Menyimak Mahfud MD (3) | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: Istimewa

Menyimak Mahfud MD (3)

Ceknricek.com -- Apa yang disampaikan Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat -- usai memberikan keterangan di Mapolda Jabar, terkait kerumunan saat Rizieq Shihab ke Mega Mendung bulan lalu -- kemungkinan diamini banyak kalangan  yang mengikuti pemberitaan itu.

Katanya, bukankah kerumunan yang terjadi, tak terlepas dari 'tafsir hukum' atas pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD yang mewakili pemerintah, terkait kepulangan Rizieq Shihab?

Tak berselang lama, Mahfud pun langsung menanggapi (https://news.detik.com/berita/d-5297882/jawab-ridwan-kamil-soal-kerumunan-hrs-mahfud-md-saya-bertanggung-jawab).

"Siap, Kang RK. Saya bertanggung jawab. Saya yang umumkan HRS diizinkan pulang ke Indonesia karena dia punya hak hukum untuk pulang. Saya juga yang mengumumkan HRS boleh dijemput, asal tertib dan tak melanggar protokol kesehatan. Saya juga yang minta HRS diantar sampai ke Petamburan," katanya.

Lebih lanjut dia juga menegaskan, bahwa pemerintah memang memberikan diskresi untuk menjemput, mengamankan, hingga mengantar ke Petamburan. Tapi tetap harus tertib dan mengindahkan protokol kesehatan.

Dengan kata lain, sebetulnya Mahfud menegaskan, bahwa urusan kedua hal tersebut -- ketertiban dan protokol kesehatan -- semua tetap tunduk pada ketentuan yang berlaku.

Bahkan, aparat malah dimintanya bertindak tegas jika ada penjemput yang melanggar. Sebab, mereka yang demikian dinyatakannya, bukan pengikut Shihab yang sudah mengobarkan semangat 'revolusi akhlak'.

+++

Hal yang patut disayangkan, saat menanggapi statement Ridwan Kamil itu, ucapan Mahfud, agak 'kelebihan'.

"Itu (mulai penjemputan, pengamanan, hingga pengantaran ke Petamburan -- red.) sudah berjalan tertib sampai HRS benar-benar tiba di Petamburan sore."

Kita semua tahu, penjemputan yang berlangsung nyatanya memang di luar kendali. Sehingga mengganggu operasional bandara internasional Sukarno-Hatta hari itu. Bahkan sejumlah kerusakan terhadap beberapa fasilitas di sana, juga terjadi.

Hal yang hampir dapat dipastikan, aparat keamanan yang bertanggung jawab melaksanakan pengecualian yang diberikan pemerintah saat itu, kedodoran dan tidak bersikap tegas sebagaimana dimintakannya.

Bukankah untuk mencegah pelanggaran protokol kesehatan yang sudah memiliki ketentuan hukum, aparat semestinya bisa dan perlu melakukan langkah-langkah pencegahan secara terukur?

Bukankah semestinya, aparat bisa melakukan tindakan tegas ketika pengikut MRS yang menjemput di bandara tanggal 10 November itu, tak tertib dan melanggar protokol kesehatan?

+++

Hal itulah yang sebetulnya paling menarik untuk disimak dari langkah demi langkah yang disampaikan Mahfud. Jika ada yang 'menafsirkan' pernyataannya secara berlebihan sehingga mengabaikan ketentuan hukum di atas ucapannya -- seperti protokol kesehatan dalam menghadapi pandemi kali ini -- bukankah hal itu sesungguhnya keteledoran mereka sendiri?

Sama seperti berbagai argumen yang selama ini sering dikumandangkan oleh Joko Widodo maupun pembantu-pembantunya. Tentu tak mungkin Presiden mencampuri lebih jauh urusan teknis pelaksanaan operasional pihak-pihak berwenang sekaligus bertanggung jawab di bawahnya. Dalam rangka melakukan tugas pokok dan fungsi mereka. Prof. Mahfud MD pun tentu tak perlu dan tak pantas, untuk mencampuri pelaksanaan operasional lapangan pihak kepolisian. Apalagi ketika menafsirkan ketentuan hukum di balik pernyataannya, sehingga lalai dan menyebabkan pelonggaran, seperti yang berlangsung di Mega Mendung, Tebet, dan Petamburan.

Bukankah setelah itu, 2 Kapolda akhirnya memang dicopot oleh pimpinan institusi tersebut?

+++

Jika aparat kepolisian dapat menjalankan tugas pokok dan fungsi dengan tegas -- terutama yang berkaitan dengan delik umum seperti gangguan ketertiban saat massa berkumpul di depan rumah ibundanya di Madura -- berbagai kekacauan yang pernah berlangsung kemarin dan dulu, mungkin tak perlu terjadi.

Peristiwa berdarah tanggal 1 Juni 2008 yang menyebabkan sejumlah pendukung AKKBB terluka akibat diserang massa beratribut FPI, mungkin dapat dicegah dan tak perlu terjadi. Termasuk kericuhan di ruang persidangan dan seputar kawasan gedung pengadilannya.

Dugaan sejumlah pelanggaran hukum yang sempat mengemuka saat atau sebelum MRS ke Arab Saudi 3 tahun lalu, mungkin tak begitu saja 'masuk angin'. Sehingga yang bersangkutan bisa melangkahkan kaki di Tanah Air kemarin, seperti warga lain yang baru pulang melancong ke luar negeri.

Atau jika memang tak ada kasusnya -- mengingat hal tersebut menyangkut nama baik sosok yang memiliki pengikut dan berpotensi memicu konflik horisontal -- aparat terkait dapat bersikap bijak sehingga 'keterbelahan' di tengah masyarakat tak semakin runyam.

+++

Sejak Presiden Joko Widodo bereaksi keras atas kasus-kasus pelanggaran protokol pada kerumunan-kerumunan di seputar kehadiran MRS -- karena disesalkan berbagai pihak termasuk barisan terdepan layanan dan relawan kesehatan yang menghadapi Covid-19 --  aparat keamanan tiba-tiba bergerak serentak menunjukkan ketegasannya.

Bahkan ditengarai berbagai pihak, sebagai berlebihan. Terutama berkait dengan tindakan 'terlalu' tegas hingga menyebabkan 6 pengawal pribadi MRS tewas. Sampai saat ini, kewajaran kematian mereka masih diragukan banyak pihak dan penyidikannya sedang bergulir.

+++

Sebagai ahli hukum yang malang melintang terlibat dan menyaksikan  dari dekat perjalanan bangsa ini, Mahfud MD mungkin melihat 'titik misterius' yang mengguncang, bahkan melemahkan, berbagai cita-cita Reformasi 1998 lalu. Yakni, ketidak-tuntasan dan berlarut-larutnya reformasi birokrasi di tubuh Polri. Setelah dipisahkan dari TNI.

Seperti yang terungkap dalam wawancara Refly Harun dengan Haris Azhar, aktivis HAM, baru-baru ini, postur organisasi kewenangan dan kekuasaan Kepolisian RI memang menyisakan banyak agenda reformasi yang belum sempat dituntaskan. Bahkan, langkah terobosan yang dilakukan Joko Widodo di periode pertama kekuasaannya -- dengan mengangkat Tito Karnavian 'melangkahi' sejumlah angkatan di atasnya -- ditengarai sejumlah kalangan tak membuahkan hasil memadai.

+++

Sepatutnya, Presiden Joko Widodo dan para wakil rakyat yang kini duduk di DPR, perlu melihat dan segera menyikapi peristiwa kontemporer ini, lebih serius dibanding urusan investasi dan penciptaan lapangan kerja. Bahkan banyak di antara masyarakat yang memaklumi, seandainya disimpulkan Indonesia butuh 'omnibus law' untuk memecahkannya.

Baca juga: Menyimak Mahfud MD (1)

Baca juga: Sekitar 12 Jam Diperiksa, Habib Rizieq Akhirnya Ditahan



Berita Terkait