Ceknricek.com -- Pasar mobil domestik sepanjang lima bulan pertama tahun ini terasa sepi. Bahkan pada Mei 2019 saja, mobil yang berhasil dilego hanya 84.029 unit. Angka ini lebih kecil 16,4% dibandingkan Mei 2018 yang mencapai 100.520 unit. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) mencatat penjualan mobil sepanjang Januari-Mei turun 14.7% dari 494.931 unit mejadi 422.038 unit.
Kondisi kurang menggembirakan ini ternyata tidak membuat surut perusahaan otomotif untuk ekspansi ke Indonesia. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memastikan, ada dua perusahaan otomotif yang akan menanamkan modalnya tahun ini. Jumlahnya lumayan besar. Kepastian ini diperoleh Menteri Airlangga dari hasil kunjungannya ke Korea dan Jepang belum lama ini.

Sumber: Liputan6
“Toyota menyiapkan investasi Rp28,3 triliun untuk empat tahun ke depan,” ujar Airlangga dalam siaran persnya, Selasa (2/7) menceritakan hasil pertemuannya dengan President Toyota Motor Corp. Akio Toyoda.
Sedangkan hasil kunjungannya ke Korea Selatan juga cukup menggembirakan. Di Negeri Ginseng itu Airlangga bertemu dengan Executive Vice President HMC Park Hong Jae.
Hyundai Motor Company (HMC), menurut Park, akan segera merealisasikan rencana membangun pabrik di Indonesia. Pabrik itu nantinya akan mulai produksi pada tahun 2021, dengan kapasitas 70.000 hingga 250.000 unit per tahun. Jenis kendaraan yang akan digarap di Indonesia, antara lain adalah SUV, MPV, hatchback, dan sedan. “Targetnya, sebanyak 47% produksi untuk pasar domestik dan 53% untuk ekspor,” kata Airlangga.

Sumber: Gaikindo
Investasi Toyota sebanyak itu, menurut Airlangga, untuk mengembangkan mobil berteknologi hibrida di Indonesia. Selama ini persoalan pengembangan mobil listrik termasuk hybrid masih terkendala insentif pajak dan sarana prasarana pengisian baterai dan teknologi baterai. Karena itu pemerintah akan segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP). Isi PP itu antara lain mengatur masalah tersebut.
“Pertama, mengenai percepatan kendaraan berbasis elektrik, dan kedua adalah kegiatan terkait dengan PPnBM untuk industri berbasis elektrik, yang di dalamnya termasuk hybrid,” ungkapnya. Dia bilang PPnBM otomotif berbasis elektrik dan emisinya paling rendah bisa menjadi 0%.
Kendaraan Listrik
Sedangkan investasi Hyundai di Indonesia sampai sekarang belum jelas di mana lokasinya. Hanya saja, Airlangga mengatakan pabrik yang akan dibangun itu nantinya akan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 3.500 orang.
Hyundai menjanjikan akan menjadikan Indonesia sebagai basis produksi mereka untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor. “Prinsipnya Pemerintah mendukung rencana investasi baru tersebut dengan fasilitas fiskal yang sudah tersedia” ujar Airlangga.
Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie D Sugiarto mengaku dirinya belum mengetahui secara detail informasi investasi tersebut. "Untuk investasi perlu ada transfer teknologi dan juga transfer knowledge bagi pengembangan sumber daya manusia kita," katanya kepada Kontan.

Sumber: Tribun
Hanya saja menurut Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Harjanto, sejak awal Januari 2018, Hyundai mengungkapkan rencana untuk membangun pabrik di kawasan Asean dan Indonesia sebagai pilihan lokasinya. “Apalagi, Indonesia memiliki bahan baku bijih nikel yang bisa digunakan untuk produksi baterai lithium-ion sebagai komponen penting kendaraan listrik,” ungkapnya.
Dari total kapasitas produksi HMC di Indonesia, sebagian akan digunakan untuk membuat kendaraan listrik. Dari kapasitas itu, sebagian besar untuk mengisi pasar ekspor ke Asia Tenggara dan Australia, serta sisanya untuk memenuhi kebutuhan domestik.
Saat ini PT Hyundai Motor Indonesia masih dimiliki 100% kepemilikan lokal. Selain itu di Indonesia, perusahaan ini memiliki pabrik perakitan yang merakit model Hyundai H-1.
Selain Toyota dan Hyundai, Mitsubishi juga pernah mengungkap akan menambah nilai investasi di Indonesia sebesar US$4 juta. Investasi sebesar itu khusus untuk menambah kapasitas produksi Xpander. Jumlah tersebut akan memacu produksi Xpander mencapai 160.000 unit pada tahun depan, dari sebelumnya 115.000 unit.
Di sisi lain, PT Nissan Motor Indonesia juga mengonfirmasi akan memulai produksi mesin untuk Livina dan Xpander pada pertengahan tahun depan. Saat ini, proses produksi mesin berkubikasi 1.500 cc tersebut masih dalam tahap persiapan awal.
Fasilitas produksi Nissan di Indonesia nantinya akan menyediakan 160.000 unit mesin Xpander per tahun dan meningkatkan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) dari sebelumnya 71% menjadi 80%. Asal tahu saja, mesin Xpander tersebut juga identik dengan mesin yang digendong All New Nissan Livina.
Produksi tersebut membutuhkan dana investasi baru. Hanya saja kebutuhan investasi tersebut ditanggung Nissan dan Mitsubishi bersama-sama sebagai aliansi. Takeguchi tak secara spesifik menerangkan valuasi investasi baru tersebut. "Kami belum bicarakan lebih lanjut (kapan mulai produksi) tetapi itu akan mulai pada pertengahan tahun 2020, persiapan kami sudah dimulai sejak diumumkan," ujarnya.
Jongkie yang saat ini juga Wakil Komisaris PT Hyundai Motor Indonesia menjelaskan potensi pasar mobil Indonesia terus dilirik oleh para produsen otomotif global. Ditambah kemajuan pendapatan per kapita serta kondisi iklim usaha yang baik jadi tambahan nilai positif bagi calon investor.
Lima Besar
Saat ini, pasar otomotif domestik sepenuhnya diisi prinsipal asing, baik dari Jepang, Eropa dan Amerika, Korea Selatan, India, maupun Tiongkok. Lebih dari 5 tahun terakhir, pasar otomotif Tanah Air masih berada di kisaran 1,2 juta unit. Sepanjang periode itu, pencapaian penjualan seluruh prinsipal tercatat mengalami naik turun.
Beragam faktor bertalian dengan jualan masing-masing merek. Paling utama, tentunya, tingkat pertumbuhan ekonomi nasional serta daya beli masyarakat. Sejak 2015, pertumbuhan pasar tertinggi hanya terjadi pada tahun lalu, yakni sebesar 6,9% dengan catatan volume penjualan seluruh merek mencapai 1,11 juta unit. Pada tahun sebelumnya, total pasar itu mencapai 1,05 juta unit.
Selama periode tersebut, selain lima besar yaitu Toyota, Daihatsu, Honda, Suzuki, dan Mitsubishi, posisi para pemain silih berganti. Bahkan, terdapat merek yang tumbang, seperti KIA yang berasal dari Korea Selatan.

Sumber: halloriau.com
Wuling dan DFSK, yang datang dari Negeri Panda, boleh jadi telah mencaplok kue yang sebelumnya dinikmati pemain lama. Sejak 2017, dua pengganggu pasar itu menggeliat dengan jualan produk bertipe Multi Purpose Vehicle (MPV) maupun Sport Utility Vehicle (SUV). Tipe produk MPV dan SUV itulah yang amat mampu diserap konsumen Indonesia.
Jongkie mengatakan Wuling dan DFSK boleh dijadikan penantang anyar. Meski demikian, keduanya belum sepadan jika masih dikeroyok banyak merek Jepang yang menguasai rata-rata 97% pasar roda empat.
Hasil bahu membahu Wuling dan DFSK baru bisa melampaui torehan penjualan dari prinsipal asal Korsel yang belakangan memang surut. Kini, merek Tiongkok seluruhnya menggenggam sekitar 1,5% dari total pasar.
Sementara itu, merek mobil Eropa dan Amerika cukup puas mendapatkan segmentasi khusus lewat produk berkelas premium. Sepanjang pasar mengalami stagnasi di kisaran 1,1 juta unit, merek Eropa dan Amerika hanya mencuil rata-rata 1% dari volume penjualan tahunan.
Walau demikian, banyak pihak masih meyakini pasar Indonesia berpotensi tumbuh. Hal itu tampak dari rasio kepemilikan mobil dengan jumlah penduduk yang masih jomplang.
Syarat terberat untuk memacu penjualan domestik tak lain dari meroketnya angka pertumbuhan nasional dan kuatnya daya beli masyarakat. “Faktor itu alamiah terhadap pertumbuhan pasar,” tegas Jongkie.
Inilah yang jadi soal selama 5 tahun belakangan. Tingkat pertumbuhan nasional, walau diiringi tingkat inflasi terkendali rata-rata di bawah 4% per tahun, hanya mampu dilecut sampai kisaran 5% per tahun.
Minat membeli mobil di Indonesia selalu seiring dengan tingkat harga yang ditawarkan. “Harga cukup dominan, faktor lainnya, yaitu teknologi keselamatan ataupun efisiensi,” tambah Jongkie.