Obat Baru Bernama Omnibus Law | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Sumber: Antara

Obat Baru Bernama Omnibus Law

Ceknricek.com -- Resep asing yang sedang ngetop saat ini tentulah “omnibus law”. Istilah ini seakan sudah menjadi obat mujarab untuk segala penyakit bangsa ini. Menteri Kabinet Indonesia Maju bak paduan suara, koor, menyebut ketiadaan omnibus law membuat target mereka tak tercapai. Dari pertumbuhan ekonomi yang lambat, investasi seret, penerimaan pajak yang minim, sampai urusan konflik Natuna dengan China obatnya satu: omnibus law.

Lalu, sejenis obat apa sesungguhnya omnibus law itu? Menurut Kamus Hukum Merriam-Webster, istilah omnibus law berasal dari omnibus bill, yakni undang-undang yang mencakup berbagai isu atau topik. Kata "omnibus" berasal dari bahasa Latin yang berarti "segalanya".

Istilah ini sudah amat tua. UU tersebut pertama kali dibahas di Amerika Serikat (AS) pada 1840. Di Indonesia, istilah ini menjadi bunga bibir bagi para menteri setelah Presiden Joko Widodo mengapungkannya dalam pidato pertama setelah dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024 pada 20 Oktober 2019.

Obat Baru Bernama Omnibus Law
Sumber: Antara

Konsep ini sering digunakan di negara yang menganut sistem common law seperti AS dalam membuat regulasi. Regulasi dalam konsep ini adalah membuat satu undang-undang baru untuk mengamandemen beberapa undang-undang sekaligus. 

Singkatnya, omnibus law adalah suatu undang-undang yang dibuat untuk menyasar satu isu besar yang mungkin dapat mencabut atau mengubah beberapa undang-undang sekaligus sehingga menjadi lebih sederhana. 

Secara proses pembuatan, pakar hukum menyebut bahwa tidak ada perbedaan dengan proses pembuatan undang-undang pada umumnya. Hanya saja, isinya tegas mencabut atau mengubah beberapa undang-undang yang terkait. 

Kendala Regulasi 

Kini, pemerintah sedang menyusun omnibus law. Ada tiga hal yang disasar, yakni undang-undang perpajakan, cipta lapangan kerja, dan pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah atau UMKM. Omnibus law terdiri atas dua undang-undang besar: UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Perpajakan. Setidaknya akan ada 74 undang-undang yang diperkirakan bakal terkena dampak omnibus law.

Jokowi mengatakan, omnibus law akan menyederhanakan kendala regulasi yang kerap berbelit-belit dan panjang. Kedua omnibus law tersebut diharapkan dapat memperkuat perekonomian nasional dengan memperbaiki ekosistem investasi dan daya saing Indonesia dalam menghadapi ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global. 

Obat Baru Bernama Omnibus Law
Sumber: Istimewa

Baca Juga: Presiden Jokowi Perintahkan Menteri Terkait Siapkan Regulasi Turunan RUU Omnibus Law

Pemerintah sedianya mengajukan draf omnibus law ke DPR pada Desember 2019. Namun, rencana tersebut mundur hingga Januari 2020. Kini, dua RUU Omnibus Law itu sudah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Pembahasan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja bahkan sudah memasuki tahap akhir.

Saking seriusnya ingin melahirkan omnibus law, pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Omnibus Law yang beranggotakan 127 orang. Anggota satgas tersebut terdiri atas perwakilan dari kementerian atau lembaga terkait, pengusaha, akademisi, kepala daerah dan tokoh-tokoh masyarakat.

Ada nama-nama pengusaha besar yang masuk dalam Satgas itu. Sebut saja CEO Lippo Group, James Riady; Komisaris Utama Bosowa Corporation, Erwin Aksa; Komisaris PT Bakrie & Brothers Tbk., Bobby Gafur Umar; Ketua Umum Apindo, Hariyadi Sukamdani; Wakil Ketua Kadin Bidang Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial, Anton J. Supit; Ketua Umum Indonesia National Shipowners Association (INSA), Carmelia Hartoto; dan Wakil Ketua Kadin Bidang Perindustrian, Johnny Darmawan.

Beberapa kepala daerah juga masuk dalam Satgas ini, seperti Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan; Wali Kota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany; dan Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas.

Bakamla

Obat Baru Bernama Omnibus Law
Sumber: Kompasiana

Lebih jauh lagi, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, juga menyebut pihaknya bersama Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, tengah menyusun omnibus law mengenai Badan Keamanan Laut (Bakamla) untuk menyisir tumpang tindih kewenangan penjagaan perbatasan di laut.  

Baca Juga: Menko Polhukam Pastikan Omnibus Law Keamanan Laut Bekerja Tahun Depan

Nantinya, Tentara Nasional Indonesia tidak perlu lagi turun tangan dalam persoalan di perbatasan. Misalnya dalam kasus polemik masuknya kapal asing di Laut Natuna baru-baru ini. Semua kewenangan itu ada di Bakamla. Dengan demikian misalnya persoalan South China Sea tidak perlu TNI. ”Bukan tidak perlu, tidak proper, mestinya coast guard," ujar Luhut, Senin (6/1).

Dengan adanya omnibus law, Luhut meyakini peran Bakamla di perairan perbatasan akan semakin kuat. Seperti saat terjadi pelanggaran batas laut yang diduga dilakukan oleh pemerintah China di Laut Natuna Utara.

Obat Baru Bernama Omnibus Law
Sumber: Katadata

Hal itu, kata Luhut, juga sesuai dengan aturan internasional yang berlaku. "Kalau terus TNI yang ambil kok kita sangar banget, tidak dibenarkan dalam pergaulan internasional," ujarnya.

Mahfud juga menambahkan akan memperbaiki 24 UU dan 2 Peraturan Pemerintah (PP) menggunakan skema omnibus law keamanan laut. Jumlah aturan tersebut mungkin saja bertambah sesuai dengan ketentuan pemerintah. "Sesudah didiskusikan tentu akan bertambah-tambah, dulu ditemukan ada 17 UU, hari ini di meja saya ada 24 UU yang menyangkut itu (penanganan laut)," katanya, Selasa (7/1).

Menurut Mahfud, aturan penanganan laut tersebut masih saling tumpang tindih sehingga menimbulkan masalah. Oleh karena itu, pemerintah akan menggabungkan sejumlah aturan tersebut melalui omnibus law.  

Simplikasi UU 

Kedudukan omnibus law sama dengan undang-undang dan bertujuan untuk simplifikasi undang-undang lainnya. Artinya, aturan yang diatur dalam banyak undang-undang dihapus dan kemudian diatur hanya dalam satu undang-undang saja. 

Penggunaan omnibus law baru pertama kali terjadi di era Jokowi walaupun sebenarnya beberapa undang-undang telah menggabungkan banyak aturan, seperti UU Pemilu, dan UU Penyandang Disabilitas yang menggabungkan 25 sektor, dan juga UU Perlindungan Anak.

Omnibus law diperlukan karena Indonesia memiliki banyak undang-undang yang dibentuk menggunakan pendekatan sektoral per kementerian dan lembaga, sehingga hasilnya menjadi parsial dan tumpang tindih.

Sayang, pemerintah merasa ingin cepat sehingga dalam prosesnya minim melibatkan masyarakat. Kelompok yang tidak terpapar informasi secara maksimal akhirnya tidak tahu prosesnya seperti apa, padahal omnibus law ini akan terikat juga pada seluruh warga negara Indonesia.

Obat Baru Bernama Omnibus Law
Sumber: Republika

Kini, tak sedikit pihak yang menentang pasal-pasal omnibus law, terutama terkait RUU Cipta Lapangan Kerja. Ekonom Universitas Indonesia (UI), Faisal Basri, misalnya. Menurut dia, RUU ini melemahkan posisi pemerintah daerah dan buruh. "Terjadi shifting, pemerintah pusat dan bisnis akan lebih kuat," kata Faisal.

Hal ini bisa terjadi disebabkan oleh pembuatan draf RUU yang berlangsung tertutup dan hanya melibatkan pengusaha, khususnya Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia.

Suara senada juga disampaikan sejumah serikat pekerja. Masalahnya, menolak RUU ini rasa-rasanya percuma saja. Kini, 74% anggota DPR adalah partai pendukung pemerintah. RUU ini sudah bisa dipastikan bakal lolos secara mulus. Kita hanya bisa berharap, omnibus law benar-benar menjadi obat bukan sebaliknya: racun.

BACA JUGA: Cek Berita AKTIVITAS PRESIDEN, Informasi Terkini Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini. 


Editor: Farid R Iskandar


Berita Terkait