Ceknricek -- Beberapa tokoh lintas agama melakukan pertemuan untuk menyatukan sikap dalam peristiwa Papua dan Papua Barat yang mengakibatkan kerusuhan di beberapa tempat. Pertemuan ini diinisiasi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jakarta, Senin (9/9).
Acara tersebut dihadiri perwakilan dari Konferensi Wali Gereja (KWI), Romo Heri Wibowo; rohaniawan-budayawan Franz Magnis-Suseno; perwakilan Biro Papua PGI Ronald Rischardt; putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid Alissa Wahid; Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid; dan Sekum PGI Pendeta Gomar Gultom.
Foto: Ashar/Ceknricek.com
Baca Juga: Sejumlah Tokoh Bangsa Berkumpul Serukan Perdamaian
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj meminta pemerintah untuk terus mengedepankan sikap persuasif dalam menangani masalah di Papua, dengan mengutamakan pendekatan dialog, tanpa adanya kekerasan.
Foto: Ashar/Ceknricek.com
"Kami mohon kepada pemerintah agar profesional dalam menangani masalah. Sebenarnya saya sudah mengatakan waktu di Denpasar pada kongres PKB, utamakan dialog, utamakan persuasif kemanusiaan, jangan terus langsung dengan pendekatan keamanan, kekerasan, bedil, kita hindari itu," ujar KH Said Aqil di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat.
Foto: Ashar/Ceknricek.com
Berikut lima pernyataan sikap yang dibacakan oleh masing-masing tokoh lintas agama.
1. Mendorong pemerintah untuk menciptakan perdamaian yang abadi di Papua. Perdamaian harus diletakkan sebagai puncak dan tujuan dalam membangun kehidupan berbangsa dalam bingkai kebinekaan.
2. Mendorong pemerintah agar mengedepankan dialog dan pendekatan kemanusiaan dalam menciptakan perdamaian di Papua dan sejauh mungkin menghindari pendekatan militeristik yang justru cenderung membuat keadaan semakin buruk.
3. Meminta kepada segenap tokoh bangsa, pemuka agama, tokoh adat dan segenap elemen bangsa untuk membantu bahu-membahu merajut dialog guna merekatkan bangunan kebersamaan antar masyarakat.
Foto: Ashar/Ceknricek.com
4. Meminta kepada Pemerintah untuk menunaikan kewajiban-kewajiban yang belum dipenuhi berdasarkan Undang-Undang Otonomi Khusus. Antara lain pembentukan Komisi HAM, Pengadilan HAM, dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang berkedudukan di Papua. Kelembagaan ini penting untuk digunakan semua pihak dalam menyelesaikan berbagai kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua. Selain itu, pemerintah juga perlu mengutamakan pendekatan musyawarah dalam menanggapi aspirasi-aspirasi masyarakat yang berkembang.
Foto: Ashar/Ceknricek.com
5. Meminta segenap pihak dan seluruh komponen bangsa untuk menahan diri dari mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang dapat memperkeruh keadaan (di segala ruang publik, termasuk di media sosial) dan mari kita ciptakan suasana yang sejuk, tenang dan damai. Kepada aparat penegak hukum, kami juga mengingatkan agar lebih proporsional dalam merespon komentar-komentar warga masyarakat yang beredar terutama di media sosial.
BACA JUGA: Cek POLITIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.