Ceknricek.com - Pembentukan Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab) yang telah disetujui Presiden Joko Widodo tanpa payung hukum itu, mendapat reaksi keras dari Nahdlatul Ulama (NU).
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Robikin Emhas, menyatakan, revisi UU Anti-Terorisme jauh lebih penting daripada pembentukan Komando Pasukan Khusus Gabungan TNI.
"Rencana pembentukan Koopssusgab yang terdiri dari satuan-satuan di TNI untuk menangkal terorisme, sebaiknya tidak diteruskan. Kita berharap bahwa DPR dan pemerintah fokus pada revisi Undang-Undang Antiterorisme," katanya kepada Antara di Beijing, China, Kamis (17/5).
Menurutnya, revisi UU Antiterorisme yang sedang di DPR saat ini jauh lebih penting dari pembentukan Koopssusgab. Revisi UU ini masih memberikan kewenangan kepada penegak hukum secara terbatas dalam pemeriksaan dan penahanan. “Saya yakin UU Antiterorisme versi revisi, terutama pada upaya pencegahan atas tindakan terorisme, bisa efektif dilakukan,” katanya.
Sebelumnya Kepala Kantor Staf Kepresidenan, Jenderal TNI (Purnawirawan) Moeldoko, menyatakan Presiden Joko Widodo sudah mengizinkan pembentukan Komando Operasi Khusus Gabungan TNI untuk memberantas teror.
Koopssusgab merupakan tim antiteror gabungan tiga matra TNI. Pasukan ini berasal dari Sat-81 Gultor Komando Pasukan Khusus milik TNI Angkatan Darat, Detasemen Jalamangkara TNI Angkatan Laut dan Satbravo 90 Komando Pasukan Khas dari TNI Angkatan Udara.
"Tidak perlu menunggu revisi UU Antiterorisme, pasukan itu sudah disiapkan, tidak perlu payung hukum," kata Moeldoko.
Menurut dia, Koopssusgab berada di bawah komando Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dan ini merupakan operasi yang dijalankan untuk langkah preventif agar masyarakat merasa tenang.
"Saat ini terjadi hukum alam, hukum aksi dan reaksi. Begitu teroris melakukan aksi, kita beraksi, kita melakukan aksi, mereka bereaksi," tambah Moeldoko.
Reaksi Koopssusgab juga datang dari Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani. Dia menilai pembentukan Koopssusgab sebaiknya dilakukan setelah revisi UU nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme disetujui menjadi UU.
"Hal itu karena dalam pasal tentang pelibatan TNI yang telah disepakati di Pansus RUU Antiterorisme dibuka peran serta atau pelibatan TNI dalam penanggulangan terorisme dalam pasal 7 ayat 2 UU tentang TNI," kata Arsul di Jakarta, Kamis.
Dia menjelaskan dalam Pasal 7 ayat 2 UU nomor 34 tahun 2004 tentang TNI, disebutkan pelibatan TNI dalam penanggulangan terorisme dengan ketentuan dan mekanisme yang harus dituangkan dalam sebuah Peraturan Presiden (Perpres).
Menurut dia, Perpres tersebut disusun dengan konsultasi DPR sebagai sebuah keputusan politik negara yang memberikan wewenang kepada Presiden untuk melibatkan TNI dalam penanggulangan terorisme.
Antara