Mengenang Radjiman Widyodiningrat, Dokter Cemerlang Indonesia | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Sumber: Kompas

Mengenang Radjiman Widyodiningrat, Dokter Cemerlang Indonesia

Ceknricek.com -- Tepat pada tanggal hari ini, 67 tahun silam, 20 September 1952, dr. Radjiman Widyodiningrat meninggal dalam usia 73 tahun di rumah kediamannya, desa Dirgo Widodaren, Ngawi, Jawa Timur.

Sosok penting di balik lahirnya Boedi Oetomo yang juga ketua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) itu merupakan salah satu putra terbaik bangsa Indonesia. Kelak, dokter Jawa berdarah Sulawesi ini kemudian diangkat sebagai Pahlawan Nasional.

Sumber: Historia

Kiprah Radjiman

Radjiman adalah anak dari Sutodrono, seorang kopral pribumi yang berasal dari keturunan Gorontalo-Bugis dengan seorang wanita Jawa. Ia lahir di desa Mlati, Yogyakarta pada 21 April 1879. Sebagai anak yang bukan keturunan bangsawan, Radjiman cukuplah beruntung. 

Rumah Radjiman di Jawa Timur. Sumber: artaazamwordpress

Pada saat itu, pendidikan di bumi Nusantara hanya diperuntukkan bagi mereka yang berdarah biru. Namun Radjiman berhasil lulus dari sekolah dasar elite untuk Bumiputra, Europeesche Lagere School (ELS) pada 27 April 1893 di Yogyakarta.

Sesudah itu ia mengikuti pendidikan khusus bidang kedokteran, baik di dalam maupun di luar negeri. Di dalam negeri, ia masuk Sekolah Dokter Jawa, kemudian School Tot Opleiding voor Inlandsche Arts (STOVIA)

Radjiman Wedyodiningrat (kanan) di klinik Kadipolo Solo, 1915. Dia juga menjadi dokter di Rumahsakit jiwa Lawang Jawa Timur (kiri). Foto: KITLV dan commons.wikimedia.org/Tropenmuseum. Sumber: Historia

Baca Juga: Ibnu Thufail: Filsuf Muslim, Dokter, dan Novelis dari Andalusia

Pendidikan di luar negeri diikutinya di Amsterdam, Berlin dan Paris untuk mengambil spesialisasi obstetrie gynaecologie, rontgenologi dan bedan indoscopie urinaire. Spesialisasi terakhir ini diambilnya ketika ia sudah berumur 51 tahun, pada 1930.

Riwayat pendidikan Radjiman ini sebenarnya dipengaruhi oleh dokter Wahidin Sudiriohusodo yang merupakan suami dari bibinya. Sutrodono, ayah Radjiman, seperti dikutip Tashadi dalam Dr.Wahidin Sudirohusodo (1983:18) adalah saudara dari istri dokter Wahidin. Dokter asal Sleman itulah yang memberi pertolongan kepada Radjiman untuk kuliah hingga ia lulus dari STOVIA.

Selama menjadi dokter, Radjiman pernah bekerja sebagai dokter pemerintah di Rumah Sakit Weltevreden (sekarang Rumah Sakit Angkatan Darat) di Jakarta, kemudian berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Tugas terakhir sebagai dokter pemerintah dijalaninya di Rumah Sakit Jiwa di Lawang.

Sumber: Potret Lawas

Selain tercatat sebagai seorang dokter, Radjiman adalah satu-satunya anggota Freemason berkebangsaan Jawa yang tulisannya pernah dimuat dalam Gedenkboek der Vrijmetselarij in Nederlandsche Indie 1767-1917 (Buku Kenang-Kenangan Freemasonry di Hindia Belanda 1767-1917) yang diterbitkan di Semarang, Jawa Tengah, pada 1917.

Tugas sebagai dokter pemerintah dijalani Radjiman selama tujuh tahun, dari 1899 sampai 1906. Sesudah itu ia bekerja sebagai dokter di Kraton Surakarta Hadiningrat selama tiga puluh tahun (1906-1936). Dari segi profesi, ia berjasa dalam mendirikan antara lain Apotek Panti Rapih dan Rumah Sakit Panti Rogo. 

Yang lebih penting dalam periode ini adalah keikutsertaannya dalam organisasi bercirikan nasionalisme, khususnya Budi Utomo. Ia tercatat sebagai anggota sejak organisasi ini didirikan pada 1908. Enam tahun kemudian, 1914, ia menduduki posisi sebagai Ketua Budi Utomo.

Baca Juga: Mengenang Kemanusiaan Tjipto Mangoenkoesoemo

Sumber: Liputan6

Menjemput Kemerdekaan ke Vietnam

Pada masa pendudukan Jepang, Radjiman diangkat sebagai anggota Tyuo Sangsi-In merangkap Ketua Tyuo Sangi Kai Madiun. Yang terpenting pada masa itu ialah jabatannya sebagai BPUPKI yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya UUD 1945.

Lembaga yang kemudian diganti dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) itu kemudian dijanjikan oleh Marsekal Terauchi mendapat kemerdekaan yang diberikan oleh pemerintah Dai Nipon Jepang kepada Indonesia. Janji ini semata siasat Jepang untuk menarik simpati rakyat Indonesia.

Untuk melengkapi siasatnya, pemerintah Jepang kemudian mengundang Soekarno, Muhammad Hatta, dan dr. Radjiman untuk bertemu Jenderal Terauchi, Panglima Angkatan Perang Jepang untuk Asia Tenggara, di Dalat, Saigon, Vietnam.  

Sumber: Koran Makassar

Baca Juga: Mengenang Jalan Hidup Ki Hadjar Dewantara

Di sana, pemerintah Jepang membeberkan janjinya untuk segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Namun sejarah berkata lain. Jepang kalah di PD II. Sementara para pemuda di Indonesia memiliki caranya tersendiri menyikapi hal tersebut.

Setelah Indonesia merdeka, kiprah Radjiman masih terus berlanjut. Ia menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA), anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), serta menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Radjiman meninggal dunia pada tanggal 20 September 1952. Jenazahnya dikebumikan Ngawi. Atas jasa-jasanya terhadap bangsa dan negara, pemerintah menganugerahinya tanda jasa Bintang Mahaputera Tingkat II dan Bintang Republik Indonesia Utama. Pada 2013, Radjiman diangkat sebagai Pahlawan Nasional.

BACA JUGA: Cek SEJARAH, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.



Berita Terkait