Ceknricek.com -- Sebagai menteri baru, pantas saja jika Erick Thohir agak kurang menguasai wilayah kerjanya. Menteri BUMN ini agak gagap begitu mengetahui ada beberapa perusahaan pelat merah yang tidak memiliki bisnis inti (core business) di bidang perhotelan tetapi kini mengelola hotel lewat anak usahanya. Di situlah perlunya Erick belajar dan membaca dulu asbabun nuzul atawa sebab-sebab mengapa itu bisa terjadi. Jangan pula buru-buru mengembalikan perusahaan pelat merah itu pada bisnis intinya.
Soal kebingungan Erick ini disampaikan usai Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, Senin ini (2/12). Sudah empat tahun Menteri BUMN pendahulunya tak menghadiri raker semacam ini. Soalnya, Rini Soemarno, sang pendahulu Erick, tak diakui DPR sebagai menteri.
Pada saat raker itu Erick menyorot salah satu BUMN, PT PANN (Persero). Perusahaan ini sebetulnya fokus pada pembiayaan (multifinance) di bidang maritim seperti pengadaan kapal, tapi kemudian memiliki bisnis di luar inti. "Kita akan bikin kembali ke core bisnis. Berat juga, saya enggak menyalahkan PANN," katanya.
PT PANN dianggap aneh. Perusahaan yang berdiri pada 1974 ini mengelola dua hotel dan 22 perusahaan air minum. Padahal bisnis intinya adalah bidang pengembangan armada niaga nasional.
Sumber: Istimewa
Sejatinya, PANN telah membentuk cross sektoral holding dan spin-off sektor usaha strategis yakni usaha pembiayaan kapal, shipping, shipyard, manajemen perkapalan, pialang asuransi kapal. Kini, PANN sudah menjadi perusahaan holding.
Hanya saja, Erick menganggap mengelola hotel dan perusahaan air minum adalah salah fokus. Persoalannya, tak bisa dibebankan kepada direksi. Fokus menjadi terpecah tentu lantaran seizin menteri. Erick berpendapat Peraturan Menteri atau Permen pembentukan anak usaha dan cucu usaha harus ada alasannya. “Tapi kalau alasannya enggak jelas. Saya setop. BUMN yang sehat jangan sampai tergrogoti sama oknum," tegasnya.
Angkasa Pura I
BUMN yang mestinya fokus dalam bisnis hotel harusnya adalah PT Hotel Indonesia Natour. Namun, bukan hanya PT PANN saja yang ikut-ikutan menggarap bisnis inapan ini. Banyak BUMN yang juga berhadap cuan dari sini. Kondisi itu sudah terjadi setidaknya pada tahun 2000-an.
Baca Juga: Untuk Pertama Kalinya Setelah 4 Tahun, Menteri BUMN Hadiri Raker DPR RI
Kala itu, Kementerian BUMN meminta tiap BUMN mengoptimalkan aset yang dimiliki. Aset-aset menganggur didorong menjadi produktif. Hasilnya, sejumlah BUMN “tuan tanah” seperti PT Pos Indonesia (Persero), PT Pegadaian (Persero), dan PT Angkasa Pura (Persero) ramai-ramai membentuk anak usaha baru di sektor properti.
PT Angkasa Pura I, misalnya, ikut menggarap bisnis hotel budget. Perusahaan operator bandara ini pada 2012 membangun dua hotel berkonsep sederhana alias hotel budget, di Bandara Internasional Juanda, Surabaya dan Sultan Hasanuddin, Makassar. Selanjutnya Bandara Ngurah Rai, Bali.
Sumber: tribun
Perusahaan yang banyak mengurus pesawat terbang ini menggalang kerja sama dengan perusahaan operator hotel, yaitu Accor Asia Pacific Indonesia. Dalam berbisnis hotel ini, Angkasa Pura mengusung merek hotel, Ibis Budget Angkasa Pura Hotel.
Terbaru, Angkasa Pura I membangun hotel bintang tiga di Bandara Internasional Yogyakarta (YIA). BUMN ini menargetkan hotel tersebut sudah berdiri pada Desember 2019 seiring rencana pengoperasian penuh (full operation) bandara baru tersebut.
Angkasa Pura II
PT Angkasa Pura II (Persero) tak mau ketinggalan. BUMN ini tengah membangun dua hotel di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Lokasi pembangunan hotel tepatnya di Terminal 3 Internasional dan Terminal 3 Domestik.
Hotel yang dibangun pertama kali adalah yang terletak di Terminal 3 Internasional, sementara itu untuk hotel di Terminal 3 Domestik pada Mei 2019 sudah dilakukan penandatanganan perjanjian pengadaan jasa konstruksi antara AP II dan Wika Bangunan Gedung. Adapun progres proyek hotel di Terminal 3 Internasional saat ini telah mencapai sekitar 70% dan diharapkan tuntas seluruhnya pada akhir 2019.
Sumber: tribunnews
Hotel di Terminal 3 Internasional sendiri disiapkan berada di kelas Bintang 4, terdiri dari 147 kamar dan dilengkapi meeting room, restoran, spa dan gym. Hotel ini dibangun di atas lahan 4.500 meter persergi, memiliki 3 lantai dengan total luas gedung mencapai sekitar 18.000 meter persegi.
Pada saat ini, Angkasa Pura II juga sudah membuka hotel kapsul di Terminal 3 Domestik. Hotel tersebut sudah mendapat pengakuan dari industri perjalanan global dengan meraih poin 8.6 pada Guest Review Award 2018 dari Booking.com. Hotel yang dibuka Angkasa Pura II di Bandara Internasional Kualanamu dengan merek Horison Sky juga berhasil meraih poin 9.1 pada Guest Review Award 2018.
Sumber: Istimewa
Pada 2019 Angkasa Pura II menargetkan pendapatan anorganik sekitar Rp500 miliar dari total estimasi Rp11,4 triliun revenue korporasi. Bisnis anorganik ini antara lain adalah bisnis perhotelan, serta bisnis digital. AP II juga berencana menambah portofolio bisnis baru seperti bisnis travel dan juga ground handling.
PT Pos Indonesia
PT Pos Indonesia (Persero) juga menggarap bisnis hotel. Perusahaan ini memiliki aset di 2.200 titik yang tersebar di seluruh Indonesia, di antaranya 200 titik telah diverifikasi untuk pemanfaatan hotel. Konon aset itu senilai Rp5 triliun, di antaranya aset properti dengan nilai Rp200 miliar. Selain itu, PT Pos memiliki jaringan 4.700 kantor secara keseluruhan di Indonesia.
Sumber: kontan
Baca Juga: Alasan Erick Thorir Rampingkan Birokrasi BUMN
Melalui anak usahanya, PT Pos Properti Indonesia yang didirikan pada 2013, PT Pos mengembangkan bisnis budget hotel melalui pemanfaatan gedung Kantor Pos. Berdasarkan kajian perusahaan, Pos Indonesia berpotensi membangun hotel di 150 lokasi.
BUMN ini mengawali membangun dua hotel budget di kota Bandung pada 2014. Dalam bisnis ini PT Pos bekerja sama dengan operator hotel budget yang sudah berpengalaman, yakni Amaris Hotel, anak perusahaan dari Kompas Gramedia.
Selain itu, PT Pos Properti pun mulai menyusun rencana pengembangan aset terutama di atas lahan 1.000 m persegi untuk ditawarkan kepada investor, baik dalam bentuk ruang kolaborasi maupun hotel. Sejumlah kota yang gencar ditawarkan kepada para investor untuk pengembangan dan optimalisasi aset untuk dibangun budget hotel, antara lain di Banyuwangi, Jember, dan Wonosobo.
Meski akan dibangun hotel, kantor layanan PT Pos tetap dipertahankan selain untuk memfasilitasi konsumen dalam mengirim barang dan melakukan pembayaran, juga sebagai ikon perusahaan.
PT Pegadaian
Selain penjualan emas dan kredit mikro, melalui anak usahanya, PT Pesonna Indonesia Jaya--didirikan pada 2015--PT Pegadaian (Persero) juga memperluas usaha hotel dan cafe.
Sumber: Jawapos
Hotel Pegadaian diberi nama Pesonna. Nama ini merupakan singkatan dari Pegadaian selalu optimalkan nilai-nilai aset. Hotel PT Pegadaian tersebar kota-kota besar Indonesia, antara lain di Yogyakarta ada dua, dan satu ada di Semarang, ada di Tegal, Pekalongan, Surabaya, Gresik, Makassar, Pekanbaru. Semua hotel bintang 3 plus.
Baca Juga: Erick Thohir Jelaskan Perubahan Struktur Deputi dan Sesmen BUMN ke Komisi VI DPR
Bisnis non-gadai ini sudah berkembang dan dapat membantu pemasukan untuk meningkatkan kinerja keuangan Pegadaian. Menurut Direktur Utama Pegadaian, Kuswiyoto, pada 2018, BUMN ini telah menyetor Rp2,8 triliun ke negara dan menjadi penyumbang pendapatan terbesar ke-7 di antara BUMN besar lainnya.
Sepanjang Januari-Juni 2019, menurut Kuswiyoto, Pegadaian mencatatkan outstanding pembiayaan senilai Rp43,6 triliun, tumbuh 12,66% dibandingkan periode yang sama pada 2018, senilai Rp38,7 triliun.
Kendati ada beberapa BUMN yang menggarap bisnis luar bisnis utamanya, kinerja mereka tetap bahkan bertambah kinclong. Itu sebabnya, Erick tidak bisa main pukul rata melarang BUMN menggarap bisnis lain selain core business-nya. Sejumlah BUMN menggarap bisnis hotel hendaknya diterjemahkan sebagai semangat memanfaatkan asset tidur yang justru membebani perusahaan selama ini.
BACA JUGA: Cek Berita AKTIVITAS PRESIDEN, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.