persis, mencampur warna, tetapi ia sanggup membuat yang dilukis seolah-olah bernyawa,” tulis Agus Dermawan T. dalam Basoeki Abdullah Sang Hanoman Keloyongan (2015:60).
Sumber: Istimewa
Jika ditilik sejarahnya, pria kelahiran Surakarta pada 27 Januari 1915 memang memiliki darah seniman yang kental di tubuhnya. Ayahnya, Raden Abdullah Suryosubroto adalah pelukis naturalis terkenal pada awal abad ke-20, yang juga merupakan anak dari perintis pergerakan nasional Dokter Wahidin Sudirohusodo.
Baca Juga: Zaini, Sang Pelukis Impresionisme Indonesia
Sementara ibunya, Raden Ayu Sukarsih, seorang pembuat batik tulis, dan kakaknya Sudjono Abdullah adalah pelukis panorama yang namanya cukup dikenal pada masa Mooi Indie sedang berkembang.
Bakat melukis Basoeki pun sudah terlihat saat ia berumur empat tahun. Di usia itu ia sudah melukis tokoh-tokoh terkenal seperti Mahatma Ghandi, Rabrindranath Tagore, Yesus Kristus, hingga Khrisnamurti.
Di sekolah pun, perhatian utama Basoeki Abdullah kecil hanya tertuju pada pelajaran menggambar dan sejarah, sedangkan pelajaran lainnya dianggap sambil lalu tatkala menempuh pendidikan di HIS (Hollands Inlandsche Scool), dan kemudian dilanjutkan ke MULO (Meer Ultgebried Lager Onderwijs).
Bakat inilah yang kemudian mendapat apresiasi dari Pastor Koch SJ., pada 1913. Basoeki kemudian mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di Akademi Seni Rupa (Academie Voor Beldeende Kunsten) di Den Haag, Belanda.
Dalam Sinar Bulan, Potret Ratna Dewi Sukarno Karya Basuki Abdullah. Sumber: Istimewa
Setelah menyelesaikan studinya dalam waktu 2 tahun lebih 2 bulan dengan meraih penghargaan sertifikat Royal International of Art (RIA), Basoeki juga mengikuti pelajaran semacam studi banding di sejumlah sekolah seni rupa di Paris dan Roma.
Firasat Kematian dan Warisan
Beberapa minggu sebelum kematian Basoeki Abdullah, Toety Heraty Noerhadi, pemilik Galeri Cemara di Jakarta sebagaimana dituliskan Tempo, menerima hadiah lukisan dari Maria Michel, istri kedua dari maestro tersebut yang membuat karya lukis abstrak.
Toety heran mengapa tiba-tiba Basoeki melukis abstrak. Namun yang membuat profesor filsafat itu semakin penasaran, mengapa pula pelukisnya memberi judul lukisan itu Padang Pasir & Darah.
“Agak aneh juga kalau lukisan terakhir berjudul Padang Pasir & Darah. Apakah Basoeki ada firasat sehingga secara tak sadar dia melukis sesuatu yang mengerikan?” tanya Toety dari arsip Tempo (2/2/2015).
Sumber: Tempo
Barulah kemudian pertanyaan yang menjadi semacam firasat ini terjawab beberapa minggu kemudian setelah kematian Basoeki Abdullah pada 5 November 1993. Kepergian pelukis itu pun menjadi beberapa tajuk utama dalam berbagai pemberitaan di media massa Indonesia.
Baca Juga: Hendra Gunawan: Pelukis Pembela Rakyat Jelata
Dalam surat wasiatnya, Basoeki kemudian menyerahkan rumah beserta sebagian koleksinya untuk negara. Pada 1998 rumahnya diberikan kepada negara, dan pada 2001 rumah itu diubah menjadi museum dengan mempertahankan bentuk aslinya.
Museum basuki abdullah. Sumber: kompas
Kini, di museum itu tercatat sebanyak 123 buah karya lukis karya Basoeki Abdullah, 720 buah barang seni koleksi pelukis, dan buku bacaan sang maestro sebanyak 3.000 buah menjadi koleksi museum tersebut dan dibuka untuk umum.
Sumber: Istimewa
Museum Basoeki Abdullah juga turut melayani masyarakat dengan menggelar berbagai pameran, seminar, penelitian dan workshop, serta menerbitkan bermacam bentuk publikasi berupa katalog, biografi, kumpulan artikel, dan hasil penelitian dan dari serangkaian kegiatan yang lain.
BACA JUGA: Cek SEJARAH, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.
Editor: Farid R Iskandar